Jepang 'Masuk Angin', Rupiah Masih Dekat dengan Zona Merah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 May 2019 12:24
Jepang 'Masuk Angin', Rupiah Masih Dekat dengan Zona Merah
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menguat di perdagangan spot hari ini. Namun apresiasi rupiah semakin tipis, bahkan dekat dengan area depresiasi. 

Pada Senin (27/5/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.380. Rupiah menguat 0,03% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Padahal penguatan rupiah sempat lebih meyakinkan dari itu, nyaris menyentuh 0,3%. Namun rupiah mengendur, dan kini begitu dekat dengan zona merah. Lengah sedikit, bukan tidak mungkin rupiah melemah.


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah hingga tengah hari ini:
 

 

Faktor domestik dan eksternal sepertinya sama-sama memainkan peran dalam berkurangnya apresiasi rupiah. Dari dalam negeri, rupiah terus menguat dalam dua hari perdagangan terakhir.

Tidak tanggung-tanggung, penguatan rupiah dalam dua hari tersebut mencapai 0,93%. Hampir 1%.
 Dalam dua hari tersebut, rupiah bahkan menjadi mata uang terbaik di Asia.


Jadi tidak heran posisi rupiah rawan digoyang. Penguatan yang sudah lumayan tajam menggoda investor untuk mencairkan keuntungan.
 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sementara dari sisi eksternal, ada rilis data ekonomi yang kurang oke dari China. Pada April 2019, keuntungan perusahaan manufaktur di Negeri Tirai Bambu turun 3,7% dibandingkan posisi yang tahun sebelumnya. Pada Maret, perusahaan manufaktur di China masih membukukan kenaikan laba 13,9% year-on-year (YoY). 

Sementara pada Januari-April, keuntungan minus 3,4% YoY. Lebih dalam ketimbang posisi Januari-Maret yaitu minus 3,3% YoY. 

Sepetinya aura perlambatan ekonomi di Negeri Panda semakin terlihat. Meski pemerintah dan bank sentral berkomitmen menjaga laju pertumbuhan ekonomi, perlambatan tidak bisa terhindarkan. 

Untuk 2019, pemerintah China menargetkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 6-6,5%. Melambat dibandingkan 2018 yaitu 6,6%. Padahal pertumbuhan 6,6% sudah merupakan yang terlemah sejak 1990. 

Kemudian, ada tanda-tanda perang dagang AS-China melebar dan menyeret negara lain. AS mulai mengumpulkan para sekutunya untuk bersatu menekan China. 

Sejak akhir pekan lalu, Presiden AS Donald Trump berkunjung ke Jepang. Eks pembawa acara reality show The Apprentice itu akan bertemu dan berdialog dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. 


Sebelum dialog dimulai, Jepang memberi 'kado' buat AS. Mengutip Reuters, pemerintah Jepang berencana untuk membatasi kepemilikan asing di perusahaan teknologi. Aturan ini mulai berlaku 1 Agustus mendatang. 

Sebuah langkah yang tidak bisa dinafikan menyasar China. Sulit mengatakan kebijakan ini kebetulan semata, apalagi diumumkan tepat saat kedatangan Trump.  

Apakah Jepang 'masuk angin'? Entah, tetapi kemungkinan itu tidak bisa dikesampingkan. 

Isu teknologi memang menjadi salah satu sorotan dalam friksi AS-China. Bahkan Washington telah memasukkan raksasa teknologi China, Huawei, ke daftar hitam karena dianggap mengancam keamanan dan kepentingan nasional. 

"Berdasarkan pentingnya menjaga keamanan siber, kami memutuskan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Termasuk di bidang industri IC (Intergrated Circuit) untuk mencegah terancamnya keamanan nasional Jepang," sebut pernyataan resmi pemerintah Negeri Tirai Bambu, mengutip Reuters. 

Perang dagang AS-China yang melebar dan kini bisa menyeret Jepang bisa jadi membuat investor cemas. Kala dua kekuatan ekonomi terbesar di planet bumi saling hambat, maka yang namanya rantai pasok global akan ikut tersendat. Akibatnya arus perdagangan dan investasi menurun, dan perlambatan ekonomi global tidak bisa dihindari.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular