Investasi di Saham, Cuan 8 Kali Lipat Dibanding Nabung!

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
12 June 2019 11:46
Investasi di Saham, Cuan 8 Kali Lipat Dibanding Nabung!
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Arus modal diperkirakan akan semakin ramai masuk ke pasar keuangan Indonesia, terutama setelah lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P) menaikkan peringkat utang Ibu Pertiwi dari 'BBB-' ke 'BBB'. Ini menjadi kali pertama Indonesia diganjar 'BBB' sejak 1995.

Namun masyarakat yang awam akan investasi masih berpikir dua kali untuk menggelontorkan dana mereka. Pasalnya, menabung lebih aman karena tidak ada resiko uang terkikis, dan toh masih ada bunga tabungan yang didapat meskipun hanya di kisaran 6% per tahun.

Dengan demikian, mari kita tilik lebih dalam sebenarnya seberapa besar resiko berinvestasi di pasar keuangan Indonesia, terutama pasar saham.

Investor pemula bisa memulai menanamkan modal mereka di emiten-emiten yang dikategorikan Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai saham paling likuid atau dikenal sebagai indeks LQ45. LQ45 berisi 45 emiten dimana daftar tersebut dievaluasi oleh BEI setiap 6 bulan.

Melansir data pasar, jika berinvestasi pada emiten-emiten di indeks LQ45, maka rata-rata imbal hasil yang didapat sekitar 2,32%. Nilai ini masih lebih besar dibandingkan imbal hasil dari menabung, yang sepanjang tahun berjalan baru memperoleh bunga 0,03%. Imbal hasil tabungan dihitung dari membagi tingkat suku bunga tahunan dengan 203 hari atau jumlah hari hingga 11 Juni 2019.

Sejatinya berinvestasi di pasar saham memang penuh resiko, karena kita mengenal istilah high risk high return. Selain itu, investasi juga bisa disejajarkan dengan memulai bisnis. Jika strategi bisnis Anda baik, tentunya keuntungan yang didapatkan juga tinggi. Sebaliknya jika strategi bisnis Anda buruk, maka harus rela mengantongi kerugian.

Lalu, bagaimana memiliki saham agar tidak buntung, tapi untung?

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Jika berniat berinvestasi di saham emiten tertentu, mempelajari laporan keuangan adalah keharusan. Jangan sampai membeli kucing dalam karung.

Dari 45 emiten LQ45, hingga 11 Juni tercatat 23 saham yang harga sahamnya bergerak ke selatan atau mencatatkan koreksi. Nah, berdasarkan laporan keuangan kuartal I-2019, rata-rata perusahaan tersebut membukukan pertumbuhan laba negatif 39% secara tahunan.

Bahkan ada yang berbalik rugi, yaitu PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Hingga kemarin, harga saham INCO mencatatkan koreksi 10,12% menjadi Rp 2.930.

Sementara itu, 22 emiten yang sepanjang tahun harga sahamnya menguat, tercatat membukukan pertumbuhan laba bersih positif dengan nilai rata-rata sebesar 22,38% secara tahunan.

Investasi di Saham, Cuan 8 Kali Lipat Dibanding Nabung!Dwi Ayuningtyas

Akan tetapi, sejatinya pertumbuhan laba yang fantastis bukan salah satu indikator yang cukup untuk menganalisa performa suatu emiten/saham. Salah satu metode yang cukup favorit digunakan pelaku pasar untuk mengukur kinerja saham adalah valuasi, yang diukur dengan price-earning-ratio (PER) dan price-book-value-ratio (PBV).

PER dihitung dengan membagi cara membagi harga saham saat ini dengan keuntungan tahunan per saham. Hasil perhitungan PER dapat diimplikasikan sebagai seberapa besar ekspektasi investor terhadap return (imbal hasil) emiten.

Namun, untuk menganalisis emiten keuangan, metode PER dianggap kurang sesuai oleh beberapa analis. Oleh karenanya alat ukur lain yang bisa digunakan adalah PBV. PBV dihitung dengan membagi harga saham dengan nilai buku ekuitas perusahaan.

Emiten dikatakan relatif mahal (overvalued) ketika PER atau PBV lebih besar dibanding PER atau PBV industri. Sebaliknya emiten disebut relatif murah (undervalued) ketika nilai PER atau PBV lebih rendah dibanding PER atau PBV industri.

Berdasarkan tabel di atas, maka emiten yang harga sahamnya relatif murah dan menarik untuk dikoleksi termasuk PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), PT Medco Energy Tbk (MEDC), dan PT Elnusa Tbk (ELSA).

Sementara emiten yang harga sahamnya relatif mahal diantaranya PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT XL Axiata Tbk (EXCL), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP).


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular