Pemilu 2019

Ribut Hasil Pilpres Bikin Suram Saham, Obligasi & Rupiah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 May 2019 15:27
Ribut Hasil Pilpres Bikin Suram Saham, Obligasi & Rupiah
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Gelaran pemilihan presiden (pilpres) menyisakan noda hitam bagi pasar keuangan Indonesia. Pada tanggal 17 April silam, pemilihan presiden dan wakil presiden untuk periode 2019-2024 digelar, beserta dengan pemilihan para anggota legislatif.

Dalam gelaran pilpres tahun ini, ada 2 pasang calon yang bertarung, yakni Joko Widodo-Ma'ruf Amin & Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Mirisnya, selepas gelaran pilpres, pasar keuangan Indonesia dilanda tekanan jual yang besar. Terhitung sejak perdagangan pertama selepas pilpres hingga penutupan perdagangan kemarin (7/5/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambruk sebesar 3,23%. Dalam 12 hari perdagangan selepas pilpres, IHSG tercatat melemah sebanyak 6 kali. Pelemahan terbesar dialami pada tanggal 22 April. Kala itu, IHSG anjlok hingga 1,42%.


Sementara itu, sejak perdagangan pertama selepas pilpres hingga penutupan perdagangan kemarin, rupiah melemah 1,67% di pasar spot melawan dolar AS. Dalam 12 hari perdagangan selepas pilpres, rupiah hanya bisa menguat sebanyak 2 kali, sementara sisanya melemah atau stagnan.


Untuk obligasi, sejak perdagangan pertama selepas pilpres hingga penutupan perdagangan kemarin, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun naik sebesar 520 bps. Dalam 12 hari perdagangan selepas pilpres, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun hanya bisa turun sebanyak 1 kali, sementara sisanya naik.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.


Walaupun sudah berlalu, namun kericuhan masih mewarnai gelaran pilpres pada tahun ini. Hasil hitung cepat alias quick count dari sejumlah lembaga menempatkan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai pemenang. Tak hanya quick count, real count yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun menempatkan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai pemenang.

Sejauh ini, dengan 71,3% suara masuk, Joko Widodo-Ma'ruf Amin tercatat meraih 61,4 juta suara atau setara dengan 56,2%, sementara Prabowo Subianto-Sandiaga Uno meraih 47,9 juta suara atau setara dengan 43,8%.

Namun, kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menolak mentah-mentah hasil quick count dari sejumlah lembaga survei dan real count yang digelar oleh KPU. Pada malam hari tanggal 17 April atau malam di hari gelaran pilpres, Prabowo mengklaim bahwa dirinya dan Sandiaga lah yang memenangkan pilpres.

"Saudara-saudara sebangsa sekalian, saya mau memberikan update. Berdasarkan real count kita, kita berada di 62%," kata Prabowo di Kertanegara, Rabu malam (17/4/2019).

"Ini adalah hasil real count. Dalam posisi lebih dari 320.000 TPS," jelas Prabowo.

Merasa yakin menjadi presiden, Prabowo langsung mengumbar hal-hal yang akan dicapainya ketika menjabat nanti.

"Saya akan dan sudah jadi presiden seluruh rakyat Indonesia. Kita akan membangun Indonesia menang, adil, makmur, damai dan disegani seluruh dunia. Indonesia tidak lagi ada orang kelaparan. Indonesia yang rakyatnya bisa senyum karena tenang masa depannya," papar Prabowo dengan penuh semangat.

Perkembangan terbaru, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menghentikan sistem informasi penghitungan Komisi Pemilihan Umum (Situng KPU). Hal itu lantaran BPN menganggap bahwa KPU tidak berkewajiban menayangkan situng suara pilpres 2019 karena dinilai meresahkan masyarakat.

Lantas, kericuhan terkait pilpres tahun ini berpotensi membuatnya berlarut-larut sampai ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sama seperti gelaran pilpres tahun 2014, kubu Prabowo tak menerima hasil perhitungan resmi dari KPU sehingga mengajukan gugatan ke MK. Sebagai informasi, hasil resmi dari gelaran pemilu 2019 akan diumumkan pada tanggal 22 Mei mendatang oleh KPU. Jika benar digugat ke MK, maka prosesnya akan memakan waktu hingga akhir Juni.

Khawatir bahwa ricuhnya pilpres bisa berlarut-larut hingga akhir bulan depan, saham, obligasi, dan rupiah dilego investor.
Tak sampai disitu, ketika pemenang pilpres sudah resmi ditentukan nantinya (kemungkinan setelah melalui proses di MK), masih ada ketidakpastian yang menyelimuti yakni terkait dengan susunan kabinet yang akan mengawal presiden dan wakil presiden terpilih dalam menahkodai pemerintah 5 tahun ke depan.

Bahkan jika Joko Widodo selaku petahana yang keluar sebagai pemenang nantinya, pelaku pasar juga berpotensi terus bermain defensif. Pasalnya, saat ini ada beberapa nama menteri yang kinerjanya dianggap kurang baik oleh pelaku pasar maupun masyarakat luas.

Nama teranyar adalah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Kemarin, tagar #PecatBudiKarya sempat menjadi trending topic di Twitter. Tingginya harga tiket pesawat menjadi hal yang membuat masyarakat geram terhadap BKS, sapaan akrab sang menteri.

Bayangkan saja, harga tiket pesawat rute Jakarta-Padang untuk keberangkatan hari Kamis (9/5/2019) yang paling murah saja mencapai Rp 1.266.800 untuk orang dewasa (penelusuran di situs Traveloka, 8 Mei 2019 pukul 11:00 WIB). Padahal, harga tiket serupa hanya berada di kisaran Rp 600.000 pada tahun-tahun sebelumnya.

Tingginya harga tiket pesawat terjadi kala harga minyak mentah dunia sedang relatif rendah. Rata-rata harga minyak Brent sepanjang kuartal-I 2019 tercatat lebih rendah hingga 5,04% dibanding rata-rata kuartal-I 2018. Sebagai informasi, komponen bahan bakar memiliki andil yang paling besar dalam pembentukan biaya operasional penerbangan.

Dampak dari tingginya harga tiket pesawat ini benar-benar terasa. Berdasarkan data yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS), penumpang angkutan udara domestik sepanjang kuartal-I 2019 anjlok hingga 17,66% dibanding kuartal-I 2018. Data ini memperlihatkan bahwa semakin banyak masyarakat yang tidak lagi dapat menikmati layanan angkutan udara.

Selain BKS, menteri yang sering disorot kinerjanya oleh masyarakat adalah Menteri Pertanian Amran Sulaiman, seiring dengan ketidakstabilan harga bahan pangan seperti beras, gula, dan jagung.

Pelaku pasar akan bermain defensif sembari menantikan langkah Joko Widodo terkait urusan kabinetnya.

Kalau justru Prabowo yang menang, aksi jual di pasar keuangan Indonesia mungkin bisa lebih besar karena statusnya sebagai non-petahana praktis membuat susunan kabinet menjadi lebih tak pasti.

Urusan kabinet memang tak bisa dianggap sepele. Bagi pelaku pasar saham, mungkin masih ingat yang namanya Sri Mulyani effect. Pada tanggal 27 Juli 2016, Sri Mulyani diumumkan oleh Joko Widodo sebagai menteri keuangan menggantikan Bambang Brodjonegoro. Pada saat itu, IHSG melesat nyaris 1%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular