Sektor Telekomunikasi Tumbuh, Emiten Menara Ketiban Untung

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
21 May 2019 17:03
Sektor Telekomunikasi Tumbuh, Emiten Menara Ketiban Untung
Foto: ist/detik.com
Jakarta, CNBC Indonesia - Pulihnya kinerja keuangan sektor telekomunikasi Indonesia tampaknya juga akan memberi dampak positif perusahaan menara telekomunikasi.

Rilis laporan Fitch pada 20 Mei tertulis bahwa perusahaan menara Indonesia cenderung menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat pada tahun ini. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan signifikan pada traffic data yang semakin mendorong provider untuk melakukan ekspansi dan penguatan jaringan.

Sebagai informasi, hingga akhir Maret 2019 rata-rata pendapatan tiga provider terbesar tanah air naik 25% secara tahunan. Ketiga provider tersebut PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT XL Axiata Tbk (EXCL), PT Indosat Tbk (ISAT).

Jika ketiga perusahaan tersebut semakin agresif memperluas jaringan mereka, tentunya kondisi tersebut turut mengembangkan bisnis menara telekomunikasi.

Setidaknya terdapat delapan perusahaan yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) di sektor menara telekomunikasi. Diantara kedelapan perusahaan tersebut PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) adalah pemimpin di industri menara telekomunikasi dengan kapitalisasi pasar masing-masing Rp 34,69 triliun dan Rp 14,09 triliun.



Melansir laporan Fitch, pangsa pasar anak usaha TOWR, PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) sekitar 19%, sedangkan pangsa pasar TBIG sekitar 16%.

Fitch mengestimasi bahwa pendapatan Protelindo dan TBIG sepanjang tahun ini akan tumbuh sekitar 7-9% secara tahunan. Estimasi tersebut didukung fakta bahwa anggaran belanja modal perusahaan telekomunikasi tahun ini tetap tinggi, termasuk untuk sewa menara dan layanan jaringan fiber.

TBIG akan mendapatkan manfaat dari rencana anggaran belanja modal (capex) Indosat yang mencapai Rp 10 triliun. Sementara itu, Protelindo akan kecipratan manfaat dari XL Axiata dengan nilaiĀ capex Rp 7,5 triliun.

Di lain pihak, peluang industri menara telekomunikasi memang sangat besar, tapi investor patut mencermati apakah kondisi fundamental perusahaan dapat memanfaatkan peluang tersebut.

(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) Sepanjang kuartal pertama tahun ini, TOWR dan TBIG sama-sama mencatatkan pertumbuhan negatif pada capaian laba bersih, meskipun pendapatan perusahaan tumbuh sekitar 9% secara tahunan.



Meskipun begitu, dari tabel di atas terlihat bahwa imbal hasil dan tingkat hutang anak usaha Grup Djarum, TOWR, lebih baik dibandingkan dengan TBIG.

Margin bersih (Net Profit Margin/NPM) perusahaan mencapai 31,88%, jauh lebih besar dibandingkan NPM TBIG yang hanya sebesar 19,28%.

Selain itu, kemampuan TOWR memanfaatkan aset untuk menghasilkan laba (Return On Asset/ROA) juga lebih unggul dengan perolehan ROA sebesar 1,95%. Sedangkan tingkat pengembalian ekuitas (Return On Equity/ROE) kedua perusahaan tidak berbeda jauh.

Sementara itu, tabel di atas tercatat bahwa tingkat hutang TOWR lebih rendah yang berarti resiko kredit perusahaan lebih kecil.

DER menunjukkan tingkat utang perusahaan yang dihitung dengan membagi total utang dengan total ekuitas. DER bisa juga menandakan resiko kredit perusahaan, semakin tinggi nilainya maka semakin besar resiko kredit.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Pandemi, Laba Emiten Menara Grup Djarum Tembus Rp 2,8 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular