Euforia! Peringkat Utang RI Membaik, IHSG Melejit 1,72%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 May 2019 16:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengarungi perdagangan terakhir sebelum libur panjang hari raya Idul Fitri dengan begitu manis. Tak sekalipun merasakan pahitnya zona merah, IHSG ditutup melejit 1,72% per akhir sesi 2 ke level 6.209,12.
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 1,63%, indeks Shanghai turun 0,24%, indeks Hang Seng turun 0,79%, dan indeks Straits Times turun 0,88%.
Sentimen negatif bernama perang dagang menghantui jalannya perdagangan hari ini. Pertama, ada perang dagang AS-China. China kini semakin galak dalam menghadapi segala trik yang diambil AS dalam upayanya memenangkan perang dagang, seperti membatasi ruang gerak Huawei di AS.
China dengan tegas menyatakan siap jika harus menjalankan perang dagang dengan Negeri Adidaya.
"Kami menolak perang dagang, tetapi kami tidak takut untuk berperang. Provokasi yang dilakukan AS nyata-nyata adalah sebuah terorisme ekonomi, chauvinisme ekonomi, dan penindasan ekonomi," tegas Zhang Hanhui, Wakil Menteri Luar Negeri China, mengutip Reuters.
Kemudian, China juga kini diduga memiliki rencana baru dalam menghadapi AS. Seorang pejabat pemerintahan China memberikan pernyataan yang mengindikasikan bahwa China dapat menggunakan dominasinya atas kepemilikan tanah jarang (rare earth) sebagai senjata dalam melawan AS, dilansir dari CNBC International. Sebagai informasi, tanah jarang merupakan komponen yang sangat penting dalam membuat berbagai macam produk, salah satunya baterai.
"AS, jangan meremehkan serangan balasan China. Apakah rare earth menjadi senjata bagi China untuk balik menekan AS? Jawabannya tentu bukan sebuah misteri. Jangan bilang kami tidak memperingatkan Anda!" tulis tajuk People's Daily, harian terbitan Partai Komunis China.
Kedua, ada juga perang dagang AS-Meksiko yang bisa meletus dalam waktu dekat. Pasalnya, genderang perang dagang sudah ditabuh oleh AS. Pada hari Kamis (30/5/2019) malam waktu setempat atau Jumat pagi waktu Indonesia, Presiden AS Donald Trump berkicau di Twitter bahwa AS akan mengenakan bea masuk sebesar 5% bagi seluruh produk impor asal Meksiko per tanggal 10 Juni.
"Pada 10 Juni, Amerika Serikat akan mengenakan bea masuk 5% terhadap semua produk yang masuk ke negara kita dari Meksiko, sampai masuknya imigran ilegal dari Meksiko ke negara kita BERHENTI. Bea masuk akan naik secara bertahap hingga masalah imigran ilegal diselesaikan," tulisnya.
Meyusul cuitan Trump tersebut, Gedung Putih dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa bea masuk yang dikenakan terhadap seluruh produk impor asal Meksiko tersebut akan naik setiap satu bulan sekali hingga krisis imigran ilegal diselesaikan.
"Bea impor akan naik menjadi 15% pada 1 Agustus 2019, menjadi 20% pada 1 September 2019, dan menjadi 25% pada 1 Oktober 2019," tulis pernyataan resmi Gedung Putih.
Asal tahu saja, Meksiko merupakan negara sumber impor terbesar kedua bagi AS. Menurut data dari Kantor Perwakilan Dagang AS, AS mengimpor barang senilai US$ 346,5 miliar dari Meksiko pada tahun 2018, mengimplikasikan kenaikan sebesar 10,3% dibandingkan nilai tahun 2017, dilansir dari CNBC International. Impor barang dari Meksiko berkontribusi sebesar 13,6% dari total impor barang AS pada tahun lalu. Sentimen positif bagi bursa saham tanah air datang dari keputusan lembaga pemeringkat kenamaan dunia yakni Standard and Poor's (S&P) untuk menaikkan peringkat surat utang Indonesia.
"S&P menaikkan peringkat pemerintah Indonesia ke BBB dengan alasan prospek pertumbuhan yang kuat dan kebijakan fiskal yang prudent," tulis S&P dalam keterangan resminya yang dirilis pada hari ini, Jumat (31/5/2019).
Pada 31 Mei 2018 lalu, S&P sempat mengafirmasi peringkat surat utang jangka panjang Indonesia di level di BBB-. Sebagai informasi, level BBB- merupakan level terendah bagi surat utang yang masuk dalam kategori layak investasi (investment-grade).
Merespons keputusan S&P tersebut, sektor jasa keuangan melejit hingga 2,03%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar bagi penguatan IHSG.
Sektor jasa keuangan melejit seiring dengan aksi beli yang dilakukan investor atas saham-saham bank BUKU 4 (bank dengan modal inti di atas Rp 30 triliun): harga saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) meroket 4,06%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) melesat 3,07%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menguat 1,66%, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 1,39%.
Dengan dinaikannya peringkat surat utang, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia di pasar sekunder seharusnya akan bergerak turun. Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.
Penurunan yield akan membuat tekanan bagi bank BUKU 4 untuk mematok tingkat suku bunga deposito di level yang tinggi menjadi berkurang. Sepanjang kuartal pertama tahun ini, bank BUKU 4 menghadapi persaingan yang ketat dengan pemerintah Indonesia dalam menghimpun dana masyarakat lantaran yield obligasi pemerintah di pasar sekunder begitu tinggi.
Akibatnya, 3 dari 4 bank BUKU 4 yang disebutkan di atas yakni BBRI, BBNI, dan BMRI harus rela memangkas marjin bunga bersih/Net Interest Margin (NIM). Sebagai informasi, NIM merupakan selisih dari bunga yang didapatkan perbankan dengan bunga yang dibayarkan kepada nasabah, dibagi dengan total aset yang menghasilkan bunga. Semakin besar NIM, maka tingkat profitabilitas sebuah bank akan semakin besar.
Bahkan, tak berlebihan jika NIM dikatakan sebagai 'nyawa' dari operasional sebuah bank. Dengan NIM yang lebih besar, sebuah bank bisa mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi kala menyalurkan kredit dalam besaran yang sama.
Kini, dengan adanya harapan bahwa NIM dari bank BUKU 4 bisa dijaga di level yang relatif tinggi, aksi beli atas saham-saham bank BUKU 4 dilakukan investor. Investor asing memegang peranan penting dalam mendorong IHSG finis di zona hijau. Per akhir sesi 2, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 1,25 triliun di pasar reguler.
Kinclongnya kinerja rupiah sukses memantik aksi beli dari investor asing. Hingga sore hari, rupiah menguat 0,87% di pasar spot ke level Rp 14.270/dolar AS. Dinaikannya peringkat surat utang Indonesia direspons positif oleh mata uang Garuda.
Kala rupiah menguat, investor asing akan terhindar dari yang namanya kerguian kurs sehingga wajar jika aksi beli mereka lakukan di pasar saham tanah air.
Selain karena dinaikannya peringkat surat utang Indonesia, optimisme bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini ikut menjadi faktor yang membuat rupiah perkasa di hadapan greenback. Optimisme ini datang seiring dengan rilis data ekonomi AS yang relatif mengecewakan.
Kemarin, pembacaan kedua untuk angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal-I 2019 diumumkan di level 3,1% (quarterly annualized). Memang lebih tinggi dibandingkan konsensus yang dihimpun Dow Jones sebesar 3%, namun lebih rendah ketimbang angka pada pembacaan awal yang sebesar 3,2%.
Dengan adanya perlambatan ekonomi, muncul harapan bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 31 Mei 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini berada di level 31,5%. Untuk pemangkasan sebesar 50 bps, probabilitasnya bahkan mencapai 35,4%.
Sementara itu, probabilitas bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipertahan di level 2,25%-2,5% sepanjang tahun ini hanya sebesar 10,4%.
Saham-saham yang banyak dikoleksi investor asing pada hari ini di antaranya: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 223,8 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 154,2 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 143,8 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 139,5 miliar), dan PT Astra International Tbk/ASII (Rp 124,4 miliar).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article S&P Angkat Peringkat RI jadi BBB, IHSG Melesat 1,39%
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 1,63%, indeks Shanghai turun 0,24%, indeks Hang Seng turun 0,79%, dan indeks Straits Times turun 0,88%.
Sentimen negatif bernama perang dagang menghantui jalannya perdagangan hari ini. Pertama, ada perang dagang AS-China. China kini semakin galak dalam menghadapi segala trik yang diambil AS dalam upayanya memenangkan perang dagang, seperti membatasi ruang gerak Huawei di AS.
"Kami menolak perang dagang, tetapi kami tidak takut untuk berperang. Provokasi yang dilakukan AS nyata-nyata adalah sebuah terorisme ekonomi, chauvinisme ekonomi, dan penindasan ekonomi," tegas Zhang Hanhui, Wakil Menteri Luar Negeri China, mengutip Reuters.
Kemudian, China juga kini diduga memiliki rencana baru dalam menghadapi AS. Seorang pejabat pemerintahan China memberikan pernyataan yang mengindikasikan bahwa China dapat menggunakan dominasinya atas kepemilikan tanah jarang (rare earth) sebagai senjata dalam melawan AS, dilansir dari CNBC International. Sebagai informasi, tanah jarang merupakan komponen yang sangat penting dalam membuat berbagai macam produk, salah satunya baterai.
"AS, jangan meremehkan serangan balasan China. Apakah rare earth menjadi senjata bagi China untuk balik menekan AS? Jawabannya tentu bukan sebuah misteri. Jangan bilang kami tidak memperingatkan Anda!" tulis tajuk People's Daily, harian terbitan Partai Komunis China.
Kedua, ada juga perang dagang AS-Meksiko yang bisa meletus dalam waktu dekat. Pasalnya, genderang perang dagang sudah ditabuh oleh AS. Pada hari Kamis (30/5/2019) malam waktu setempat atau Jumat pagi waktu Indonesia, Presiden AS Donald Trump berkicau di Twitter bahwa AS akan mengenakan bea masuk sebesar 5% bagi seluruh produk impor asal Meksiko per tanggal 10 Juni.
"Pada 10 Juni, Amerika Serikat akan mengenakan bea masuk 5% terhadap semua produk yang masuk ke negara kita dari Meksiko, sampai masuknya imigran ilegal dari Meksiko ke negara kita BERHENTI. Bea masuk akan naik secara bertahap hingga masalah imigran ilegal diselesaikan," tulisnya.
Meyusul cuitan Trump tersebut, Gedung Putih dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa bea masuk yang dikenakan terhadap seluruh produk impor asal Meksiko tersebut akan naik setiap satu bulan sekali hingga krisis imigran ilegal diselesaikan.
"Bea impor akan naik menjadi 15% pada 1 Agustus 2019, menjadi 20% pada 1 September 2019, dan menjadi 25% pada 1 Oktober 2019," tulis pernyataan resmi Gedung Putih.
Asal tahu saja, Meksiko merupakan negara sumber impor terbesar kedua bagi AS. Menurut data dari Kantor Perwakilan Dagang AS, AS mengimpor barang senilai US$ 346,5 miliar dari Meksiko pada tahun 2018, mengimplikasikan kenaikan sebesar 10,3% dibandingkan nilai tahun 2017, dilansir dari CNBC International. Impor barang dari Meksiko berkontribusi sebesar 13,6% dari total impor barang AS pada tahun lalu. Sentimen positif bagi bursa saham tanah air datang dari keputusan lembaga pemeringkat kenamaan dunia yakni Standard and Poor's (S&P) untuk menaikkan peringkat surat utang Indonesia.
"S&P menaikkan peringkat pemerintah Indonesia ke BBB dengan alasan prospek pertumbuhan yang kuat dan kebijakan fiskal yang prudent," tulis S&P dalam keterangan resminya yang dirilis pada hari ini, Jumat (31/5/2019).
Pada 31 Mei 2018 lalu, S&P sempat mengafirmasi peringkat surat utang jangka panjang Indonesia di level di BBB-. Sebagai informasi, level BBB- merupakan level terendah bagi surat utang yang masuk dalam kategori layak investasi (investment-grade).
Merespons keputusan S&P tersebut, sektor jasa keuangan melejit hingga 2,03%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar bagi penguatan IHSG.
Sektor jasa keuangan melejit seiring dengan aksi beli yang dilakukan investor atas saham-saham bank BUKU 4 (bank dengan modal inti di atas Rp 30 triliun): harga saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) meroket 4,06%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) melesat 3,07%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menguat 1,66%, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 1,39%.
Dengan dinaikannya peringkat surat utang, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia di pasar sekunder seharusnya akan bergerak turun. Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.
Penurunan yield akan membuat tekanan bagi bank BUKU 4 untuk mematok tingkat suku bunga deposito di level yang tinggi menjadi berkurang. Sepanjang kuartal pertama tahun ini, bank BUKU 4 menghadapi persaingan yang ketat dengan pemerintah Indonesia dalam menghimpun dana masyarakat lantaran yield obligasi pemerintah di pasar sekunder begitu tinggi.
Akibatnya, 3 dari 4 bank BUKU 4 yang disebutkan di atas yakni BBRI, BBNI, dan BMRI harus rela memangkas marjin bunga bersih/Net Interest Margin (NIM). Sebagai informasi, NIM merupakan selisih dari bunga yang didapatkan perbankan dengan bunga yang dibayarkan kepada nasabah, dibagi dengan total aset yang menghasilkan bunga. Semakin besar NIM, maka tingkat profitabilitas sebuah bank akan semakin besar.
Bahkan, tak berlebihan jika NIM dikatakan sebagai 'nyawa' dari operasional sebuah bank. Dengan NIM yang lebih besar, sebuah bank bisa mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi kala menyalurkan kredit dalam besaran yang sama.
Kini, dengan adanya harapan bahwa NIM dari bank BUKU 4 bisa dijaga di level yang relatif tinggi, aksi beli atas saham-saham bank BUKU 4 dilakukan investor. Investor asing memegang peranan penting dalam mendorong IHSG finis di zona hijau. Per akhir sesi 2, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 1,25 triliun di pasar reguler.
Kinclongnya kinerja rupiah sukses memantik aksi beli dari investor asing. Hingga sore hari, rupiah menguat 0,87% di pasar spot ke level Rp 14.270/dolar AS. Dinaikannya peringkat surat utang Indonesia direspons positif oleh mata uang Garuda.
Kala rupiah menguat, investor asing akan terhindar dari yang namanya kerguian kurs sehingga wajar jika aksi beli mereka lakukan di pasar saham tanah air.
Selain karena dinaikannya peringkat surat utang Indonesia, optimisme bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini ikut menjadi faktor yang membuat rupiah perkasa di hadapan greenback. Optimisme ini datang seiring dengan rilis data ekonomi AS yang relatif mengecewakan.
Kemarin, pembacaan kedua untuk angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal-I 2019 diumumkan di level 3,1% (quarterly annualized). Memang lebih tinggi dibandingkan konsensus yang dihimpun Dow Jones sebesar 3%, namun lebih rendah ketimbang angka pada pembacaan awal yang sebesar 3,2%.
Dengan adanya perlambatan ekonomi, muncul harapan bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 31 Mei 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini berada di level 31,5%. Untuk pemangkasan sebesar 50 bps, probabilitasnya bahkan mencapai 35,4%.
Sementara itu, probabilitas bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipertahan di level 2,25%-2,5% sepanjang tahun ini hanya sebesar 10,4%.
Saham-saham yang banyak dikoleksi investor asing pada hari ini di antaranya: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 223,8 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 154,2 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 143,8 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 139,5 miliar), dan PT Astra International Tbk/ASII (Rp 124,4 miliar).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article S&P Angkat Peringkat RI jadi BBB, IHSG Melesat 1,39%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular