
Selepas Libur, Investor Asing Borong Rp 340 M di Pasar Saham
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 June 2019 11:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Selepas menahan diri selama seminggu penuh lantaran perdagangan di bursa saham Tanah Air diliburkan, investor asing begitu gencar melakukan aksi beli (net buy) pada hari pertama ini, Senin (10/6/2019).
Hingga pukul 10:30 WIB, data perdagangan menunjukkan, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 340,1 miliar di pasar reguler. Aksi beli yang dilakukan investor asing memicu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melejit hingga 1,62% ke level 6.309,75.
Jika dirunut ke belakang, beli bersih yang dibukukan pada hari ini menandai beli bersih yang ke-3 secara beruntun sejak 29 Mei lalu.
Saham-saham yang banyak dikoleksi investor asing di pasar reguler pada hari ini di antaranya PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 129 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 96,6 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 58,5 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 38,4 miliar), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 13 miliar).
Investor asing langsung tancap gas melakukan aksi beli di pasar saham Indonesia pada hari ini, mengingat selama libur panjang guna memperingati Hari Raya Idul Fitri, sentimen positif terus mewarnai bursa saham global.
Sepanjang pekan lalu, indeks Nikkei naik 1,03%, indeks Shanghai naik 0,41%, indeks Hang Seng naik 1,92%, indeks Straits Times naik 0,77%, dan indeks Kospi juga naik 0,5%.
Beralih ke AS, sepanjang pekan lalu indeks Dow Jones meroket 4,71%, indeks S&P 500 melejit 4,41%, dan indeks Nasdaq Composite menguat 3,88%.
Optimisme bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini membuat aksi beli dilakukan di bursa saham global pada pekan kemarin.
Pada hari Selasa (4/6/2019) waktu setempat, Gubernur The Fed Jerome Powell memberi sinyal pemangkasan tingkat suku bunga acuan yakni dengan mengubah standar referensinya, dari The Fed yang "sabar" dalam menentukan suku bunga, menjadi The Fed akan memperhatikan dampak perang dagang dan akan mengambil tindakan "yang sesuai".
"Kami tidak tahu bagaimana atau kapan isu-isu (perdagangan) ini akan terselesaikan," kata Powell, dilansir dari Reuters.
"Kami memantau dengan ketat dampak dari berbagai perkembangan ini terhadap proyeksi perekonomian AS dan, selalu, kami akan mengambil tindakan yang sesuai untuk mempertahankan pertumbuhan (ekonomi), dengan pasar tenaga kerja yang kuat dan inflasi yang ada di sekitar target simetris 2% kami," lanjutnya.
Sebelumnya, Presiden The Fed St. Louis James Bullard mengatakan dalam sebuah pidato bahwa pemotongan tingkat suku bunga acuan mungkin perlu segera dilakukan.
Komentar dari Powell tersebut datang di saat yang begitu tepat. Pasalnya, melalui publikasi Global Economic Prospects edisi Juni 2019 yang dirilis pada Selasa malam waktu setempat, Bank Dunia mengafirmasi bahwa perekonomian AS akan menghadapi perlambatan yang signifikan.
Untuk tahun 2019, Bank Dunia masih memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5%, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Sebagai informasi, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9% pada tahun 2018, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
Jika tingkat suku bunga acuan benar dipangkas nantinya, tingkat suku bunga kredit akan ikut melandai yang tentunya akan memberi insentif bagi dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, perekonomian AS bisa dipacu untuk melaju lebih kencang.
Mengingat posisi AS selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, kencangnya laju perekonomian AS tentu akan membawa dampak positif bagi negara-negara lain, termasuk negara-negara di kawasan Asia.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Hingga pukul 10:30 WIB, data perdagangan menunjukkan, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 340,1 miliar di pasar reguler. Aksi beli yang dilakukan investor asing memicu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melejit hingga 1,62% ke level 6.309,75.
Jika dirunut ke belakang, beli bersih yang dibukukan pada hari ini menandai beli bersih yang ke-3 secara beruntun sejak 29 Mei lalu.
Saham-saham yang banyak dikoleksi investor asing di pasar reguler pada hari ini di antaranya PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 129 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 96,6 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 58,5 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 38,4 miliar), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 13 miliar).
Investor asing langsung tancap gas melakukan aksi beli di pasar saham Indonesia pada hari ini, mengingat selama libur panjang guna memperingati Hari Raya Idul Fitri, sentimen positif terus mewarnai bursa saham global.
Sepanjang pekan lalu, indeks Nikkei naik 1,03%, indeks Shanghai naik 0,41%, indeks Hang Seng naik 1,92%, indeks Straits Times naik 0,77%, dan indeks Kospi juga naik 0,5%.
Beralih ke AS, sepanjang pekan lalu indeks Dow Jones meroket 4,71%, indeks S&P 500 melejit 4,41%, dan indeks Nasdaq Composite menguat 3,88%.
Optimisme bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini membuat aksi beli dilakukan di bursa saham global pada pekan kemarin.
Pada hari Selasa (4/6/2019) waktu setempat, Gubernur The Fed Jerome Powell memberi sinyal pemangkasan tingkat suku bunga acuan yakni dengan mengubah standar referensinya, dari The Fed yang "sabar" dalam menentukan suku bunga, menjadi The Fed akan memperhatikan dampak perang dagang dan akan mengambil tindakan "yang sesuai".
"Kami tidak tahu bagaimana atau kapan isu-isu (perdagangan) ini akan terselesaikan," kata Powell, dilansir dari Reuters.
![]() |
"Kami memantau dengan ketat dampak dari berbagai perkembangan ini terhadap proyeksi perekonomian AS dan, selalu, kami akan mengambil tindakan yang sesuai untuk mempertahankan pertumbuhan (ekonomi), dengan pasar tenaga kerja yang kuat dan inflasi yang ada di sekitar target simetris 2% kami," lanjutnya.
Sebelumnya, Presiden The Fed St. Louis James Bullard mengatakan dalam sebuah pidato bahwa pemotongan tingkat suku bunga acuan mungkin perlu segera dilakukan.
Komentar dari Powell tersebut datang di saat yang begitu tepat. Pasalnya, melalui publikasi Global Economic Prospects edisi Juni 2019 yang dirilis pada Selasa malam waktu setempat, Bank Dunia mengafirmasi bahwa perekonomian AS akan menghadapi perlambatan yang signifikan.
Untuk tahun 2019, Bank Dunia masih memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5%, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Sebagai informasi, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9% pada tahun 2018, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
Jika tingkat suku bunga acuan benar dipangkas nantinya, tingkat suku bunga kredit akan ikut melandai yang tentunya akan memberi insentif bagi dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, perekonomian AS bisa dipacu untuk melaju lebih kencang.
Mengingat posisi AS selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, kencangnya laju perekonomian AS tentu akan membawa dampak positif bagi negara-negara lain, termasuk negara-negara di kawasan Asia.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Next Page
Rupiah Perkasa, Rugi Kurs Bisa Dihindari
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular