
Rupiah Menguat di Kurs Tengah BI, Tapi Terlemah Asia di Spot
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 May 2019 10:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI) hari ini. Rupiah menguat setelah 11 hari tidak pernah merasakan asrinya zona hijau.
Pada Rabu (8/5/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.305. Rupiah menguat tipis 0,03% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Penguatan ini sangat melegakan. Pasalnya rupiah tidak pernah menguat di kurs tengah BI selama 11 hari ke belakang, paling bagus hanya stagnan pada 29 April. Dalam periode tersebut, pelemahan rupiah mencapai 2,09%.
Namun di pasar spot, nasib rupiah masih apes. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.300. Rupiah melemah 0,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,07%. Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin lemah.
Baca:
Hello Darkness, My Old Friend! Rupiah Melemah Lagi...
Lebih ngenes lagi, rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia. Sementara sebagian mata uang utama Benua Kuning menguat di hadapan dolar AS, hanya rupiah dan dolar Hong Kong yang masih tertinggal di zona merah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:10 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Melihat situasi ini, di mana rupiah seakan melemah sendirian di Asia, maka sentimen domestik sepertinya lebih mendominasi. Pertama, bisa jadi investor merespons rilis cadangan devisa.
Bank Indonesia (BI) melaporkan, cadangan devisa April adalah US$ 124,3 miliar. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu US$ 124,5 miliar.
Meski masih cukup memadai, penurunan cadangan devisa tetap agak mengganggu. Sebab, 'peluru' yang bisa digunakan oleh BI untuk stabilisasi nilai tukar menjadi berkurang.
Kedua, investor juga menunggu rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal I-2019 pada akhir pekan ini. Salah satu pos yang menjadi sorotan adalah transaksi berjalan (current account).
Transaksi berjalan mencerminkan pasokan devisa dari sisi ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih bertahan lama (sustainable) ketimbang yang berasal dari portofolio di pasar keuangan sehingga menjadi fondasi penting bagi kestabilan rupiah.
Ketiga, ada kemungkinan pelaku pasar wait and see akibat iklim politik yang belum kondusif usai Pemilu 2019. Perhitungan cepat (quick count) maupun riil dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang memenangkan pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin.
Namun kubu 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, terus menyuarakan menolak kalah. Bahkan Prabowo beberapa kali mengumumkan kemenangannya, berdasarkan hasil real count dari Badan Pemenangan Nasional (BPN). Kubu ini juga terus menggemakan kecurangan Pemilu dan meminta proses penghitungan suara di KPU dihentikan.
Belum lama ini, Prabowo di hadapan koresponden media asing menyatakan dirinya tidak akan menyerah. Dia meminta media massa memberitakan kecurangan Pemilu sehingga hasilnya tidak sah.
Perkembangan ini bisa mendelegitimasi hasil perhitungan suara oleh KPU. Jadi kalau nanti KPU menetapkan siapa pun sebagai pemenang Pemilu, gaduh politik belum akan berhenti.
Tensi politik yang tinggi ini tentu membuat investor kurang nyaman. Oleh karena itu, ada kemungkinan pemilik modal memilih menunggu untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia sampai perpolitikan nasional kondusif. Hasilnya tentu rupiah melemah karena kekurangan 'darah'.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Rabu (8/5/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.305. Rupiah menguat tipis 0,03% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Penguatan ini sangat melegakan. Pasalnya rupiah tidak pernah menguat di kurs tengah BI selama 11 hari ke belakang, paling bagus hanya stagnan pada 29 April. Dalam periode tersebut, pelemahan rupiah mencapai 2,09%.
Namun di pasar spot, nasib rupiah masih apes. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.300. Rupiah melemah 0,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,07%. Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin lemah.
Baca:
Hello Darkness, My Old Friend! Rupiah Melemah Lagi...
Lebih ngenes lagi, rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia. Sementara sebagian mata uang utama Benua Kuning menguat di hadapan dolar AS, hanya rupiah dan dolar Hong Kong yang masih tertinggal di zona merah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:10 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Melihat situasi ini, di mana rupiah seakan melemah sendirian di Asia, maka sentimen domestik sepertinya lebih mendominasi. Pertama, bisa jadi investor merespons rilis cadangan devisa.
Bank Indonesia (BI) melaporkan, cadangan devisa April adalah US$ 124,3 miliar. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu US$ 124,5 miliar.
Meski masih cukup memadai, penurunan cadangan devisa tetap agak mengganggu. Sebab, 'peluru' yang bisa digunakan oleh BI untuk stabilisasi nilai tukar menjadi berkurang.
Kedua, investor juga menunggu rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal I-2019 pada akhir pekan ini. Salah satu pos yang menjadi sorotan adalah transaksi berjalan (current account).
Transaksi berjalan mencerminkan pasokan devisa dari sisi ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih bertahan lama (sustainable) ketimbang yang berasal dari portofolio di pasar keuangan sehingga menjadi fondasi penting bagi kestabilan rupiah.
Ketiga, ada kemungkinan pelaku pasar wait and see akibat iklim politik yang belum kondusif usai Pemilu 2019. Perhitungan cepat (quick count) maupun riil dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang memenangkan pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin.
Namun kubu 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, terus menyuarakan menolak kalah. Bahkan Prabowo beberapa kali mengumumkan kemenangannya, berdasarkan hasil real count dari Badan Pemenangan Nasional (BPN). Kubu ini juga terus menggemakan kecurangan Pemilu dan meminta proses penghitungan suara di KPU dihentikan.
Belum lama ini, Prabowo di hadapan koresponden media asing menyatakan dirinya tidak akan menyerah. Dia meminta media massa memberitakan kecurangan Pemilu sehingga hasilnya tidak sah.
Perkembangan ini bisa mendelegitimasi hasil perhitungan suara oleh KPU. Jadi kalau nanti KPU menetapkan siapa pun sebagai pemenang Pemilu, gaduh politik belum akan berhenti.
Tensi politik yang tinggi ini tentu membuat investor kurang nyaman. Oleh karena itu, ada kemungkinan pemilik modal memilih menunggu untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia sampai perpolitikan nasional kondusif. Hasilnya tentu rupiah melemah karena kekurangan 'darah'.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular