
Tanpa Pegangan, Rupiah Amblas Tiga Hari Berturut-turut
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 May 2019 17:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Tekanan belum berakhir di perdagangan Rabu (15/5/19), sejak awal pekan ini rupiah tidak punya pegangan untuk bangkit. Bahkan jika dilihat dari pekan lalu, rupiah mengalami pelemahan.
Mau melihat lebih ke belakang lagi? Rupiah sudah menunjukkan performa buruk selepas Pilpres 17 April.
Sehari setelah pencoblosan rupiah memang menguat 0,28%, namun setelahnya jeblok. Dalam 19 hari perdagangan hingga hari ini, rupiah hanya dua kali menguat. Pada periode itu, total pelemahan rupiah sebesar 2,92% termasuk 0,21% hari ini.
Mata uang Tanah Air mengakhiri perdagangan Rabu di level Rp 14.455, dua hari sebelumnya rupiah melemah masing-masing 0,63% dan 0,1%.
Dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya, rupiah menjadi mata uang dengan performa terburuk ke-tiga hari ini, setelah won Korea Selatan, dan baht Thailand
Perang dagang jilid II antara Amerika Serikat (AS) dengan China menjadi penyebab utama rupiah anjlok sejak pekan lalu. Meski belakangan ini sentimen pelaku pasar mulai pulih akibat melunaknya sikap Presiden AS, Donald Trump, tetapi perang dagang jilid II sudah terlanjur terjadi.
Presiden Trump yang sebelumnya garang dan menyatakan akan ada efek buruk jika China ikut menaikkan tarif impor kini malah menyatakan perundingan dagang terus berlanjut. Presiden AS ke-45 ini juga menyatakan hasil perundingan akan ada dalam tiga sampai empat pekan ke depan.
"Kami memiliki sebuah dialog yang sedang berlangsung. Itu akan terus berlanjut," papar Trump di hadapan reporter pada hari hari Selasa (14/5/2019) waktu setempat, dilansir dari Reuters.
Trump mengatakan bahwa negosiasi dengan China tersebut berlangsung dengan "sangat baik" dan menyebut bahwa hubungannya dengan Presiden China Xi Jinping "luar biasa".
Trump juga menyebut bahwa perang dagang dengan China hanya merupakan "pertengkaran kecil" serta bersikeras bahwa negosiasi antar 2 negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut belum putus.
Namun "pertengkaran kecil" menurut mantan pebisnis ini berdampak sangat besar terhadap perekonomian global. Sudah banyak institusi seperti Dana Moneter Internasional (IMF), World Bank, dan hampir semua bank sentral di berbagai negara-negara besar menyebut perang dagang AS - China membuat ketidakpastian meningkat dan memicu pelambatan ekonomi global.
Pernyataan institusi-institusi tersebut merujuk pada perang dagang pertama, ketika AS menerapkan tarif impor 10% terhadap produk China, sebaliknya China menerapkan tarif impor 5% dan 10%.
Sementara perang dagang jilid II saat ini nilainya lebih dari dua kali lipat. AS telah resmi menaikkan bea masuk atas importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar, dari 10% menjadi 25% pada Jumat (10/5/19) lalu. Sebaliknya China telah mengumumkan bahwa bea masuk bagi importasi produk asal AS senilai US$ 60 miliar akan dinaikkan menjadi 20% dan 25%, dari yang sebelumnya berada di level 5% dan 10%. Kebijakan ini akan berlaku mulai 1 Juni mendatang.
Efek perang dagang jilid II tentunya akan lebih besar lagi terhadap kondisi ekonomi global, sehingga bursa saham terus berguguran sejak pekan lalu, dan aset-aset safe haven menjadi incaran para investor. Dolar AS merupakan salah satu aset yang dianggap safe haven, maka tidak heran jika the greenback terus berhasil menekan rupiah.
Mau melihat lebih ke belakang lagi? Rupiah sudah menunjukkan performa buruk selepas Pilpres 17 April.
Sehari setelah pencoblosan rupiah memang menguat 0,28%, namun setelahnya jeblok. Dalam 19 hari perdagangan hingga hari ini, rupiah hanya dua kali menguat. Pada periode itu, total pelemahan rupiah sebesar 2,92% termasuk 0,21% hari ini.
Dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya, rupiah menjadi mata uang dengan performa terburuk ke-tiga hari ini, setelah won Korea Selatan, dan baht Thailand
Perang dagang jilid II antara Amerika Serikat (AS) dengan China menjadi penyebab utama rupiah anjlok sejak pekan lalu. Meski belakangan ini sentimen pelaku pasar mulai pulih akibat melunaknya sikap Presiden AS, Donald Trump, tetapi perang dagang jilid II sudah terlanjur terjadi.
Presiden Trump yang sebelumnya garang dan menyatakan akan ada efek buruk jika China ikut menaikkan tarif impor kini malah menyatakan perundingan dagang terus berlanjut. Presiden AS ke-45 ini juga menyatakan hasil perundingan akan ada dalam tiga sampai empat pekan ke depan.
"Kami memiliki sebuah dialog yang sedang berlangsung. Itu akan terus berlanjut," papar Trump di hadapan reporter pada hari hari Selasa (14/5/2019) waktu setempat, dilansir dari Reuters.
Trump mengatakan bahwa negosiasi dengan China tersebut berlangsung dengan "sangat baik" dan menyebut bahwa hubungannya dengan Presiden China Xi Jinping "luar biasa".
Trump juga menyebut bahwa perang dagang dengan China hanya merupakan "pertengkaran kecil" serta bersikeras bahwa negosiasi antar 2 negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut belum putus.
Namun "pertengkaran kecil" menurut mantan pebisnis ini berdampak sangat besar terhadap perekonomian global. Sudah banyak institusi seperti Dana Moneter Internasional (IMF), World Bank, dan hampir semua bank sentral di berbagai negara-negara besar menyebut perang dagang AS - China membuat ketidakpastian meningkat dan memicu pelambatan ekonomi global.
Pernyataan institusi-institusi tersebut merujuk pada perang dagang pertama, ketika AS menerapkan tarif impor 10% terhadap produk China, sebaliknya China menerapkan tarif impor 5% dan 10%.
Sementara perang dagang jilid II saat ini nilainya lebih dari dua kali lipat. AS telah resmi menaikkan bea masuk atas importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar, dari 10% menjadi 25% pada Jumat (10/5/19) lalu. Sebaliknya China telah mengumumkan bahwa bea masuk bagi importasi produk asal AS senilai US$ 60 miliar akan dinaikkan menjadi 20% dan 25%, dari yang sebelumnya berada di level 5% dan 10%. Kebijakan ini akan berlaku mulai 1 Juni mendatang.
Efek perang dagang jilid II tentunya akan lebih besar lagi terhadap kondisi ekonomi global, sehingga bursa saham terus berguguran sejak pekan lalu, dan aset-aset safe haven menjadi incaran para investor. Dolar AS merupakan salah satu aset yang dianggap safe haven, maka tidak heran jika the greenback terus berhasil menekan rupiah.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular