Asing Tahan Diri Beli Saham, IHSG Masih Betah di Zona Merah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 June 2019 11:43
Asing Tahan Diri Beli Saham, IHSG Masih Betah di Zona Merah
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Setengah jam menjelang perdagangan di sesi satu ditutup, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berkutat di zona merah. Hingga pukul 11:30 WIB, IHSG melemah 0,08% ke level 6.284,79. Sejatinya, IHSG sempat naik ke zona hijau pasca dibuka melemah tipis 0,04%, namun hal itu hanya berlangsung sesaat. Tak perlu waktu lama bagi IHSG untuk kembali ke zona merah.

Aksi jual yang dilakukan investor asing merupakan salah satu faktor yang membuat IHSG kesulitan pada hari ini, pasca kemarin (10/6/2019) melejit hingga 1,3%. Hingga berita ini diturunkan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 19,8 miliar di pasar saham tanah air (pasar reguler).

Sejatinya, sentimen yang menyelimuti perdagangan hari ini terbilang positif yang pada akhirnya membuat bursa saham utama kawasan Asia mampu melaju dengan nyaman di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,22%, indeks Shanghai naik 1,87%, indeks Hang Seng naik 0,76%, indeks Straits Times naik 0,48%, dan indeks Kospi naik 0,3%.

Sentimen positif yang dimaksud datang dari rilis data ekonomi yang menggembirakan. Kemarin, ekspor China periode Mei 2019 diumumkan tumbuh sebesar 1,1% secara tahunan. Walaupun tipis saja, capaian pada periode Mei jauh lebih baik ketimbang April kala ekspor jatuh sebesar 2,7% secara tahunan, serta lebih baik dari konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 3,8%, dilansir dari Trading Economics.

Terlepas dari perang dagang yang terus memanas dengan AS, ternyata ekspor China masih bisa dipacu untuk membukukan pertumbuhan.

Selain itu, optimisme bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini ikut membuat aksi beli dilakukan di bursa saham Asia.

Menjelang akhir pekan kemarin, penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian AS periode Mei 2019 diumumkan sebanyak 75.000 saja, jauh di bawah ekspektasi yang sebanyak 177.000, dilansir dari Forex Factory.

Lesunya penciptaan lapangan kerja tersebut lantas melengkapi komentar dovish yang sebelumnya dikatakan oleh Gubernur The Fed Jerome Powell. Powell kini memberi sinyal kuat bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipangkas dengan mengubah standar referensinya dari The Fed yang "sabar" dalam menentukan suku bunga menjadi bank sentral akan memperhatikan dampak perang dagang dan akan mengambil tindakan "yang sesuai".

"Kami tidak tahu bagaimana atau kapan isu-isu (perdagangan) ini akan terselesaikan," kata Powell, dilansir dari Reuters.

"Kami memantau dengan ketat dampak dari berbagai perkembangan ini terhadap proyeksi perekonomian AS dan, selalu, kami akan mengambil tindakan yang sesuai untuk mempertahankan pertumbuhan (ekonomi), dengan pasar tenaga kerja yang kuat dan inflasi yang ada di sekitar target simetris 2% kami," lanjutnya.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 10 Juni 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada tahun ini berada di level 35,7%, naik dari posisi sehari sebelumnya yang sebesar 32,6%. Pada bulan lalu, probabilitasnya hanya sebesar 17,7%. Sementara itu, peluang tingkat suku bunga acuan dipangkas masing-masing sebesar 75 dan 25 bps adalah sebesar 33% dan 15,7%.

Jika tingkat suku bunga acuan benar dipangkas nantinya, tingkat suku bunga kredit akan ikut melandai yang tentunya akan memberi insentif bagi dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, perekonomian AS bisa dipacu untuk melaju lebih kencang.

Mengingat posisi AS selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, kencangnya laju perekonomian AS tentu akan membawa dampak positif bagi negara-negara lain, termasuk negara-negara di kawasan Asia. Pelemahan rupiah menjadi faktor yang memantik aksi jual oleh investor asing di pasar saham tanah air. Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,09% di pasar spot ke level Rp 14.258/dolar AS.

Walaupun ada sentimen positif yang datang dari optimisme bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan, rupiah tetap melemah lantaran investor grogi dalam menantikan rilis data perdagangan internasional Indonesia periode Mei 2019 yang dijadwalkan pada hari Senin pekan depan (17/6/2019).

Wajar jika data ini membuat investor grogi. Pasalnya, neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 2,5 miliar pada April 2019. Berdasarkan data Refinitiv, defisit pada April 2019 merupakan yang terparah atau terdalam sepanjang sejarah Indonesia. Sebelumnya, defisit paling dalam tercatat senilai US$ 2,3 miliar dan terjadi pada Juli 2013.

Kalau neraca dagang (yang merupakan komponen dari transaksi berjalan) saja sudah membukukan defisit yang begitu dalam, tentu defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD akan sulit diredam. Sebagai informasi, CAD periode kuartal-I 2019 tercatat senilai US$ 7 miliar atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih dalam dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.

Jika defisit neraca dagang tak juga bisa diredam, CAD untuk keseluruhan tahun 2019 akan lebih dalam dibandingkan CAD untuk keseluruhan tahun 2018 yang sebesar 2,98% dari PDB.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa).

Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Jangan lupakan juga bahwa sepanjang bulan Juni (hingga penutupan perdagangan kemarin), rupiah sudah membukukan penguatan sebesar 0,18% di pasar spot, sehingga ruang bagi rupiah untuk terkoreksi tentu menjadi terbuka.

Pada akhirnya, pelemahan rupiah membuat investor asing menahan diri dari membawa masuk dananya ke pasar saham tanah air.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular