
Investasi di Saham, Cuan 8 Kali Lipat Dibanding Nabung!
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
12 June 2019 11:46

Jika berniat berinvestasi di saham emiten tertentu, mempelajari laporan keuangan adalah keharusan. Jangan sampai membeli kucing dalam karung.
Dari 45 emiten LQ45, hingga 11 Juni tercatat 23 saham yang harga sahamnya bergerak ke selatan atau mencatatkan koreksi. Nah, berdasarkan laporan keuangan kuartal I-2019, rata-rata perusahaan tersebut membukukan pertumbuhan laba negatif 39% secara tahunan.
Bahkan ada yang berbalik rugi, yaitu PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Hingga kemarin, harga saham INCO mencatatkan koreksi 10,12% menjadi Rp 2.930.
Sementara itu, 22 emiten yang sepanjang tahun harga sahamnya menguat, tercatat membukukan pertumbuhan laba bersih positif dengan nilai rata-rata sebesar 22,38% secara tahunan.
Akan tetapi, sejatinya pertumbuhan laba yang fantastis bukan salah satu indikator yang cukup untuk menganalisa performa suatu emiten/saham. Salah satu metode yang cukup favorit digunakan pelaku pasar untuk mengukur kinerja saham adalah valuasi, yang diukur dengan price-earning-ratio (PER) dan price-book-value-ratio (PBV).
PER dihitung dengan membagi cara membagi harga saham saat ini dengan keuntungan tahunan per saham. Hasil perhitungan PER dapat diimplikasikan sebagai seberapa besar ekspektasi investor terhadap return (imbal hasil) emiten.
Namun, untuk menganalisis emiten keuangan, metode PER dianggap kurang sesuai oleh beberapa analis. Oleh karenanya alat ukur lain yang bisa digunakan adalah PBV. PBV dihitung dengan membagi harga saham dengan nilai buku ekuitas perusahaan.
Emiten dikatakan relatif mahal (overvalued) ketika PER atau PBV lebih besar dibanding PER atau PBV industri. Sebaliknya emiten disebut relatif murah (undervalued) ketika nilai PER atau PBV lebih rendah dibanding PER atau PBV industri.
Berdasarkan tabel di atas, maka emiten yang harga sahamnya relatif murah dan menarik untuk dikoleksi termasuk PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), PT Medco Energy Tbk (MEDC), dan PT Elnusa Tbk (ELSA).
Sementara emiten yang harga sahamnya relatif mahal diantaranya PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT XL Axiata Tbk (EXCL), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/aji)
Dari 45 emiten LQ45, hingga 11 Juni tercatat 23 saham yang harga sahamnya bergerak ke selatan atau mencatatkan koreksi. Nah, berdasarkan laporan keuangan kuartal I-2019, rata-rata perusahaan tersebut membukukan pertumbuhan laba negatif 39% secara tahunan.
Bahkan ada yang berbalik rugi, yaitu PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Hingga kemarin, harga saham INCO mencatatkan koreksi 10,12% menjadi Rp 2.930.
![]() |
Akan tetapi, sejatinya pertumbuhan laba yang fantastis bukan salah satu indikator yang cukup untuk menganalisa performa suatu emiten/saham. Salah satu metode yang cukup favorit digunakan pelaku pasar untuk mengukur kinerja saham adalah valuasi, yang diukur dengan price-earning-ratio (PER) dan price-book-value-ratio (PBV).
PER dihitung dengan membagi cara membagi harga saham saat ini dengan keuntungan tahunan per saham. Hasil perhitungan PER dapat diimplikasikan sebagai seberapa besar ekspektasi investor terhadap return (imbal hasil) emiten.
Namun, untuk menganalisis emiten keuangan, metode PER dianggap kurang sesuai oleh beberapa analis. Oleh karenanya alat ukur lain yang bisa digunakan adalah PBV. PBV dihitung dengan membagi harga saham dengan nilai buku ekuitas perusahaan.
Emiten dikatakan relatif mahal (overvalued) ketika PER atau PBV lebih besar dibanding PER atau PBV industri. Sebaliknya emiten disebut relatif murah (undervalued) ketika nilai PER atau PBV lebih rendah dibanding PER atau PBV industri.
Berdasarkan tabel di atas, maka emiten yang harga sahamnya relatif murah dan menarik untuk dikoleksi termasuk PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), PT Medco Energy Tbk (MEDC), dan PT Elnusa Tbk (ELSA).
Sementara emiten yang harga sahamnya relatif mahal diantaranya PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT XL Axiata Tbk (EXCL), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/aji)
Pages
Most Popular