Neraca Dagang Terburuk Sepanjang Sejarah, IHSG Anjlok 1,01%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 May 2019 12:47
Neraca Dagang Terburuk Sepanjang Sejarah, IHSG Anjlok 1,01%
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat 0,34% pada perdagangan hari ini ke level 6.091,64, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemudian naik hingga titik tertingginya di level 6.107,44 (+0,6% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin, 14/5/2019).

Sayang, per akhir sesi 1 IHSG justru anjlok. IHSG jatuh hingga 1,01% ke level 6.009,85 yang merupakan titik terlemahnya di sepanjang tahun 2019. Sedikit lagi, IHSG akan meninggalkan level psikologis 6.000.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong pelemahan IHSG di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,82%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-3,25%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,52%), PT Astra International Tbk/ASII (-1,43%), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,06%).

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang sedang ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,2%, indeks Shanghai naik 1,1%, indeks Hang Seng naik 0,73%, dan indeks Kospi naik 0,65%.


Sentimen eksternal yang menyelimuti perdagangan hari ini memang terbilang positif. Bara perang dagang AS-China yang memantik aksi jual di pasar saham tanah air dalam beberapa waktu terakhir kini mulai mendingin.

Setelah seringkali mengeluarkan pernyataan yang keras terhadap China, belakangan justru Presiden AS Donald Trump nampak melunak. Kini, Trump menyebut bahwa perang dagang dengan China hanya merupakan "pertengkaran kecil" serta bersikeras bahwa negosiasi antar 2 negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut belum putus.

"Kami memiliki sebuah dialog yang sedang berlangsung. Itu akan terus berlanjut," papar Trump di hadapan reporter pada hari hari Selasa (14/5/2019) waktu setempat, dilansir dari Reuters.

Trump mengatakan bahwa negosiasi dengan China tersebut berlangsung dengan "sangat baik" dan menyebut bahwa hubungannya dengan Presiden China Xi Jinping "luar biasa".

Sebelumnya, Trump juga sudah mengonfirmasi bahwa dirinya akan bertemu dengan Xi di sela-sela KTT G-20 pada akhir bulan depan di Jepang.

Sekadar mengingatkan, kali terakhir Trump bertemu dengan Xi adalah juga di sela-sela KTT G-20, yakni pada bulan Desember lalu di Argentina. Hasilnya, kedua negara menyepakati gencatan senjata selama 3 bulan di mana keduanya tak akan mengerek bea masuk untuk importasi produk dari masing-masing negara. Gencatan senjata ini kemudian diperpanjang oleh Trump seiring dengan perkembangan negosiasi dagang yang positif.

Dari pihak China, nada positif juga terucap. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang pada hari Selasa mengatakan bahwa AS dan China telah setuju untuk terus mengusahakan dialog dagang.


"Terkait dengan bagaimana dialog dagang tersebut diusahakan, saya rasa itu tergantung kepada konsultasi lebih lanjut antar kedua belah pihak," kata Geng, dilansir dari Reuters.

Sementara itu, salah seorang Juru Bicara Kementerian Keuangan AS mengatakan bahwa nantinya Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan merencanakan sebuah negosiasi dagang yang akan digelar di China.

Perkembangan yang ada sejauh ini membuat pelaku pasar optimistis bahwa eskalasi perang dagang dapat segera dihentikan.
Momok bagi pasar saham tanah air datang dari rilis data perdagangan internasional periode April 2019.

Sepanjang bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa ekspor Indonesia ambruk hingga 13,1% secara tahunan, lebih dalam dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan kontraksi sebesar 6,2% saja. Sementara itu, impor melemah sebesar 6,58%, lebih baik dibandingkan konsensus yang memperkirakan kejatuhan sebesar 11,36%.


Alhasil, neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 2,5 miliar, jauh lebih besar dibandingkan konsensus yang hanya sebesar US$ 497 juta.  Defisit pada bulan April menjadi yang pertama dalam 3 bulan terakhir. Pada bulan Februari, neraca dagang membukukan surplus senilai US$ 330 juta, sementara surplus pada bulan Maret adalah senilai US$ 540 juta.

Berdasarkan data Refinitiv, defisit pada bulan April merupakan terparah atau terdalam sepanjang sejarah Indonesia. Sebelumnya, defisit paling dalam tercatat senilai US$ 2,3 miliar dan terjadi pada Juli 2013.

Sebelum data perdagangan internasional diumumkan, IHSG ditransaksikan melemah tipis 0,06% sebelum kemudian memperlebar kekalahannya hingga lebih dari 1%.

Dengan defisit neraca dagang yang begitu lebar, maka defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan menjadi sangat sulit untuk diredam. Sebagai informasi, CAD pada kuartal-I 2019 adalah senilai US$ 7 atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih lebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.

Praktis, rupiah menjadi tak memiliki pijakan untuk menguat. Hingga siang hari, rupiah melemah 0,07% di pasar spot ke level Rp 14.435/dolar AS. Pelemahan rupiah pada akhirnya memantik aksi jual oleh pelaku pasar saham tanah air.

Pelemahan rupiah yang terus terjadi dalam beberapa waktu terakhir dikhawatirkan dapat mempegaruhi stabilitas perekonomian nasional, sehingga instrumen berisiko seperti saham menjadi tak menarik di mata investor.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular