Duet Maut Penguatan Dolar AS dan Harga Minyak Meneror Rupiah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 May 2019 09:16
Rupiah tidak mampu membendung gempuran penguatan dolar AS dan kenaikan harga minyak.
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sudah tidak menguat di perdagangan pasar spot. Rupiah tidak mampu membendung gempuran penguatan dolar AS dan kenaikan harga minyak. 

Pada Selasa (28/5/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.375. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. Stagnan saja. 

Padahal kala pembukaan pasar, rupiah masih mampu menguat 0,1%. Penguatan itu cukup untuk membawa rupiah menjadi yang terbaik di Asia. 


Namun rupiah tidak mampu bertahan lama di zona hijau. Apresiasi rupiah menipis dan akhirnya habis, meski belum masuk ke zona merah. 

Memang sulit bagi mata uang Tanah Air untuk terus menguat. Sebelumnya, rupiah sudah menguat selama tiga hari beruntun. Dalam periode tersebut, apresiasi rupiah hampir menyentuh 1%. 

Penguatan yang sudah lumayan tajam ini membuat rupiah rentan terserang ambil untung (profit taking). Investor yang sudah mendapat cuan yang lumayan akan tergoda mencairkannya. Rupiah mengalami tekanan jual dan sulit menguat. 

Sementara dari sisi eksternal, ada duet maut yang sulit diredam. Seperti Mohamed Salah dan Sadio Mane yang meneror gawang lawan di Inggris dan Eropa, rupiah kesulitan menjaga duet maut penguatan dolar AS dan kenaikan harga minyak. 


Pada pukul 09:01 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,2%. Berkebalikan dengan rupiah, dolar AS punya peluang yang lebih tinggi untuk menguat. 

Sebab dalam sepekan terakhir koreksi Dollar Index sudah mencapai 0,27%. Lalu selama sebulan ke belakang, indeks ini melemah 0,21%.

Dolar AS kini sudah relatif lebih murah. Investor pun mulai tergiur dan melakukan aksi borong, yang menguatkan nilai tukar mata uang Negeri Paman Sam.
 

Kemudian harga minyak dunia pagi tadi sempat naik di kisaran 1%. Penyebabnya adalah tensi yang meninggi di Timur Tengah.  


AS mengumumkan bakal mengirim 1.500 prajurit ke Timur Tengah untuk mengantisipasi serangan Iran. Pesawat bomber B-52 juga akan diterbangkan ke Timur Tengah 

"Kalau AS dan kliennya tidak merasa aman, itu karena mereka tidak disukai oleh orang-orang di kawasan ini. Menyalahkan Iran tidak akan mengubah keadaan," sebut Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran, melalui cuitan di Twitter. 

Mungkin wajar kalau AS begitu menjaga Timur Tengah, karena seperti kata Zarif, ada klien mereka di sana. Trump baru saja merestui penjualan senjata bernilai lebih dari US$ 8 miliar kepada Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Kebijakan itu dilakukan tanpa persetujuan Kongres. 

Tensi yang meninggi di Timur Tengah dikhawatirkan terus tereskalasi dan berujung pada agresi militer alias perang. Amit-amit, jangan sampai terjadi.

Namun kalau sampai kejadian, maka pasokan minyak akan terhambat karena Timur Tengah adalah kawasan penghasil minyak terbesar di dunia. Tidak heran harga minyak naik lumayan tajam.
 

Kenaikan harga minyak bukan kabar baik buat rupiah. Sebab Indonesia adalah negara net importir minyak, yang suka tidak suka harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

Saat harga minyak naik, maka biaya importasi komoditas ini akan semakin mahal. Akibatnya beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan menjadi bertambah berat. Tanpa sokongan devisa yang memadai dari sektor perdagangan, rupiah menjadi rapuh dan rentan melemah. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular