
Kebakaran! Sepanjang Minggu Ini IHSG Tak Pernah Menguat
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 May 2019 16:37

Secara sektoral, sektor jasa keuangan yang jatuh 1,76% menjadi sektor dengan kontribusi terbesar bagi koreksi IHSG. Sektor jasa keuangan terkoreksi seiring dengan aksi jual yang menerpa saham-saham bank BUKU 4: harga saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 3,4%, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 1,89%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 1,81%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 0,92%, dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) turun 0,5%.
Eskalasi perang dagang AS-China sangat mungkin menekan laju perekonomian Indonesia, mengingat AS dan China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Kala perekonomian tertekan, tentu penyaluran kredit juga tak akan maksimal dan menekan profitabilitas dari bank-bank di tanah air.
Selain itu, saham-saham bank besar di tanah air menjadi sasaran jual investor lantaran prospek rupiah yang suram. Rupiah memang tak melemah pada hari ini. Hingga akhir perdagangan, rupiah flat di level Rp 14.445/dolar AS. Namun, hal ini disebabkan oleh intervensi yang dilakukan Bank Indonesia (BI).
Ke depannya, prospek rupiah suram seiring dengan revisi BI atas proyeksi defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) periode 2019. Kini, proyeksi CAD ditetapkan berada di rentang 2,5%-3% dari PDB, dari yang sebelumnya 2,5% dari PDB.
"Defisit transaksi berjalan 2019 juga diprakirakan lebih rendah dari tahun 2018, yaitu dalam kisaran 2,5-3,0% PDB, meskipun tidak serendah prakiraan semula," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Kamis (16/5/2019).
Perlambatan ekonomi global hingga perang dagang menjadi faktor yang memaksa BI merevisi proyeksi CAD untuk 2019.
Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Jika rupiah melemah, tentu ada kekhawatiran bahwa rasio kredit bermasalah/Non-Performing Loan (NPL) dari bank-bank besar akan terkerek naik dan menekan profitabilitas mereka. (ank/ank)
Eskalasi perang dagang AS-China sangat mungkin menekan laju perekonomian Indonesia, mengingat AS dan China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Kala perekonomian tertekan, tentu penyaluran kredit juga tak akan maksimal dan menekan profitabilitas dari bank-bank di tanah air.
Selain itu, saham-saham bank besar di tanah air menjadi sasaran jual investor lantaran prospek rupiah yang suram. Rupiah memang tak melemah pada hari ini. Hingga akhir perdagangan, rupiah flat di level Rp 14.445/dolar AS. Namun, hal ini disebabkan oleh intervensi yang dilakukan Bank Indonesia (BI).
"Defisit transaksi berjalan 2019 juga diprakirakan lebih rendah dari tahun 2018, yaitu dalam kisaran 2,5-3,0% PDB, meskipun tidak serendah prakiraan semula," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Kamis (16/5/2019).
Perlambatan ekonomi global hingga perang dagang menjadi faktor yang memaksa BI merevisi proyeksi CAD untuk 2019.
Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Jika rupiah melemah, tentu ada kekhawatiran bahwa rasio kredit bermasalah/Non-Performing Loan (NPL) dari bank-bank besar akan terkerek naik dan menekan profitabilitas mereka. (ank/ank)
Next Page
Investor Asing Jualan Lagi
Pages
Most Popular