
Sempat Kena PHP, IHSG Ditutup Anjlok & Terendah di 2019
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 May 2019 16:45

Secara sektoral, sektor jasa keuangan yang jatuh 0,53% menjadi salah satu sektor dengan kontribusi utama bagi koreksi IHSG. Sektor jasa keuangan terkoreksi seiring dengan aksi jual yang menerpa saham-saham bank BUKU 4: harga saham PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) turun 1,87%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 1,16%, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 0,49%.
Saham-saham bank besar di tanah air menjadi sasaran jual investor lantaran kinerja rupiah yang begitu memprihatinkan. Hingga akhir perdagangan, rupiah melemah 0,63% di pasar spot ke level Rp 14.410/dolar AS.
Kala rupiah melemah secara signifikan, tentu ada kekhawatiran bahwa rasio kredit bermasalah/Non-Performing Loan (NPL) dari bank-bank besar akan terkerek naik dan menekan profitabilitas mereka.
Perang dagang AS-China yang kian panas membuat dolar AS selaku safe haven menjadi buruan investor.
Selain itu, tekanan bagi rupiah juga datang dari dalam negeri. Belum lama ini, Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa cadangan devisa per bulan April berada di angka US$ 124,3 miliar, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu US$ 124,5 miliar. Tekanan terhadap cadangan devisa berarti BI memiliki amunisi yang lebih sedikit dalam menetralisir pelemahan rupiah.
Padahal, cadangan devisa yang berlimpah sedang dibutuhkan Indonesia, seiring dengan defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) yang melebar.
Pada hari Jumat, BI mengumumkan bahwa transaksi berjalan membukukan defisit senilai US$ 7 miliar pada 3 bulan pertama tahun ini atau setara dengan 2,6% dari PDB. Memang lebih baik dibandingkan defisit pada kuartal-IV 2018 yang sebesar 3,6% dari PDB, namun melebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
Jika defisit di awal tahun saja sudah lebih lebar, maka ada potensi bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) untuk keseluruhan tahun 2019 juga akan melebar. Ditambah dengan menipisnya cadangan devisa, praktis rupiah menjadi kehilangan pijakan untuk menguat.
Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money. (ank/hps)
Saham-saham bank besar di tanah air menjadi sasaran jual investor lantaran kinerja rupiah yang begitu memprihatinkan. Hingga akhir perdagangan, rupiah melemah 0,63% di pasar spot ke level Rp 14.410/dolar AS.
Kala rupiah melemah secara signifikan, tentu ada kekhawatiran bahwa rasio kredit bermasalah/Non-Performing Loan (NPL) dari bank-bank besar akan terkerek naik dan menekan profitabilitas mereka.
Selain itu, tekanan bagi rupiah juga datang dari dalam negeri. Belum lama ini, Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa cadangan devisa per bulan April berada di angka US$ 124,3 miliar, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu US$ 124,5 miliar. Tekanan terhadap cadangan devisa berarti BI memiliki amunisi yang lebih sedikit dalam menetralisir pelemahan rupiah.
Padahal, cadangan devisa yang berlimpah sedang dibutuhkan Indonesia, seiring dengan defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) yang melebar.
Pada hari Jumat, BI mengumumkan bahwa transaksi berjalan membukukan defisit senilai US$ 7 miliar pada 3 bulan pertama tahun ini atau setara dengan 2,6% dari PDB. Memang lebih baik dibandingkan defisit pada kuartal-IV 2018 yang sebesar 3,6% dari PDB, namun melebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
Jika defisit di awal tahun saja sudah lebih lebar, maka ada potensi bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) untuk keseluruhan tahun 2019 juga akan melebar. Ditambah dengan menipisnya cadangan devisa, praktis rupiah menjadi kehilangan pijakan untuk menguat.
Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money. (ank/hps)
Pages
Most Popular