Sudah Bagus Dibuka Menguat, Rupiah Kok Lemas Lagi?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 May 2019 08:34
Sudah Bagus Dibuka Menguat, Rupiah <i>Kok</i> Lemas Lagi?
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil dibuka menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Namun penguatan rupiah masih sangat tipis sehingga peluang untuk kembali terseret ke zona merah tidak bisa dikesampingkan. 

Pada Selasa (7/5/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.285 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,03% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Benar saja, tidak lama setelah pembukaan pasar penguatan rupiah langsung habis. Pada pukul 08:24 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.295. Rupiah sudah melemah 0,03%. 

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan pelemahan 0,28%. Ini membuat rupiah tidak pernah merasakan finis di jalur hijau dalam 10 hari perdagangan terakhir. Dalam periode tersebut, rupiah sudah anjlok 1,78% di hadapan dolar AS.  




Apa mau dikata, dolar AS memang masih berjaya di Asia. Mayoritas mata uang utama Asia masih saja melemah di hadapan greenback.

Namun, depresiasi mata uang Benua Kuning sudah tipis saja. Tidak seperti kemarin, di mana mata uang Asia memang kalah telak di hadapan dolar AS. Oleh karena itu, rupiah dkk masih punya peluang untuk menyeberang ke zona hijau.  

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:25 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dari sisi eksternal, sepertinya risiko kembali meletusnya perang dagang AS-China masih membayangi pasar keuangan Asia. Kemarin, Presiden AS Donald Trump mengancam bakal menaikkan tarif bea masuk untuk importasi produk China senilai US$ 200 miliar. Bahkan eks pembawa acara reality show The Apprentice itu berencana mengenakan bea masuk baru terhadap impor produk made in China senilai US$ 325 miliar. 

"AS sudah kehilangan selama bertahun-tahun, US$ 600-800 miliar per tahun dalam hal perdagangan. Dengan China, kami kehilangan US$ 500 miliar. Maaf, kami tidak mau melakukan itu lagi!" cuit Trump. 


Mendapat ancaman terbuka melalui media sosial, China pun mulai panas. Sejumlah suara keras berdatangan, yang intinya siap meladeni jika AS ingin kembali melanjutkan perang dagang. 

"Atmosfer perundingan sudah berbeda. Semua tergantung perilaku AS," tegas salah seorang diplomat China, dikutip dari Reuters. 

"Biarkan saja Trump menaikkan bea masuk. Kita lihat saja apakah dialog dagang bisa berlanjut," tegas Hu Xijin, Pemimpin Redaksi Global Times (tabloid terbitan Partai Komunis China), dalam cuitan di Twitter dengan nada mengancam. 


Harapan damai dagang perlahan berganti menjadi kekhawatiran dimulainya kembali perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar di planet bumi. Hal ini tentu sangat membuat investor cemas, sehingga tidak ada yang berani mengambil risiko. 

Sementara dari dalam negeri, sepertinya investor kecewa dengan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I-2019 yang 'cuma' 5,07% year-on-year (YoY). Lebih rendah ketimbang konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yaitu 5,19%, sementara konsensus Reuters ada di 5,18%. 

Kini pasar memilih menunggu sembari menanti data penting lain yang akan dirilis akhir pekan ini, yaitu Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Investor akan melihat bagaimana posisi keseimbangan eksternal Indonesia, masih rapuh atau sudah ada perbaikan? 

Pos yang akan dicermati oleh pelaku pasar adalah transaksi berjalan (current account), yang mencerminkan arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Jika defisitnya semakin dalam, maka kemungkinan rupiah akan rentan melemah karena tidak punya fondasi yang kuat. 

Jadi sambil menunggu data ini, tampaknya investor masih akan mengambil jarak dari pasar keuangan Indonesia. Apabila hasilnya positif, maka arus modal baru akan mengalir deras sehingga memperkuat nilai tukar rupiah.   


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular