Saham Kapitalisasi Rp 100 T

Ada Sell In May, Kapitalisasi Bursa Menguap Rp 116 T

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
10 June 2019 16:37
Sebelum libur lebaran, terakhir kali IHSG diperdagangkan pada Jumat (31/5/2019) dengan kenaikan 1,72%.
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai diperdagangkan kembali selepas libur panjang Idul Fitri dan ditutup meguat naik 1,3%. Sebelum libur lebaran, terakhir kali IHSG diperdagangkan pada Jumat (31/5/2019) dengan kenaikan 1,72%.

Secara umum, sepanjang bulan Mei lalu kinerja IHSG bisa dikatakan anjlok, dengan akumulasi pelemahan mencapai 3,81%. Agaknya kalimat "sell in May and go away" berlaku untuk IHSG di bulan tersebut.

Akibat dari pelemahan yang terjadi, kapitalisasi pasar (market capitalization/market cap) IHSG sepanjang bulan Mei ikut menguap sebesar Rp 116 triliun. per akhir Mei kapitalisasi IHSG berada di angka Rp 7.072 triliun, turun dibandingkan kapitalisasi per 3 Mei pada angka Rp 7.188 triliun.

Nilai market cap berasal dari harga saham dikalikan dengan jumlah unit saham yang beredar di pasar. Saat ini, terdapat 633 emiten yang sahamnya terdaftar (listing) serta dapat diperjualbelikan secara umum di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Dari jumlah tersebut, hanya terdapat 10 emiten yang bisa dikatakan elit dengan kapitalisasi pasar di atas Rp 100 triliun. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) masih menjadi rajanya emiten dengan kapitalisasi Rp 717 triliun atau setara 10,32% dari bobot IHSG.

Kinerja dari harga saham BBCA memang sedang moncer, hari ini bahkan mencapai rekor harga tertingginya yang baru pada harga Rp 30.950/saham. Sejak awal tahun harga sahamnya bertumbuh sebesar 12,21%.

Kinerja tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan IHSG yang tumbuh hanya 1,53%. Pertumbuhan IHSG bisa dikatakan mewakili pertumbuhan saham-saham konstituen IHSG secara umum, sehingga wajar bobot BBCA semakin menggendut di atas 10%.

Berikut data dan kinerja emiten-emiten dengan market cap terbesar pada IHSG:


Sepanjang bulan kemarin, situasi tak menentu alias risiko yang bersumber dari kondisi perpolitikan dalam negeri yang kurang kondusif membuat investor menghindari instrumen berisiko seperti saham.

Pemilu di tingkat eksekutif dan legislatif telah selesai, namun belum benar-benar tuntas karena salah satu pihak mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda penetapan pemenang Pilpres periode 2019 - 2014.

Kondisi perekonomian global tidak kalah mengkhawatirkan, perkembangan hubungan geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dengan China tidak kalah mengkhawatirkan.

Pada tanggal 10 Mei Pemerintah AS secara resmi menaikkan bea impor dari China menjadi 25% terhadap US$ 200 miliar barang China. Tidak hanya itu, AS mengancam akan memungut bea masuk atas semua impor senilai US$ 300 miliar dari China yang belum dikenai pungutan.

Ketegangan antara Washington dan Beijing meningkat tajam bulan lalu setelah pemerintahan Trump menuduh China "mengingkari" janji untuk membuat perubahan struktural dalam praktik ekonominya.

China merespons langkah tersebut dengan menaikkan bea impor nya terhadap barang-barang AS senilai US$60 miliar yang sudah diberlakukan per 1 Juni atau awal bulan ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(yam/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular