
IHSG Terburuk Kedua di Asia Tahun Ini, Masihkah Ada Harapan?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 June 2019 15:44

Kejadian penting kedua yang bisa membawa IHSG menutup tahun 2019 dengan imbal hasil dua digit adalah keputusan lembaga pemeringkat kenamaan dunia yakni Standard and Poor's (S&P) untuk menaikkan peringkat surat utang Indonesia. Keputusan ini diumumkan menjelang libur panjang hari raya Idul Fitri.
"S&P menaikkan peringkat pemerintah Indonesia ke BBB dengan alasan prospek pertumbuhan yang kuat dan kebijakan fiskal yang prudent," tulis S&P dalam keterangan resminya yang dirilis pada hari Jumat (31/5/2019).
Pada 31 Mei 2018 lalu, S&P sempat mengafirmasi peringkat surat utang jangka panjang Indonesia di level di BBB-. Sebagai informasi, level BBB- merupakan level terendah bagi surat utang yang masuk dalam kategori layak investasi (investment-grade).
Dalam laporannya, S&P menuliskan bahwa perekonomian Indonesia berhasil tumbuh lebih tinggi dibandingkan rekan-rekannya di tingkat pendapatan yang sama.
Pertumbuhan riil Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia mencapai 4,1% (rata-rata tertimbang 10 tahun), sedangkan negara-negara lain dengan tingkat pendapatan yang sama rata-rata hanya tumbuh 2,2%. Menurut lembaga yang bermarkas di New York, Amerika Serikat (AS) tersebut, hal itu merupakan sebuah prestasi yang mengesankan.
Merespons keputusan S&P, IHSG menutup hari dengan apresiasi sebesar 1,72%. Melejitnya IHSG diikuti oleh volume transaksi yang membludak pula. Pada tanggal 31 Mei, berdasarkan publikasi dari Bursa Efek Indonesia (BEI), volume transaksi di pasar saham mencapai 15,2 juta unit, di atas rata-rata volume transaksi tahun 2019 yang sejumlah 14,3 juta unit.
Asal tahu saja, jika dibandingkan dua lembaga pemeringkat kenamaan dunia lainnya yakni Moody's dan Fitch Ratings, S&P bisa dikatakan merupakan yang paling “keras” terhadap Indonesia. Buktinya, S&P merupakan yang terakhir memberikan peringkat layak investasi bagi Indonesia. Oleh karena itu, wajar jika IHSG melejit ketika S&P menaikkan peringkat surat utang Indonesia.
Sebelum pada tanggal 31 Mei lalu, kali terakhir S&P menaikkan peringkat surat utang jangka panjang Indonesia adalah pada tahun 2017 silam, tepatnya pada tanggal 19 Mei. Kala itu, peringkat surat utang jangka panjang Indonesia dinaikkan menjadi BBB-, dari yang sebelumnya BB+. Merespons hal tersebut, pada saat itu IHSG melejit hingga 2,59%.
Jika dihitung sejak 19 Mei hingga akhir tahun, IHSG meroket sebesar 12,58%. Jika dihitung untuk keseluruhan tahun 2017, IHSG membukukan penguatan sebesar 19,99%.
Kini, mari berharap sentimen eksternal kondusif sehingga dua kejadian penting yang sudah dijabarkan di atas mampu mengerek kinerja IHSG. Mari berharap supaya perang dagang AS-China tak lago tereskalasi atau bahkan bisa diakhiri. Mari juga berharap perdana menteri Inggris yang baru nanti bisa membawa Inggris meninggalkan Uni Eropa dengan minim gesekan, tak perlu ada yang namanya No-Deal Brexit.
Kalau sentimen eksternal mendukung, upside IHSG pada tahun ini kami proyeksikan masih besar lantaran baru naik tipis sebesar 1,8%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank)
"S&P menaikkan peringkat pemerintah Indonesia ke BBB dengan alasan prospek pertumbuhan yang kuat dan kebijakan fiskal yang prudent," tulis S&P dalam keterangan resminya yang dirilis pada hari Jumat (31/5/2019).
Pada 31 Mei 2018 lalu, S&P sempat mengafirmasi peringkat surat utang jangka panjang Indonesia di level di BBB-. Sebagai informasi, level BBB- merupakan level terendah bagi surat utang yang masuk dalam kategori layak investasi (investment-grade).
Pertumbuhan riil Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia mencapai 4,1% (rata-rata tertimbang 10 tahun), sedangkan negara-negara lain dengan tingkat pendapatan yang sama rata-rata hanya tumbuh 2,2%. Menurut lembaga yang bermarkas di New York, Amerika Serikat (AS) tersebut, hal itu merupakan sebuah prestasi yang mengesankan.
Merespons keputusan S&P, IHSG menutup hari dengan apresiasi sebesar 1,72%. Melejitnya IHSG diikuti oleh volume transaksi yang membludak pula. Pada tanggal 31 Mei, berdasarkan publikasi dari Bursa Efek Indonesia (BEI), volume transaksi di pasar saham mencapai 15,2 juta unit, di atas rata-rata volume transaksi tahun 2019 yang sejumlah 14,3 juta unit.
Asal tahu saja, jika dibandingkan dua lembaga pemeringkat kenamaan dunia lainnya yakni Moody's dan Fitch Ratings, S&P bisa dikatakan merupakan yang paling “keras” terhadap Indonesia. Buktinya, S&P merupakan yang terakhir memberikan peringkat layak investasi bagi Indonesia. Oleh karena itu, wajar jika IHSG melejit ketika S&P menaikkan peringkat surat utang Indonesia.
Sebelum pada tanggal 31 Mei lalu, kali terakhir S&P menaikkan peringkat surat utang jangka panjang Indonesia adalah pada tahun 2017 silam, tepatnya pada tanggal 19 Mei. Kala itu, peringkat surat utang jangka panjang Indonesia dinaikkan menjadi BBB-, dari yang sebelumnya BB+. Merespons hal tersebut, pada saat itu IHSG melejit hingga 2,59%.
Jika dihitung sejak 19 Mei hingga akhir tahun, IHSG meroket sebesar 12,58%. Jika dihitung untuk keseluruhan tahun 2017, IHSG membukukan penguatan sebesar 19,99%.
Kini, mari berharap sentimen eksternal kondusif sehingga dua kejadian penting yang sudah dijabarkan di atas mampu mengerek kinerja IHSG. Mari berharap supaya perang dagang AS-China tak lago tereskalasi atau bahkan bisa diakhiri. Mari juga berharap perdana menteri Inggris yang baru nanti bisa membawa Inggris meninggalkan Uni Eropa dengan minim gesekan, tak perlu ada yang namanya No-Deal Brexit.
Kalau sentimen eksternal mendukung, upside IHSG pada tahun ini kami proyeksikan masih besar lantaran baru naik tipis sebesar 1,8%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank)
Pages
Most Popular