Permintaan Global Kian Lesu, Harga Batu Bara Makin Tertekan

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
31 May 2019 09:47
Harga batu bara masih lesu akibat permintaan dari China dan Jepang yang masih terbatas.
Foto: Doc.PTBA
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara masih lesu akibat permintaan dari China dan Jepang yang masih terbatas. Selain itu rencana pemerintah China untuk menurunkan harga batu bara acuan domestik membuat harga batu bara impor juga mendapat tekanan.

Pada perdagangan hari Kamis (30/5/2019), harga batu bara Newcastle kontrak pengiriman Mei di bursa Intercontinental Exchange (ICE) ditutup melemah 0,06% ke level US$ 83,4/metrik ton.

Pekan ini pun harga batu bara sedang pada jalur pelemahan mingguan sebesar 0,3% secara point-to-point.



Pekan lalu, inventori batu bara para enam pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) utama di China masih sebesar 16,7 juta ton atau lebih tinggi hingga 35% dibanding tahun sebelumnya.

Artinya, dalam waktu dekat, kemungkinan besar belum akan ada peningkatan permintaan batu bara dari China, membuat pasar batu bara impor cenderung lesu. Setidaknya dalam jangka pendek.

Sementara itu, impor batu bara Jepang pada bulan April hanya sebesar 15,2 juta ton atau turun hingga 3,5% dibanding bulan sebelumnya, berdasarkan data dari Kementerian Keuangan Jepang.

Dalam volume impor tersebut, 9 juta ton diantaranya merupakan batu bara asal Negeri Kanguru, yang artinya turun hingga 2,3% dibanding bulan sebelumnya.

China dan Jepang merupakan negara importir batu bara yang terbesar di dunia. Alhasil berkurangnya permintaan dari dua negara tersebut tentu saja akan membuat keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) akan terganggu dan membebani harga.

Terlebih beberapa waktu lalu, pemerintah China dikabarkan tengah mencari jalan untuk menurunkan hrga batu bara acuan domestik mernjadi di bawah CNY 600/metrik ton (US$ 87/metrik ton), berdasarkan keterangan sumber yang mengetahui masalah tersebut, mengutip Bloomberg.

National Development & Reform Commission (NDRC) membuat proposal tersebut setelah enam pembangkit listrik (PLTU) utama di China meminta bantuan kepada pemerintah untuk mengurangi biaya bahan baku demi menurunkan harga listrik untuk keperluan industri dan komersil sebesar 10% tahun ini.

Kabar ini menjadi pertanda bawha PLTU di China sedang berada di dalam tekanan dari biaya bahan baku yang tinggi dan rencana pemerintah untuk memangkas ongkos listrik.

Teranyar, hari ini Biro Statistik Nasional (National Bureau of Statistics/NBS) China merilis Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur periode Mei sebesar 49,4.

Angka tersebut lebih rendah dari prediksi konsensus 49,9, dan juga lebih rendah dari capaian bulan sebelumnya yaitu 50,1.

Sebagai informasi, angka PMI di atas 50 berarti sektor industri sedang mengalami perkembangan (ekspansi). Sebaliknya bila kurang dari 50 artinya mengalami kontraksi.

Gairah industri manufaktur akan sangat berpengaruh terhadap permintaan energi, yang sebagian besar masih berasal dari batu bara. Dengan begini, pelaku pasar semakin khawatir permintaan batu bara dari China selaku konsumen terbesar di dunia tidak tumbuh, atau bahkan menurun di tahun ini.
(taa/hps) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular