Hari Kebangkitan Nasional, Tapi Rupiah Tak Kunjung Bangkit

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 May 2019 12:12
Hari Kebangkitan Nasional, Tapi Rupiah Tak Kunjung Bangkit
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih saja melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Depresiasi rupiah terjadi kala sebagian mata uang utama Asia menguat di hadapan greenback

Pada Senin (20/5/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.450. Rupiah melemah 0,03% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Kala pembukaan pasar, rupiah belum melemah meski tidak menguat juga. Stagnan saja di Rp 14.445/US$. 

Namun tidak lama kemudian, rupiah langsung terperosok ke zona merah. Posisi yang bertahan hingga tengah hari ini. Sayang sekali, rupiah malah melemah pada Hari Kebangkitan Nasional...

Padahal mayoritas mata uang utama Asia mampu menguat. Rupee India menjadi mata uang terbaik di Asia dengan penguatan di kisaran 1%. Hal ini seiring proses Pemilu yang mendekati garis finis. 

Berdasarkan exit poll berbagai lembaga, Narendra Modi diperkirakan mampu mempertahankan kursi sebagai Perdana Menteri. Partai Modi, Bharatiya Janata, diramal mampu meraih sekitar 300 kursi dari total 543 di parlemen sehingga jalan Modi menuju dua periode semakin lapang. 

Perkembangan ini membuat pelaku pasar bergairah. Berlanjutnya pemerintahan Modi berarti ada jaminan kebijakan pemerintah tidak akan berubah drastis. Ada kepastian, sesuatu yang sangat didambakan pasar. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 12:02 WIB: 

 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya ada dua sentimen utama yang memberatkan langkah rupiah hari ini. Pertama adalah perkembangan harga minyak. Pada pukul 11:39 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet terdongkrak masing-masing 1,36% dan 1,32%. 

Selain ketegangan di Timur Tengah antara Arab Saudi cs versus Iran, kebijakan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) juga mempengaruhi harga si emas hitam. Arab Saudi, pemimpin de facto OPEC, mengusulkan agar kebijakan pengurangan produksi dilanjutkan pada semester II-2019. 

"Pada semester II, kami cenderung untuk mempertahankan pengelolaan produksi dan menjaga inventori berkurang secara gradual. Perlahan tetapi pasti berkurang menuju level normal," kata Khalid Al Falih, Menteri Energi Arab Saudi, dikutip dari Reuters. 


Persepsi kelangkaan pasokan membuat harga minyak bergerak ke utara alias naik. Ini bukan kabar baik buat rupiah karena bakal membuat biaya impor minyak membengkak dan membebani transaksi berjalan (current account). 

Sementara dari dalam negeri, investor sepertinya masih wait and see jelang pengumuman hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei mendatang. Semakin dekat ke Hari H, situasi bukannya tenang tetapi malah semakin gaduh dengan risiko rusuh.  

Kubu pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terus menyuarakan dalam Pemilu sehingga hasilnya tidak sah. Artinya, ada delegitimasi atas keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU). 


Rencana aksi massa besar-besaran pada 22 Mei pun kian santer terdengar. Bahkan kepolisian mengendus upaya teror yang akan menunggangi aksi tersebut. 


Menuju 22 Mei, pelaku pasar sepertinya memilih untuk menunggu terlebih dulu. Ada kemungkinan investor menunda rencana masuk ke pasar keuangan Indonesia sebelum situasi agak tenang. 

Sampai tengah hari ini, tampaknya BI masih bergerilya sekuat tenaga di pasar. Terlihat dari depresiasi rupiah yang tipis saja, tidak sedalam yen dan ringgit.  

Selain itu, pergerakan rupiah juga seolah tanpa dinamika. Seakan 'dipaku', karena ditahan oleh BI.  

Tanpa campur tangan BI, bukan tidak mungkin rupiah terperosok lebih dalam. Namun ada harga yang harus dibayar, yaitu dengan cadangan devisa.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular