
Permintaan Lesu, Pasokan Naik, Harga Batu Bara Mudah Ditebak
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
22 May 2019 11:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara acuan Newcastle kontrak pengiriman Mei di bursa Intercontinental Exchange (ICE) ditutup stagnan di posisi US$ 83,85 pada perdagangan hari Selasa (21/5/2019) kemarin.
Ini artinya sudah 9 hari beruntun harga batu bara tak pernah menguat sedikitpun. Pun stagnan adalah prestasi terbaik batu bara pada periode yang sama.
Permintaan yang masih tetap lemah di China membuat harga batu bara impor (seaborne) masih berada dalam tekanan kuat. Analis masih melihat stok batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) utama China masih tinggi.
Inventori batu bara pada enam PLTU utama China pada minggu yang berakhir pada 17 Mei 2019 naik 6,1% dibanding minggu sebelumnya ke posisi 16,4 juta ton.
Hal itu tentu saja membuat pembelian agak lesu dalam jangka waktu dekat.
China yang merupakan konsumen batu bara utama akan sangat mempengaruhi permintaan pasar global.
Bahkan ini terjadi di saat pasokan batu bara domestik di China juga diperkirakan meningkat dalam waktu dekat.
Pasalnya, sebagian besar tambang-tambang batu bara di provinsi Shaanxi sudah kembali beroperasi secara penuh. Tambang-tambang tersebut sempat ditutup untuk sementara waktu karena harus dilakukan inspeksi keselamatan oleh otoritas setempat.
Inspeksi keselamatan tersebut dilakukan menyusul terjadinya kecelakaan yang terjadi pada salah satu tambang di Shaanxi pada Januari silam. Bahkan kecelakaan tersebut menewaskan 21 orang.
Provinsi Shaanxi juga merupakan wilayah produsen batu bara terbesar ketiga di daratan China, yang akan menyumbangkan pasokan sangat signifikan.
Parahnya lagi, tekanan terhadap harga batu bara juga disumbang oleh perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang semakin memanas.
Pekan lalu China menetapkan tarif baru dengan kisaran 5%-25% bagi produk produk asal AS yang senilai US$ 60 miliar. Langkah tersebut menjadi balasan atas tarif 25% yang diberlakukan AS terhadap produk-produk China senilai US$ 200 miliar.
Artinya, tahun ini perang dagang jilid II akan kembali berkecamuk. Dampaknya, perlambatan ekonomi global yang sudah terjadi sejak tahun lalu akan semakin parah.
Kala ekonomi dunia melambat, maka pertumbuhan permintaan energi juga akan turun, atau bahkan terkontraksi. Terlebih saat ini sebagian besar energi listrik yang dihasilkan di China dan negara-negara Asia lain masih dibangkitkan oleh batu bara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Ini artinya sudah 9 hari beruntun harga batu bara tak pernah menguat sedikitpun. Pun stagnan adalah prestasi terbaik batu bara pada periode yang sama.
Inventori batu bara pada enam PLTU utama China pada minggu yang berakhir pada 17 Mei 2019 naik 6,1% dibanding minggu sebelumnya ke posisi 16,4 juta ton.
Hal itu tentu saja membuat pembelian agak lesu dalam jangka waktu dekat.
China yang merupakan konsumen batu bara utama akan sangat mempengaruhi permintaan pasar global.
Bahkan ini terjadi di saat pasokan batu bara domestik di China juga diperkirakan meningkat dalam waktu dekat.
Pasalnya, sebagian besar tambang-tambang batu bara di provinsi Shaanxi sudah kembali beroperasi secara penuh. Tambang-tambang tersebut sempat ditutup untuk sementara waktu karena harus dilakukan inspeksi keselamatan oleh otoritas setempat.
Inspeksi keselamatan tersebut dilakukan menyusul terjadinya kecelakaan yang terjadi pada salah satu tambang di Shaanxi pada Januari silam. Bahkan kecelakaan tersebut menewaskan 21 orang.
Provinsi Shaanxi juga merupakan wilayah produsen batu bara terbesar ketiga di daratan China, yang akan menyumbangkan pasokan sangat signifikan.
Parahnya lagi, tekanan terhadap harga batu bara juga disumbang oleh perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang semakin memanas.
Pekan lalu China menetapkan tarif baru dengan kisaran 5%-25% bagi produk produk asal AS yang senilai US$ 60 miliar. Langkah tersebut menjadi balasan atas tarif 25% yang diberlakukan AS terhadap produk-produk China senilai US$ 200 miliar.
Artinya, tahun ini perang dagang jilid II akan kembali berkecamuk. Dampaknya, perlambatan ekonomi global yang sudah terjadi sejak tahun lalu akan semakin parah.
Kala ekonomi dunia melambat, maka pertumbuhan permintaan energi juga akan turun, atau bahkan terkontraksi. Terlebih saat ini sebagian besar energi listrik yang dihasilkan di China dan negara-negara Asia lain masih dibangkitkan oleh batu bara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Most Popular