Garuda Akan Diminta Restatement Lapkeu, Asal...

Monica Wareza, CNBC Indonesia
21 May 2019 13:09
Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan bisa menjatuhkan keputusan permintaan penyajian kembali.
Foto: Garuda Indonesia di Hanggar 4 GMF Aero Asia, Soekarno Hatta International Airport (CNBC Indonesia/Monica Wareza)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan bisa menjatuhkan keputusan permintaan penyajian kembali (restatement) atas laporan keuangan 2018 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIIA) yang dipermasalahkan dua komisaris perusahaan.

Keputusan re-statement ini akan diambil segera setelah otoritas bursa ini mendapatkan pendapat atau masukan dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan saat ini pihaknya telah menentukan sikap atas permasalahan tersebut, namun keputusan tersebut masih akan dikompilasikan dengan pendapat dari pihak yang berwenang mengatur standardisasi akuntansi.

"Sebetulnya kan ada kami masih menunggu pendapat dari IAI. Cuma memang sekiranya belum. Kami sudah punya stand point dalam waktu dekat. Kalau memang sekiranya aneh, kami akan [memberikan keputusan], tapi kami masih tunggu [pendapat IAI]," kata Inarno di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (21/5).


Namun demikian, pihaknya tak akan gegabah dalam mengeluarkan keputusan tersebut. Hal ini mengingat BEI juga melakukan konsultasi dengan IAI dan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).

"Bisa saja terjadi kalau kami melihat ada keanehan atau apa, bisa saja kami minta di re-statement," tandasnya.

Penyajian kembali adalah perlakuan akuntansi yang dilakukan atas pos-pos dalam neraca keuangan yang perlu dilakukan penyajian kembali.

Hingga saat ini manajemen Garuda Indonesia menegaskan bahwa apa yang disajikan dalam laporan keuangan 2018 tersebut tak menyalahi aturan dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).

Ada lima poin yang mendasari hal tersebut, yakni jumlah pendapatan dapat diukur secara andal, kemungkinan besar manfaat ekonomi yang terkait dengan transaksi tersebut mengalir ke entitas.

Poin lainnya yakni tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir periode pelaporan dapat diukur secara andal dan biaya yang timbul untuk transaksi dan terakhir yakni biaya untuk menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur secara andal.

Sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga turun tangan menelusuri laporan keuangan Garuda Indonesia periode 2018.  Hal ini dilakukan untuk membuka secara gamblang apakah ada kesalahan pada penyampaian laporan keuangan atau tidak.

"Pemeriksa sedang berjalan. Tim pun sedang di lapangan," tutur Anggota BPK Achsanul Qasasi kepada CNBC Indonesia, Senin (20/5/2019).

Seperti diketahui, terdapat kejanggalan pada laporan keuangan BUMN penerbangan tersebut. Kejanggalan ini dimulai dari laporan keuangan perusahaan yang membukukan laba bersih US$ 809.846 pada 2018 atau setara Rp 11,49 miliar (Kurs Rp 14.200/US$).

Padahal jika ditilik lebih detail, perusahaan yang resmi berdiri pada 21 Desember 1949 dengan nama Garuda Indonesia Airways ini semestinya merugi.

Pasalnya, total beban usaha yang dibukukan perusahaan tahun lalu mencapai US$ 4,58 miliar, di mana US$ 206,08 juta lebih besar dibandingkan total pendapatan tahun 2018.

Kinerja bottom line atau laba GIAA berhasil diselamatkan dari satu perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) bernilai US$ 239,94 juta.


Simak penjelasan manajemen Garuda soal kerja sama dengan Mahata.
[Gambas:Video CNBC]

(tas) Next Article Singapore Airlines Masuk Garuda Indonesia, Bakal Bikin Ini

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular