
Kalau Tak Ada Ini, PLN Rugi Hingga Rp 10 T di 2018
Dwi Ayuningtyas & Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
29 May 2019 17:00

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) hari ini baru saja mengumumkan kinerja keuangan tahun buku 2018 yang sangat fantastis, karena laba bersih perusahaan mampu melesat 162% atau hampir tiga kali lipat.
Sepanjang 2018, PLN berhasil mengantongi keuntungan hingga Rp 11,57 triliun atau naik 162,31% secara tahunan dibandingkan capaian laba bersih di 2017 yang tercatat sebesar Rp 4,41 triliun.
Uniknya, laba bersih meroket kala pendapatan perusahaan tumbuh relatif stagnan dengan hanya mencatatkan kenaikan 6,89% year-on-year (YoY) menjadi Rp 272,9 triliun dari sebelumnya Rp 255,3 triliun.
Jika ditilik lebih detil dari laporan keuangannya, Rabu (29/5/2019), khasiat laba bersih perusahaan ini berhasil meroket karena tahun lalu PLN menerima tambahan pemasukan yang tercatat di pos pendapatan kompensasi dan pos penghasilan lainnya.
Pendapatan kompensasi senilai Rp 23,17 triliun terkait penggantian biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik beberapa golongan pelanggan yang tarif penjualan tenaga listriknya lebih rendah, di mana selisih tersebut belum diperhitungkan dalam perolehan subsidi pemerintah.
Sementara itu, pos penghasilan lainnya melesat dari Rp 3,21 triliun di 2017 menjadi Rp 15,66 triliun tahun lalu, karena ada pembayaran piutang pemerintah sebesar Rp 7,46 triliun.
Sama halnya dengan pendapatan kompensasi, piutang pemerintah tersebut terkait dengan penggantian BPP yang belum diperhitungkan dalam subsidi listrik di 2017.
Selain itu, juga tercatat ada transaksi penyesuaian harga pembelian bahan bakar dan pelumas hingga Rp 4,04 triliun dari sebelumnya hanya sebesar Rp 688,33 miliar di 2017.
Di lain pihak, saat dihubungi awak media hari ini, Executive Vice President Keuangan PLN Sulistyo Biantoro, menyampaikan meroketnya laba PLN karena ada pengakuan piutang dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) kurang lebih sekitar Rp 6 triliun.
Piutang tersebut muncul karena perusahaan telah melakukan penyesuaian kontrak-kontrak terdahulu untuk mendapatkan harga terbaik.
"Setelah diskusi, PLN merasa kami bisa dapat yang lebih murah dong dengan transaksi yang sudah berjalan lama. Kan PLN dan PGN sudah lama kerja samanya cuma kesepakatan (penyesuaian kontraknya) baru disepakati sekarang," kata Sulistyo.
Dengan demikian, besar kemungkinan penyesuaian kontrak yang dimaksud Sulistyo tercatat dalam pendapatan kompensasi yang tercatat di laporan keuangan PLN. Nah, andai saja tidak ada pembayaran kompensasi dan pembayaran piutang pemerintah, alih-alih mencatatkan keuntungan, PLN justru akan tekor dan membukukan kerugian sebelum pajak hingga Rp 10,73 triliun.
Hal ini dikarenakan, sepanjang tahun lalu biaya bahan bakar terutama bahan bakar minyak (BBM) dan gas alam naik signifikan.
Biaya BBM melonjak 36,12% secara tahunan, dari Rp 23,32 triliun menjadi Rp 31,74 triliun. Sedangkan biaya gas alam naik 16,46% menjadi Rp 55,44 triliun dari sebelumnya senilai Rp 47,6 triliun.
Lebih lanjut, Sulistyo menyampaikan bahwa pembatasan harga batu bara membantu mendongkrak kinerja keuangan perusahaan. Akan tetapi, melansir laporan keuangan PLN, sejatinya beban batu bara yang dibukukan perusahaan tahun lalu meningkat 9,12% secara tahunan menjadi Rp 46,29 triliun.
Bisa disimpulkan, jika tidak ada pembatasan harga batu bara, maka kinerja perusahaan akan lebih buruk.
Sementara itu, kerugian kurs yang dicatatkan perusahaan tahun lalu bahkan lebih besar dibandingkan 2017, di mana nilainya naik 272,27% YoY menjadi Rp 10,93 triliun.
Dengan demikian, dari segi operasional tahun lalu, perusahaan sejatinya belum membukukan kinerja yang memuaskan. Performa PLN tertolong dengan adanya pengakuan dan atau pembayaran piutang dari penggantian BPP.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa) Next Article Zulkifli Zaini Mundur Dari Jabatan Komisaris Independen Bank
Sepanjang 2018, PLN berhasil mengantongi keuntungan hingga Rp 11,57 triliun atau naik 162,31% secara tahunan dibandingkan capaian laba bersih di 2017 yang tercatat sebesar Rp 4,41 triliun.
Uniknya, laba bersih meroket kala pendapatan perusahaan tumbuh relatif stagnan dengan hanya mencatatkan kenaikan 6,89% year-on-year (YoY) menjadi Rp 272,9 triliun dari sebelumnya Rp 255,3 triliun.
Pendapatan kompensasi senilai Rp 23,17 triliun terkait penggantian biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik beberapa golongan pelanggan yang tarif penjualan tenaga listriknya lebih rendah, di mana selisih tersebut belum diperhitungkan dalam perolehan subsidi pemerintah.
Sementara itu, pos penghasilan lainnya melesat dari Rp 3,21 triliun di 2017 menjadi Rp 15,66 triliun tahun lalu, karena ada pembayaran piutang pemerintah sebesar Rp 7,46 triliun.
Sama halnya dengan pendapatan kompensasi, piutang pemerintah tersebut terkait dengan penggantian BPP yang belum diperhitungkan dalam subsidi listrik di 2017.
Selain itu, juga tercatat ada transaksi penyesuaian harga pembelian bahan bakar dan pelumas hingga Rp 4,04 triliun dari sebelumnya hanya sebesar Rp 688,33 miliar di 2017.
Di lain pihak, saat dihubungi awak media hari ini, Executive Vice President Keuangan PLN Sulistyo Biantoro, menyampaikan meroketnya laba PLN karena ada pengakuan piutang dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) kurang lebih sekitar Rp 6 triliun.
Piutang tersebut muncul karena perusahaan telah melakukan penyesuaian kontrak-kontrak terdahulu untuk mendapatkan harga terbaik.
"Setelah diskusi, PLN merasa kami bisa dapat yang lebih murah dong dengan transaksi yang sudah berjalan lama. Kan PLN dan PGN sudah lama kerja samanya cuma kesepakatan (penyesuaian kontraknya) baru disepakati sekarang," kata Sulistyo.
Dengan demikian, besar kemungkinan penyesuaian kontrak yang dimaksud Sulistyo tercatat dalam pendapatan kompensasi yang tercatat di laporan keuangan PLN. Nah, andai saja tidak ada pembayaran kompensasi dan pembayaran piutang pemerintah, alih-alih mencatatkan keuntungan, PLN justru akan tekor dan membukukan kerugian sebelum pajak hingga Rp 10,73 triliun.
Hal ini dikarenakan, sepanjang tahun lalu biaya bahan bakar terutama bahan bakar minyak (BBM) dan gas alam naik signifikan.
Biaya BBM melonjak 36,12% secara tahunan, dari Rp 23,32 triliun menjadi Rp 31,74 triliun. Sedangkan biaya gas alam naik 16,46% menjadi Rp 55,44 triliun dari sebelumnya senilai Rp 47,6 triliun.
Lebih lanjut, Sulistyo menyampaikan bahwa pembatasan harga batu bara membantu mendongkrak kinerja keuangan perusahaan. Akan tetapi, melansir laporan keuangan PLN, sejatinya beban batu bara yang dibukukan perusahaan tahun lalu meningkat 9,12% secara tahunan menjadi Rp 46,29 triliun.
Bisa disimpulkan, jika tidak ada pembatasan harga batu bara, maka kinerja perusahaan akan lebih buruk.
Sementara itu, kerugian kurs yang dicatatkan perusahaan tahun lalu bahkan lebih besar dibandingkan 2017, di mana nilainya naik 272,27% YoY menjadi Rp 10,93 triliun.
Dengan demikian, dari segi operasional tahun lalu, perusahaan sejatinya belum membukukan kinerja yang memuaskan. Performa PLN tertolong dengan adanya pengakuan dan atau pembayaran piutang dari penggantian BPP.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa) Next Article Zulkifli Zaini Mundur Dari Jabatan Komisaris Independen Bank
Most Popular