
Ekspor RI Jeblok, Menperin Salahkan Perang Dagang
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
16 May 2019 17:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan April 2019 mengalami defisit US$ 2,5 miliar. Perinciannya, nilai ekspor mencapai US$ 12,6 miliar dan impor sebesar US$ 15,1 miliar.
Ekspor nonmigas pada April 2019 mencapai US$ 11,86 miliar atau turun 10,96% secara tahunan. Sektor industri pengolahan yang merupakan komponen terbesar penyusun nonmigas, amblas 11,82% secara tahunan menjadi tinggal US$ 9,42 miliar.
Ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (16/5/2019), Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan penjelasan terkait defisit dagang April 2019 yang dinilai terparah sepanjang sejarah RI.
"Kalau kami lihat tentu sebagian besar dari neraca itu akibat market dunia turun juga. Akibat trade war (perang dagang). Kedua dari bulan kemarin Februari, Maret, kan dia positif. Bulan April dia anjlok," ujar Airlangga.
"Tentu kita lihat bulan depan lagi karena sebagian besar bahan baku dan bahan penolong itu kan berarti untuk produksi. Kalau kita bicara nonmigas sebagian lagi adalah capital goods. Jadi gak kalau ini arahnya ke barang produktif," lanjutnya.
Karena ada perang dagang, maka Indonesia harus mencari pasar lain di luar pasar tradisional. Setelah itu barulah berinvestasi di negara tersebut.
"Sekarang kita ekspor stainless steel dalam bentuk sheet, maka negara yang bersangkutan seperti Amerika Serikat dan India berharap bahwa downstream di mereka sehingga bahan baku di kita. Ini salah satu stratgi yang kita harapkan," kata Airlangga.
"Kalau produk lain yang kita utamakan kalau makanan minuman masih jalan, otomotif jalan, kemudian elektronik, kemudian Pegatron sesudah produksi di Batam sedang mencari potensi lain," lanjut ketua umum Partai Golkar tersebut.
Simak video terkait defisit neraca dagang RI di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Airlangga Sebut Dampak Pemakzulan Trump ke Ekonomi RI Minim
Ekspor nonmigas pada April 2019 mencapai US$ 11,86 miliar atau turun 10,96% secara tahunan. Sektor industri pengolahan yang merupakan komponen terbesar penyusun nonmigas, amblas 11,82% secara tahunan menjadi tinggal US$ 9,42 miliar.
"Kalau kami lihat tentu sebagian besar dari neraca itu akibat market dunia turun juga. Akibat trade war (perang dagang). Kedua dari bulan kemarin Februari, Maret, kan dia positif. Bulan April dia anjlok," ujar Airlangga.
"Tentu kita lihat bulan depan lagi karena sebagian besar bahan baku dan bahan penolong itu kan berarti untuk produksi. Kalau kita bicara nonmigas sebagian lagi adalah capital goods. Jadi gak kalau ini arahnya ke barang produktif," lanjutnya.
![]() |
Karena ada perang dagang, maka Indonesia harus mencari pasar lain di luar pasar tradisional. Setelah itu barulah berinvestasi di negara tersebut.
"Sekarang kita ekspor stainless steel dalam bentuk sheet, maka negara yang bersangkutan seperti Amerika Serikat dan India berharap bahwa downstream di mereka sehingga bahan baku di kita. Ini salah satu stratgi yang kita harapkan," kata Airlangga.
"Kalau produk lain yang kita utamakan kalau makanan minuman masih jalan, otomotif jalan, kemudian elektronik, kemudian Pegatron sesudah produksi di Batam sedang mencari potensi lain," lanjut ketua umum Partai Golkar tersebut.
Simak video terkait defisit neraca dagang RI di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Airlangga Sebut Dampak Pemakzulan Trump ke Ekonomi RI Minim
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular