
Menanti IPO Gojek & Grab Melaju di Pasar Modal
Bernhart Farras, CNBC Indonesia
21 May 2019 08:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan berbagi tumpangan (ride hailing), Uber telah mencatat saham perdana perusahaan (listing di New York Stock Exchange (NYSE), di Wall Street, Lower Manhattan, New York City, Jumat (10/5/2019).
"Saya tidak menyangka, perjalanan perusahaan bisa sampai pada titik ini, saya senang Uber bisa tercatat di bursa saham New York," kata Dara Khosrowshahi, CEO Uber dalam wawancaranya dengan CNBC International.
Uber melepas 180 juta saham kepada publik dengan harga IPO US$ 45/saham dengan mekanisme penawaran saham perdana (initial public offering/IPO). Dengan demikian, perusahaan yang melantai dengan kode saham UBER ini meraup dana segar sebesar US$8,1 miliar, atau setara dengan Rp 115,02 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.200/US$.
Raihan dana IPO Uber ini adalah yang terbesar ketiga di sektor teknologi setelah Facebook sebesar US$ 16 miliar pada 2012 dan Alibaba sebesar US$ 25 miliar pada 2014 silam. Artinya Alibaba masih memegang tampuk sebagai perusahaan dengan nilai IPO terbesar di jagad ini.
Uber yang didirikan Travis Kalanick dan Garrett Camp dan memulai operasionalnya pada 2009 itu membidik valuasi hingga US$ 120 miliar dengan menjadi perusahaan publik. Padahal, struktur keuangan perusahaan, tidak secemerlang itu.
Pada 2018 pendapatan Uber memang naik 43% mencapai US$ 11,3 miliar dari periode yang sama di tahun sebelumnya, namun Uber belum pernah mencatatkan laba bersih. Tahun lalu, Uber mencatatkan rugi US$ 1,8 miliar. Saat ini, Uber termasuk salah satu startup Decacorn atau perusahaan rintisan dengan valuasi di atas US$10 miliar.
"Uber membidik valuasi hingga $ 120 miliar. Kisaran harga IPO yang diharapkan adalah antara U$ 44 dan U$ 50 per saham," tulis CNBC International, Jumat (10/5/2019).
Sayangnya, saat debut perdana di lantai bursa New York, saham UBER malah anjlok 7,6% ketika pasar ditutup. Kejadian sama juga pernah dialami pesaing Uber yang lebih dulu melantai di Bursa Nasdaq, AS, yakni Lyft pada Maret lalu. Saham Lyft justru anjlok setelah IPO. Ketika itu, perusahaan yang berdiri sejak 212 itu meraup dana IPO sebesar US$ 2,34 miliar.
Lyft adalah perusahaan berbagi tumpangan paling besar kedua di Negeri Paman Sam setelah Uber dengan pangsa pasar 28%.
Peluang Bagi Go-Jek dan Grab
Sama-sama bermula dari berbagi tumpangan. Bagaimana peluang Go-Jek atau Grab? Akankah bisa menyusul langkah Uber menjadi perusahaan publik, setidaknya di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
CEO dan Co-Founder Grab, Anthony Tan menyatakan, hingga kini Grab belum menunjukkan minatnya untuk IPO di BEI dalam waktu dekat, kendati perusahaan sudah memiliki valuasi di atas US$ 10 miliar, atau masuk kategori Decacorn.
"Kami akan melanjutkan eksplorasi dengan partner-partner strategis untuk berinvestasi lebih lanjut ke Grab. IPO belum dibutuhkan dalam waktu dekat," kata Anthony Tan di Jakarta, Rabu (6/3/3019).
Senada dengan Grab, Go-Jek juga menyebut saat ini IPO belum menjadi prioritas utama perusahaan berbagi tumpangan yang didirikan Nadiem Makariem itu.
VP Corporate Communications Go-jek Kristy Nelwan mengatakan perusahaan sedang fokus memperkuat bisnis agar bisa terus memperkuat layanan di Indonesia dan di negara yang menjadi target ekspansi.
"IPO belum menjadi prioritas dalam waktu dekat. Fokus kami saat ini adalah untuk terus mengembangkan bisnis dan memperkuat layanan kepada para pengguna aplikasi kami serta terus memberikan dampak ekonomi dan sosial yang signifikan kepada mitra kami di negara-negara tempat kami beroperasi," kata Kristy dalam keterangannya.
Dari jawaban-jawaban ini, tersirat bahwa keinginan masuk pasar modal tampaknya belum akan terjadi dalam waktu dekat ini, mengingat kedua perusahaan rintisan itu sudah mendapatkan sokongan dana besar dari sejumlah investor.
Jadi, sabar ya BEI.
(tas) Next Article Jurus GOTO Cs Agar Untung Bisa Bikin Krisis Ojol, Kok Bisa?
"Saya tidak menyangka, perjalanan perusahaan bisa sampai pada titik ini, saya senang Uber bisa tercatat di bursa saham New York," kata Dara Khosrowshahi, CEO Uber dalam wawancaranya dengan CNBC International.
Uber melepas 180 juta saham kepada publik dengan harga IPO US$ 45/saham dengan mekanisme penawaran saham perdana (initial public offering/IPO). Dengan demikian, perusahaan yang melantai dengan kode saham UBER ini meraup dana segar sebesar US$8,1 miliar, atau setara dengan Rp 115,02 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.200/US$.
Raihan dana IPO Uber ini adalah yang terbesar ketiga di sektor teknologi setelah Facebook sebesar US$ 16 miliar pada 2012 dan Alibaba sebesar US$ 25 miliar pada 2014 silam. Artinya Alibaba masih memegang tampuk sebagai perusahaan dengan nilai IPO terbesar di jagad ini.
Uber yang didirikan Travis Kalanick dan Garrett Camp dan memulai operasionalnya pada 2009 itu membidik valuasi hingga US$ 120 miliar dengan menjadi perusahaan publik. Padahal, struktur keuangan perusahaan, tidak secemerlang itu.
Pada 2018 pendapatan Uber memang naik 43% mencapai US$ 11,3 miliar dari periode yang sama di tahun sebelumnya, namun Uber belum pernah mencatatkan laba bersih. Tahun lalu, Uber mencatatkan rugi US$ 1,8 miliar. Saat ini, Uber termasuk salah satu startup Decacorn atau perusahaan rintisan dengan valuasi di atas US$10 miliar.
"Uber membidik valuasi hingga $ 120 miliar. Kisaran harga IPO yang diharapkan adalah antara U$ 44 dan U$ 50 per saham," tulis CNBC International, Jumat (10/5/2019).
Sayangnya, saat debut perdana di lantai bursa New York, saham UBER malah anjlok 7,6% ketika pasar ditutup. Kejadian sama juga pernah dialami pesaing Uber yang lebih dulu melantai di Bursa Nasdaq, AS, yakni Lyft pada Maret lalu. Saham Lyft justru anjlok setelah IPO. Ketika itu, perusahaan yang berdiri sejak 212 itu meraup dana IPO sebesar US$ 2,34 miliar.
Lyft adalah perusahaan berbagi tumpangan paling besar kedua di Negeri Paman Sam setelah Uber dengan pangsa pasar 28%.
Peluang Bagi Go-Jek dan Grab
Sama-sama bermula dari berbagi tumpangan. Bagaimana peluang Go-Jek atau Grab? Akankah bisa menyusul langkah Uber menjadi perusahaan publik, setidaknya di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
CEO dan Co-Founder Grab, Anthony Tan menyatakan, hingga kini Grab belum menunjukkan minatnya untuk IPO di BEI dalam waktu dekat, kendati perusahaan sudah memiliki valuasi di atas US$ 10 miliar, atau masuk kategori Decacorn.
"Kami akan melanjutkan eksplorasi dengan partner-partner strategis untuk berinvestasi lebih lanjut ke Grab. IPO belum dibutuhkan dalam waktu dekat," kata Anthony Tan di Jakarta, Rabu (6/3/3019).
![]() |
Senada dengan Grab, Go-Jek juga menyebut saat ini IPO belum menjadi prioritas utama perusahaan berbagi tumpangan yang didirikan Nadiem Makariem itu.
VP Corporate Communications Go-jek Kristy Nelwan mengatakan perusahaan sedang fokus memperkuat bisnis agar bisa terus memperkuat layanan di Indonesia dan di negara yang menjadi target ekspansi.
"IPO belum menjadi prioritas dalam waktu dekat. Fokus kami saat ini adalah untuk terus mengembangkan bisnis dan memperkuat layanan kepada para pengguna aplikasi kami serta terus memberikan dampak ekonomi dan sosial yang signifikan kepada mitra kami di negara-negara tempat kami beroperasi," kata Kristy dalam keterangannya.
Dari jawaban-jawaban ini, tersirat bahwa keinginan masuk pasar modal tampaknya belum akan terjadi dalam waktu dekat ini, mengingat kedua perusahaan rintisan itu sudah mendapatkan sokongan dana besar dari sejumlah investor.
(tas) Next Article Jurus GOTO Cs Agar Untung Bisa Bikin Krisis Ojol, Kok Bisa?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular