
Inventori PLTU China Membludak, Harga Batu Bara Sulit Naik
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
28 May 2019 10:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara Newcastle kontrak pengiriman Mei di bursa Intercontinental Exchange (ICE) ditutup stagnan di posisi US$ 83,65/metrik ton pada perdagangan Senin (27/5/2019). Stagnansi harga terjadi setelah sebelumnya melemah 0,12% pada akhir pekan lalu (24/5/2019).
Faktor fundamental memang masih belum banyak mendukung harga batu bara saat ini.
Pasalnya inventori batu bara di enam pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) utama China masih tinggi, bahkan meningkat. Pada minggu yang berakhir pada 17 Mei 2019, stok batu bara di enam PLTU utama China mencapai 16,4 juta ton atau 27% lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Itu berarti tidak akan ada lonjakan permintaan dalam waktu dekat. Hal ini diduga karena produksi batu bara domestik yang telah kembali meningkat.
Sebelumnya, tambang-tambang di provinsi Shaanxi (wilayah penghasil batu bara terbesar ketiga di China), sempat ditutup setelah terjadi kecelakaan yang menewaskan 21 orang pekerja.
Akibat kecelakaan tersebut, otoritas setempat menutup hampir seluruh tambang-tambang di provinsi Shaanxi untuk melakukan inspeksi keselamatan.
Alhasil produksi batu bara domestik di China akan seret dan memberi peluang bagi batu bara impor untuk mendapatkan tempat.
Akan tetapi beberapa minggu lalu sebagian besar, tambang-tambang yang sempat ditutup tersebut sudah kembali beroperasi. Alhasil pasokan domestik kembali meningkat.
Selain itu, pelaku pasar ternyata masih melihat pengetatan impor batu bara Australia yang dilakukan pemerintah China masih berlangsung.
Padahal sebelumnya pelaku pasar memprediksi pengetatan hanya akan berlangsung hingga bulan Mei. Bahkan setelah pemilu Australia memenangkan Scott Morrison, batu bara asal Australia masih dipersulit untuk masuk.
Sebagai informasi, sudah sejak awal tahun 2019, bea cukai di pelabuhan China memperpanjang waktu pemeriksaan (custom clearance) dari yang semula 20 hari menjadi 40 hari.
Dengan begitu, daya tarik kontrak batu bara Australia, yang seringkali dijadikan acuan harga batu bara impor (seaborne) menjadi kurang menarik bagi pelaku pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Faktor fundamental memang masih belum banyak mendukung harga batu bara saat ini.
Pasalnya inventori batu bara di enam pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) utama China masih tinggi, bahkan meningkat. Pada minggu yang berakhir pada 17 Mei 2019, stok batu bara di enam PLTU utama China mencapai 16,4 juta ton atau 27% lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Itu berarti tidak akan ada lonjakan permintaan dalam waktu dekat. Hal ini diduga karena produksi batu bara domestik yang telah kembali meningkat.
Sebelumnya, tambang-tambang di provinsi Shaanxi (wilayah penghasil batu bara terbesar ketiga di China), sempat ditutup setelah terjadi kecelakaan yang menewaskan 21 orang pekerja.
Akibat kecelakaan tersebut, otoritas setempat menutup hampir seluruh tambang-tambang di provinsi Shaanxi untuk melakukan inspeksi keselamatan.
Alhasil produksi batu bara domestik di China akan seret dan memberi peluang bagi batu bara impor untuk mendapatkan tempat.
Akan tetapi beberapa minggu lalu sebagian besar, tambang-tambang yang sempat ditutup tersebut sudah kembali beroperasi. Alhasil pasokan domestik kembali meningkat.
Selain itu, pelaku pasar ternyata masih melihat pengetatan impor batu bara Australia yang dilakukan pemerintah China masih berlangsung.
Padahal sebelumnya pelaku pasar memprediksi pengetatan hanya akan berlangsung hingga bulan Mei. Bahkan setelah pemilu Australia memenangkan Scott Morrison, batu bara asal Australia masih dipersulit untuk masuk.
Sebagai informasi, sudah sejak awal tahun 2019, bea cukai di pelabuhan China memperpanjang waktu pemeriksaan (custom clearance) dari yang semula 20 hari menjadi 40 hari.
Dengan begitu, daya tarik kontrak batu bara Australia, yang seringkali dijadikan acuan harga batu bara impor (seaborne) menjadi kurang menarik bagi pelaku pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Most Popular