
AS-China Tak Ada Tanda Damai, Bursa Asia Ditutup Bervariatif
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
24 May 2019 17:24

Jakarta, CNBC Indonesia -Â Bursa saham utama kawasan Asia ditutup bervariatif pada perdagangan akhir pekan, Jumat (24/5/2019).
Indeks Kospi anjlok 0,69%, indeks Nikkei terkoreksi 0,16%, indeks Straits Times menguat 0,29%, indeks Hang Seng naik 0,32%, indeks Shanghai naik terbatas 0,02%.
Pada dasarnya, hawa mendung masih mendominasi sentimen bursa saham global karena kekhawatiran atas perseteruan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang bukannya mendingin, malah semakin memanas.
Pekan lalu, Departemen Perdagangan AS memutuskan memasukkan Huawei (perusahaan teknologi asal China) ke 'Daftar Entitas' karena dianggap membahayakan keamanan dan kepentingan nasional. Presiden AS Donald Trump juga menyebut raksasa telekomunikasi China itu "sangat berbahaya", dilansir Reuters.
"Perusahaan tersebut (Huawei) tidak hanya terkait dengan pemerintah China, tetapi juga Partai Komunis China. Dengan jaringan yang mereka miliki, informasi yang ada di AS berada dalam risiko," ujar Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, mengutip Reuters.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lu Kang mengecam pernyataan Pompeo karena telah mengarang rumor terkait hubungan Huawei dengan pemerintah China.
"Baru-baru ini, beberapa politisi AS terus menerus mengarang rumor tentang Huawei tetapi tidak pernah menghasilkan bukti yang jelas yang telah diminta China," ujar Lu dilansir Reuters.
Lebih lanjut, sebelumnya juru bicara Kementerian Perdagangan Negeri Tiongkok Gao Feng juga menunjukkan nada galak terhadap sikap AS pada perusahaan milik China belakangan ini.
"Jika AS ingin melanjutkan perundingan dagang, maka mereka harus tulus dan memperbaiki kesalahannya. Negosiasi hanya bisa berlanjut bila didasari kesamaan dan saling menghormati. Kami memantau perkembangan terkini dan siap melakukan langkah-langkah yang diperlukan," tegas Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, mengutip Reuters.
Di lain pihak, Washington tampaknya akan menyulut perseteruan baru dengan dengan negara lain. Departemen Perdagangan AS mengatakan pada Kamis (23/4/2019) bahwa pihaknya telah mengusulkan aturan baru untuk mengenakan bea anti subsidi pada produk-produk dari negara-negara yang dianggap dituding memanipulasi mata uang.
Aturan baru tersebut dapat mengakibatkan barang impor dari negara yang dianggap memanipulasi mata uangnya dikenakan tarif yang lebih besar. Negara-negara tersebut termasuk Jepang, Korea Selatan, India, Jerman, Swiss, dan tidak luput juga China.
Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross menyampaikan aturan ini memberitahu eksportir asing bahwa AS dapat membalas subsidi mata uang yang dianggap merugikan industri domestik, dilansir CNBC International.
"Negara-negara asing tidak akan lagi dapat menggunakan kebijakan mata uang untuk merugikan pekerja dan bisnis Amerika, " ujarnya.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi
Indeks Kospi anjlok 0,69%, indeks Nikkei terkoreksi 0,16%, indeks Straits Times menguat 0,29%, indeks Hang Seng naik 0,32%, indeks Shanghai naik terbatas 0,02%.
Pada dasarnya, hawa mendung masih mendominasi sentimen bursa saham global karena kekhawatiran atas perseteruan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang bukannya mendingin, malah semakin memanas.
"Perusahaan tersebut (Huawei) tidak hanya terkait dengan pemerintah China, tetapi juga Partai Komunis China. Dengan jaringan yang mereka miliki, informasi yang ada di AS berada dalam risiko," ujar Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, mengutip Reuters.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lu Kang mengecam pernyataan Pompeo karena telah mengarang rumor terkait hubungan Huawei dengan pemerintah China.
"Baru-baru ini, beberapa politisi AS terus menerus mengarang rumor tentang Huawei tetapi tidak pernah menghasilkan bukti yang jelas yang telah diminta China," ujar Lu dilansir Reuters.
Lebih lanjut, sebelumnya juru bicara Kementerian Perdagangan Negeri Tiongkok Gao Feng juga menunjukkan nada galak terhadap sikap AS pada perusahaan milik China belakangan ini.
"Jika AS ingin melanjutkan perundingan dagang, maka mereka harus tulus dan memperbaiki kesalahannya. Negosiasi hanya bisa berlanjut bila didasari kesamaan dan saling menghormati. Kami memantau perkembangan terkini dan siap melakukan langkah-langkah yang diperlukan," tegas Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, mengutip Reuters.
Di lain pihak, Washington tampaknya akan menyulut perseteruan baru dengan dengan negara lain. Departemen Perdagangan AS mengatakan pada Kamis (23/4/2019) bahwa pihaknya telah mengusulkan aturan baru untuk mengenakan bea anti subsidi pada produk-produk dari negara-negara yang dianggap dituding memanipulasi mata uang.
Aturan baru tersebut dapat mengakibatkan barang impor dari negara yang dianggap memanipulasi mata uangnya dikenakan tarif yang lebih besar. Negara-negara tersebut termasuk Jepang, Korea Selatan, India, Jerman, Swiss, dan tidak luput juga China.
Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross menyampaikan aturan ini memberitahu eksportir asing bahwa AS dapat membalas subsidi mata uang yang dianggap merugikan industri domestik, dilansir CNBC International.
"Negara-negara asing tidak akan lagi dapat menggunakan kebijakan mata uang untuk merugikan pekerja dan bisnis Amerika, " ujarnya.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular