Kenapa Rupiah 11 Hari Tak Pernah Menguat di Kurs Tengah BI?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 May 2019 10:38
Kenapa Rupiah 11 Hari Tak Pernah Menguat di Kurs Tengah BI?
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs tengah Bank Indonesia (BI) masih saja melemah hari ini. Dengan demikian, rupiah tidak pernah menguat selama 11 hari perdagangan beruntun. 

Pada Selasa (7/5/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.309. Rupiah melemah 0,01% dibandingkan posisi hari sebelumnya dan menyentuh posisi terlemah sejak 4 Januari. 

Pelemahan hari ini membuat rupiah tidak pernah menguat di kurs tengah BI selama 11 hari berturut-turut, paling banter sekali stagnan pada 29 April. Rantai pelemahan terpanjang sejak 1 Juli-19 Juli 2013 atau nyaris enam tahun lalu. Wagelaseh... 

 

Sementara di pasar spot, nasib rupiah tidak kalah merana. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.305. Rupiah melemah 0,1% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Padahal rupiah dibuka menguat tipis 0,03%. Namun penguatan tipis itu tidak bertahan lama, karena dalam hitungan menit rupiah sudah kembali melemah. 


Apabila rupiah kembali melemah saat lapak ditutup, maka mata uang Tanah Air juga tidak pernah merasakan rimbunnya zona hijau dalam 11 hari perdagangan terakhir. Rantai terpanjang sejak 23 Juli-22 Agustus 2013. 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sejumlah sentimen domestik menjadi beban bagi langkah rupiah. Investor tampak kecewa dengan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I-2019 yang 'cuma' 5,07% year-on-year (YoY). Lebih rendah ketimbang konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yaitu 5,19%, sementara konsensus Reuters ada di 5,18%. 


Kini pasar memilih menunggu sembari menanti data penting lain yang akan dirilis akhir pekan ini, yaitu Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Investor akan melihat bagaimana posisi keseimbangan eksternal Indonesia, masih rapuh atau sudah ada perbaikan? 

Pos yang akan dicermati oleh pelaku pasar adalah transaksi berjalan (current account), yang mencerminkan arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Jika defisitnya semakin dalam, maka kemungkinan rupiah akan rentan melemah karena tidak punya fondasi yang kuat. 

Jadi sambil menunggu data ini, tampaknya investor masih akan mengambil jarak dari pasar keuangan Indonesia. Apabila hasilnya positif, maka arus modal baru akan mengalir deras sehingga memperkuat nilai tukar rupiah. 

Selain itu, ada kemungkinan investor memilih wait and see akibat situasi politik usai Pemilu 2019 yang masih gaduh. Kemarin, capres nomor urut 02 Prabowo Subianto mengundang sejumlah media asing dalam konferensi pers seputar kecurangan Pemilu.  

Straits Times melaporkan, Prabowo mendesak audit teknologi informasi terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebab, eks Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Angkatan Darat ini berkeras telah terjadi kekeliruan data yang harus dikoreksi. Data-data yang tidak benar harus diluruskan. 

Sejauh ini, perhitungan riil yang dilakukan KPU masih memenangkan pasangan capres-cawapres 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin. Namun Prabowo dan pendukungnya menolak menyerah dan kerap menyuarakan soal kecurangan Pemilu sehingga hasilnya tidak sah. 

Situasi ini berpotensi mendelegitimasi hasil perhitungan suara yang akan diumumkan KPU pada 22 Mei mendatang. Apa pun hasilnya, ribut-ribut politik belum akan berhenti.  

Suhu politik yang tidak kunjung adem tentu membuat investor gerah. Oleh karena itu, kemungkinan pemilik modal menunggu situasi agak tenang dulu, sudah jelas siapa pemimpin Indonesia 2019-2024, dan kegaduhan sudah mereda.  


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular