
Mendaki Gunung Turuni Lembah, Berlikunya Perjalanan Rupiah
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 June 2019 16:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil ditutup menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Perjalanan rupiah hari ini cukup berliku.
Pada Rabu (12/6/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.230 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah sebenarnya menguat 0,11%. Bahkan apresiasi rupiah menjadi yang terbaik di Asia.
Namun tidak lama kemudian rupiah terpeleset dan berbalik melemah. Pada tengah hari, depresiasi rupiah mencapai 0,14% sehingga rupiah menjadi salah satu mata uang paling lemah di Benua Kuning.
Jelang penutupan pasar, nasib rupiah mulai membaik. Pelemahannya menipis dan saat lapak ditutup, rupiah berhasil menguat meski sangat terbatas.
Apresiasi ini menggenapkan rantai penguatan rupiah menjadi empat hari beruntun. Selama periode ini, rupiah menguat sampai 1,15%.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini yang seperti mendaki gunung dan menuruni lembah:
Dolar AS yang sempat melawan balik kembali teraniaya di Asia. Seperti halnya rupiah, mayoritas mata uang Asia juga menguat terhadap greenback.
Yen Jepang menjadi mata uang terbaik di Asia. Sementara baht Thailand menjadi runner-up dan dolar Hong Kong duduk di peringkat tiga.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:21 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Ada momentum dolar AS mengalami techincal rebound karena sudah melemah cukup dalam. Selama sepekan terakhir, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) sudah melemah 0,68%. Sejak awal Juni, koreksinya bahkan mencapai 1,12%.
Akan tetapi ternyata aksi beli yang melanda dolar AS hanya sementara. Pada pukul 16:24 WIB, Dollar Index kembali melemah 0,04%.
Sebab secara jangka menengah, dolar AS masih cenderung tertekan. Penyebabnya adalah persepsi penurunan suku bunga acuan di Negeri Paman Sam yang semakin terasa. Maklum, sejumlah data teranyar di AS memberi konfirmasi sinyal perlambatan ekonomi.
Pertama, pembacaan awal indeks optimisme ekonomi keluaran IBD/TIPP untuk Juni berada di angka 53,2. Turun lumayan jauh dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 58,6 yang merupakan pencapaian tertinggi dalam 15 tahun terakhir.
Kedua, inflasi tingkat produsen AS pada Mei tercatat 0,1% month-on-month (MoM). Melambat dibandingkan April yaitu 0,2% MoM.
Ketiga, pada April, pembukaan lowongan kerja baru di Negeri Adidaya yang ditunjukkan melalui survei Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) menunjukkan angka 7,4 juta. Turun dibandingkan posisi Maret yaitu 7,5 juta.
Oleh karena itu, tidak heran pelaku pasar semakin yakin bahwa The Federal Reserves/The Fed akan menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat sebagai kebijakan pendorong pertumbuhan ekonomi. Mengutip CME Fedwatch, Jerome 'Jay' Powell dan kolega diperkirakan memulai siklus penurunan Federal Funds Rate pada Juli. Probabilitas penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2-2,25% dalam rapat The Fed bulan depan mencapai 64,2%.
Bagi dolar AS, penurunan suku bunga bukan kabar baik. Sebab penurunan suku bunga akan membuat berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini (utamanya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) kurang menguntungkan.
Akibatnya, arus modal bertaburan keluar dari dolar AS. Aliran modal itu menyebar ke berbagai penjuru, salah satunya ke Indonesia. Hasilnya adalah rupiah mampu menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Rabu (12/6/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.230 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah sebenarnya menguat 0,11%. Bahkan apresiasi rupiah menjadi yang terbaik di Asia.
Jelang penutupan pasar, nasib rupiah mulai membaik. Pelemahannya menipis dan saat lapak ditutup, rupiah berhasil menguat meski sangat terbatas.
Apresiasi ini menggenapkan rantai penguatan rupiah menjadi empat hari beruntun. Selama periode ini, rupiah menguat sampai 1,15%.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini yang seperti mendaki gunung dan menuruni lembah:
Dolar AS yang sempat melawan balik kembali teraniaya di Asia. Seperti halnya rupiah, mayoritas mata uang Asia juga menguat terhadap greenback.
Yen Jepang menjadi mata uang terbaik di Asia. Sementara baht Thailand menjadi runner-up dan dolar Hong Kong duduk di peringkat tiga.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:21 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Ada momentum dolar AS mengalami techincal rebound karena sudah melemah cukup dalam. Selama sepekan terakhir, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) sudah melemah 0,68%. Sejak awal Juni, koreksinya bahkan mencapai 1,12%.
Akan tetapi ternyata aksi beli yang melanda dolar AS hanya sementara. Pada pukul 16:24 WIB, Dollar Index kembali melemah 0,04%.
Sebab secara jangka menengah, dolar AS masih cenderung tertekan. Penyebabnya adalah persepsi penurunan suku bunga acuan di Negeri Paman Sam yang semakin terasa. Maklum, sejumlah data teranyar di AS memberi konfirmasi sinyal perlambatan ekonomi.
Pertama, pembacaan awal indeks optimisme ekonomi keluaran IBD/TIPP untuk Juni berada di angka 53,2. Turun lumayan jauh dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 58,6 yang merupakan pencapaian tertinggi dalam 15 tahun terakhir.
Kedua, inflasi tingkat produsen AS pada Mei tercatat 0,1% month-on-month (MoM). Melambat dibandingkan April yaitu 0,2% MoM.
Ketiga, pada April, pembukaan lowongan kerja baru di Negeri Adidaya yang ditunjukkan melalui survei Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) menunjukkan angka 7,4 juta. Turun dibandingkan posisi Maret yaitu 7,5 juta.
Oleh karena itu, tidak heran pelaku pasar semakin yakin bahwa The Federal Reserves/The Fed akan menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat sebagai kebijakan pendorong pertumbuhan ekonomi. Mengutip CME Fedwatch, Jerome 'Jay' Powell dan kolega diperkirakan memulai siklus penurunan Federal Funds Rate pada Juli. Probabilitas penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2-2,25% dalam rapat The Fed bulan depan mencapai 64,2%.
Bagi dolar AS, penurunan suku bunga bukan kabar baik. Sebab penurunan suku bunga akan membuat berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini (utamanya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) kurang menguntungkan.
Akibatnya, arus modal bertaburan keluar dari dolar AS. Aliran modal itu menyebar ke berbagai penjuru, salah satunya ke Indonesia. Hasilnya adalah rupiah mampu menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular