
Asing Keder, Baru Satu Jam Sudah Lepas Saham Rp 154 M
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 June 2019 10:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca jatuh 0,47% pada perdagangan kemarin (12/6/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terseok-seok pada perdagangan hari ini. Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,1% ke level 6.282,61, sebelum kemudian jatuh ke titik terendahnya di level 6.260,01 (-0,26% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin). Pada pukul 10:00 WIB, IHSG sudah berbalik menguat namun tipis saja yakni sebesar 0,04% ke level 6.278,42.
Investor asing memegang peranan penting dalam membuat IHSG terseok-seok pada perdagangan hari ini. Baru juga sejam perdagangan berjalan, investor asing sudah membukukan jual bersih senilai Rp 154 miliar di pasar saham tanah air (pasar reguler).
Saham-saham yang banyak dilego investor asing di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 60 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 17,7 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 12,3 miliar), PT Bukit Asam Tbk/PTBA (Rp 11,1 miliar), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 8,9 miliar).
Kinerja rupiah yang tak mendukung menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham tanah air oleh investor asing. Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,18% di pasar spot ke level Rp 14.255/dolar AS.
Kala rupiah melemah, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs sehingga wajar jika aksi jual mereka lakukan di pasar saham tanah air.
Wajar jika rupiah melemah pada hari ini. Pasalnya, dalam 4 hari perdagangan terakhir rupiah terus membukukan apresiasi. Jika ditotal, apresiasinya adalah sebesar 1,15%.
Selain itu, dolar AS selaku safe haven memang sedang menarik untuk dikoleksi pada hari ini seiring dengan potensi eskalasi perang dagang AS-China. Sebelumnya, sempat terdapat optimisme bahwa Presiden AS Donald Trump akan melakukan dialog dengan Presiden China Xi Jinping ketika gelaran KTT G-20 berlangsung pada akhir bulan ini di Jepang.
Pelaku pasar menaruh harapan yang besar terhadap pertemuan Trump dan Xi tersebut jika nantinya benar terealisasi. Pasalnya, kali terakhir Trump bertemu dengan Xi di sela-sela KTT G-20 pada bulan Desember lalu di Argentina, keduanya berhasil menyepakati gencatan senjata selama tiga bulan.
Selama periode gencatan senjata tersebut, keduanya tak akan mengerek bea masuk untuk importasi produk dari masing-masing negara. Gencatan senjata ini kemudian diperpanjang oleh Trump seiring dengan perkembangan negosiasi dagang yang positif.
Sayang, pertemuan Trump dan Xi ternyata masih begitu samar. Dengan waktu kurang dari tiga minggu, sejauh ini persiapan ke arah sana masih sangat minim.
Mengutip Reuters, pejabat senior di lingkungan pemerintahan China mengungkapkan bahwa Beijing bahkan belum melakukan apapun terkait rencana pertemuan Trump-Xi. "Bagi China, yang penting adalah protokol dan bagaimana beliau dihormati. China tidak ingin Xi pergi ke sebuah pertemuan yang akan mempermalukan dirinya," tegas sang pejabat.
Sekedar mengingatkan, Trump sebelumnya sudah mengancam bahwa dirinya akan membebankan bea masuk tambahan bagi produk impor asal China jika Xi sampai tak menemuinya di sela-sela KTT G-20 nanti. Lebih lanjut, rupiah terkulai pada hari ini seiring dengan kekhawatiran yang menyelimuti menjelang rilis data perdagangan internasional Indonesia periode Mei 2019 yang dijadwalkan pada hari Senin pekan depan (17/6/2019).
Wajar jika data ini membuat investor grogi. Pasalnya, neraca dagang barang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 2,5 miliar pada April 2019. Berdasarkan data Refinitiv, defisit pada April 2019 merupakan yang terparah atau terdalam sepanjang sejarah Indonesia. Sebelumnya, defisit paling dalam tercatat senilai US$ 2,3 miliar dan terjadi pada Juli 2013.
Kalau neraca dagang barang (yang merupakan komponen dari transaksi berjalan) saja sudah membukukan defisit yang begitu dalam, tentu defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan sulit diredam.
Sebagai informasi, CAD periode kuartal-I 2019 tercatat senilai US$ 7 miliar atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih dalam dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
Jika defisit neraca dagang tak juga bisa diredam, CAD untuk keseluruhan tahun 2019 akan lebih dalam dibandingkan CAD untuk keseluruhan tahun 2018 yang sebesar 2,98% dari PDB.
Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Investor asing memegang peranan penting dalam membuat IHSG terseok-seok pada perdagangan hari ini. Baru juga sejam perdagangan berjalan, investor asing sudah membukukan jual bersih senilai Rp 154 miliar di pasar saham tanah air (pasar reguler).
Saham-saham yang banyak dilego investor asing di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 60 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 17,7 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 12,3 miliar), PT Bukit Asam Tbk/PTBA (Rp 11,1 miliar), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 8,9 miliar).
Kala rupiah melemah, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs sehingga wajar jika aksi jual mereka lakukan di pasar saham tanah air.
Wajar jika rupiah melemah pada hari ini. Pasalnya, dalam 4 hari perdagangan terakhir rupiah terus membukukan apresiasi. Jika ditotal, apresiasinya adalah sebesar 1,15%.
Selain itu, dolar AS selaku safe haven memang sedang menarik untuk dikoleksi pada hari ini seiring dengan potensi eskalasi perang dagang AS-China. Sebelumnya, sempat terdapat optimisme bahwa Presiden AS Donald Trump akan melakukan dialog dengan Presiden China Xi Jinping ketika gelaran KTT G-20 berlangsung pada akhir bulan ini di Jepang.
Pelaku pasar menaruh harapan yang besar terhadap pertemuan Trump dan Xi tersebut jika nantinya benar terealisasi. Pasalnya, kali terakhir Trump bertemu dengan Xi di sela-sela KTT G-20 pada bulan Desember lalu di Argentina, keduanya berhasil menyepakati gencatan senjata selama tiga bulan.
Selama periode gencatan senjata tersebut, keduanya tak akan mengerek bea masuk untuk importasi produk dari masing-masing negara. Gencatan senjata ini kemudian diperpanjang oleh Trump seiring dengan perkembangan negosiasi dagang yang positif.
Sayang, pertemuan Trump dan Xi ternyata masih begitu samar. Dengan waktu kurang dari tiga minggu, sejauh ini persiapan ke arah sana masih sangat minim.
Mengutip Reuters, pejabat senior di lingkungan pemerintahan China mengungkapkan bahwa Beijing bahkan belum melakukan apapun terkait rencana pertemuan Trump-Xi. "Bagi China, yang penting adalah protokol dan bagaimana beliau dihormati. China tidak ingin Xi pergi ke sebuah pertemuan yang akan mempermalukan dirinya," tegas sang pejabat.
Sekedar mengingatkan, Trump sebelumnya sudah mengancam bahwa dirinya akan membebankan bea masuk tambahan bagi produk impor asal China jika Xi sampai tak menemuinya di sela-sela KTT G-20 nanti. Lebih lanjut, rupiah terkulai pada hari ini seiring dengan kekhawatiran yang menyelimuti menjelang rilis data perdagangan internasional Indonesia periode Mei 2019 yang dijadwalkan pada hari Senin pekan depan (17/6/2019).
Wajar jika data ini membuat investor grogi. Pasalnya, neraca dagang barang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 2,5 miliar pada April 2019. Berdasarkan data Refinitiv, defisit pada April 2019 merupakan yang terparah atau terdalam sepanjang sejarah Indonesia. Sebelumnya, defisit paling dalam tercatat senilai US$ 2,3 miliar dan terjadi pada Juli 2013.
Kalau neraca dagang barang (yang merupakan komponen dari transaksi berjalan) saja sudah membukukan defisit yang begitu dalam, tentu defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan sulit diredam.
Sebagai informasi, CAD periode kuartal-I 2019 tercatat senilai US$ 7 miliar atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih dalam dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
Jika defisit neraca dagang tak juga bisa diredam, CAD untuk keseluruhan tahun 2019 akan lebih dalam dibandingkan CAD untuk keseluruhan tahun 2018 yang sebesar 2,98% dari PDB.
Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular