Rupiah Loyo di Kurs Tengah BI, Terlemah Kedua Asia di Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 May 2019 10:32
Rupiah Loyo di Kurs Tengah BI, Terlemah Kedua Asia di Spot
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah juga bernasib sama di perdagangan pasar spot. 

Pada Rabu (29/5/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar/Jisdor berada di Rp 14.417. Rupiah melemah 0,26% dibandingkan posisi perdagangan hari sebelumnya. 

Ini menjadi pelemahan dua hari beruntun bagi rupiah di kurs tengah BI. Dalam dua hari ini, depresiasi rupiah tercatat 0,39%. 

Sedangkan di perdagangan pasar spot, rupiah juga merana. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.415. Rupiah melemah 0,31% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan, rupiah bahkan semakin melemah. Pada pukul 10:13 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.425 di mana rupiah melemah 0,38%. 


Pelemahan rupiah di pasar spot terasa wajar karena mayoritas mata uang utama Asia juga terdepresiasi. Namun pelemahan 0,38% membuat rupiah menjadi salah satu mata uang terlemah di Benua Kuning.  

Rupiah menempati posisi kedua dari bawah di klasemen mata uang Asia, hanya lebih baik ketimbang won Korea Selatan. Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:16 WIB: 

 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Rilis data teranyar di Negeri Paman Sam menjadi suntikan adrenalin bagi dolar AS. Pada Mei, Indeks Keyakinan Konsumen di AS versi Conference Board tercatat 134,1. Naik 4,9 poin dibandingkan posisi bulan sebelumnya dan mencapai posisi tertinggi sejak November 2018. 

Artinya, konsumen AS masih optimistis menatap masa depan. Konsumen masih berencana untuk meningkatkan belanja, yang bakal menjadi fondasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). 

Konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 70% dalam pembentukan PDB di Negeri Adidaya. Oleh karena itu, AS masih punya harapan ekonomi bakal tumbuh kencang seiring kuatnya konsumsi rumah tangga. 

Ini membuat dolar AS punya harapan. Bisa saja The Federal Reserve/The Fed tidak jadi menurunkan suku bunga acuan tahun ini, seperti yang diprediksi pelaku pasar.  

Suku bunga acuan bertahan di kisaran 2,25-2,5% sudah menjadi berkah buat dolar AS. Tidak bisa lagi mengharapkan Jerome 'Jay' Powell dan kolega untuk menaikkan Federal Funds Rate seperti tahun lalu yang mencapai empat kali. 

Jadi berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS (terutama di aset berpendapatan tetap seperti obligasi) akan tetap menguntungkan. Ini juga yang membuat dolar AS kebanjiran permintaan. 

Selain itu, investor juga berpaling ke dolar AS karena ketidakpastian baru di Eropa. Setelah menuntaskan pemilihan parlemen, kini Eropa sedang bersiap untuk mengisi pos-pos krusial termasuk gubernur Bank Sentral Uni Eropa (ECB). 

Namun proses tersebut sepertinya tidak akan mulus. Poros kiri-tengah dan kanan-tengah yang selama ini dominan di Brussel mendapat penantang baru yaitu kekuatan nasionalis-populis yang berhaluan agak ke kanan.  

Ini karena hasil pemilihan parlemen Uni Eropa menempatkan poros nasionalis-populis ke posisi strategis. European Conservatives and Reformist Group (ECR), Europe Freedom and Direct Democracy Group (EFDD), serta Europe of Nations and Freedom (ENF) masing-masing memperoleh suara 8,39%, 7,19%, dan 7,72%. Total suara tiga gerakan sayap kanan ini adalah 23,3%, jumlah yang bisa menentukan arah penentuan kebijakan. 

"Hasil pemilihan parlemen di Eropa menciptakan instabilitas politik. Ini menjadi faktor penekan mata uang euro," kata Nick Twidale, Chief Operating Officer di Rakuten Securities yang berbasis di Sydney, mengutip Reuters. 

Dua faktor ini membuat investor memilih dolar AS, yang bagaimana pun masih menggenggam status sebagai aset aman (safe haven asset). Arus modal yang berkerumun di sekitar dolar AS membuat mata uang ini menguat, dan melemahkan mata uang lainnya termasuk rupiah. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular