Masih Kena "Tulah" Trump, Rupiah Terlemah Kedua di Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 May 2019 08:51
Masih Kena
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejauh ini, pekan ini terbukti menjadi pekan yang sulit bagi rupiah. Selepas melemah masing-masing sebesar 0,63% dan 0,1% pada 2 perdagangan pertama di pekan ini (13 & 14 Mei), rupiah masih saja terkulai pada perdagangan hari ini.

Pada pembukaan perdagangan di pasar spot, rupiah melemah 0,1% ke level Rp 14.440/dolar AS. Pada pukul 08:38 WIB, pelemahan rupiah sudah bertambah dalam menjadi 0,17% ke level Rp 14.450/dolar AS. Rupiah berada di level terlemahnya sepanjang tahun.

Rupiah memang tak melemah sendirian hari ini. Mayoritas mata uang negara-negara Asia lainnya juga ditransaksikan melemah melawan dolar AS. Namun, pelemahan rupiah menjadi yang terdalam kedua.



Perkembangan yang positif terkait perang dagang AS-China membuat dolar AS perkasa dan menjadi incaran investor. Setelah seringkali mengeluarkan pernyataan yang keras terhadap China, belakangan justru Presiden AS Donald Trump nampak melunak.

Kini, Trump menyebut bahwa perang dagang dengan China hanya merupakan "pertengkaran kecil" serta bersikeras bahwa negosiasi antar 2 negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut belum putus.

"Kami memiliki sebuah dialog yang sedang berlangsung. Itu akan terus berlanjut," papar Trump di hadapan reporter pada hari hari Selasa (14/5/2019) waktu setempat, dilansir dari Reuters.

Trump mengatakan bahwa negosiasi dengan China tersebut berlangsung dengan "sangat baik" dan menyebut bahwa hubungannya dengan Xi "luar biasa".

Dari pihak China, nada positif juga terucap. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang pada hari Selasa mengatakan bahwa AS dan China telah setuju untuk terus mengusahakan dialog dagang.

"Terkait dengan bagaimana dialog dagang tersebut diusahakan, saya rasa itu tergantung kepada konsultasi lebih lanjut antar kedua belah pihak," kata Geng, dilansir dari Reuters.

Dalam beberapa hari terakhir, walaupun menguat melawan mayoritas mata uang negara-negara Asia, dolar AS loyo jika disandingkan dengan yen. Maklum, yen memang lebih seksi karena sama-sama merupakan safe haven namun tidak terdampak langsung oleh perang dagang seperti AS.

Kini, perkembangan perang dagang yang positif membuat posisi dolar AS secara global menjadi kuat sehingga sulit bagi rupiah dkk untuk mengalahkannya.
Dari dalam negeri, performa rupiah dihantui oleh rilis data perdagangan internasional Indonesia. Pada hari ini pukul 11:00 WIB, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional periode April 2019.

Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan bahwa neraca dagang membukukan defisit senilai US$ 497 juta. Ekspor pada bulan lalu diproyeksikan jatuh 6,2% secara tahunan, sementara impor diramal jatuh hingga 11,36%.

Jika benar neraca dagang Indonesia membukukan defisit, maka akan mematahkan tren positif yang sudah dibukukan dalam dua bulan sebelumnya. Pada Maret, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus US$ 540 juta dan pada Februari positif US$ 330 juta.

Ketika neraca dagang membukukan defisit, maka defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan menjadi sulit untuk diredam. Sebagai informasi, CAD pada kuartal-I 2019 adalah senilai US$ 7 atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih lebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular