
Duh! Perkasa di Awal Pekan, IHSG Malah Finis di Posisi Bontot
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
04 May 2019 10:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Nasib Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak berbeda jauh dengan rupiah, bahkan lebih parah.
Pada penutupan perdagangan Jumat kemarin (3/5/2019), IHSG terkoreksi hingga 0,86%. Alhasil, sepanjang pekan ini IHSG menjadi pecundang di kawasan Benua Asia dengan mencatatkan koreksi paling dalam sebesar 1,28% di level 6.319,46. Ini merupakan perolehan terendah sejak 9 Januari 2019.
Jawara pekan ini dipimpin oleh indeks Hang Seng di bursa Hong Kong yang melesat 1,61%, disusul oleh PSEi di Bursa Efek Filipina yang menguat 1,27%. Indeks Straits Times di Singapura juga naik 1,05%, Kospi Korea tumbuh 0,78%, dan SET Thailand naik 0,71%.
Adapun, bursa saham acuan di Malaysia, China, dan India bernasib sama dengan IHSG. Khusus bursa Jepang, sempat diliburkan selama 10 hari hingga 6 Mei mendatang untuk memperingati hari penobatan kaisar.
Lebih lanjut, dalam sepekan indeks sektoral yang membukukan koreksi paling besar adalah industri dasar yang turun 3,19% menjadi 783 poin, disusul oleh sektor pertambangan (turun 2,82%), dan sektor konstruksi (turun 2,23%).
Akan tetapi meski industri dasar terkoreksi paling besar, sektor yang berkontribusi paling besar terhadap pelemahan IHSG pekan ini ini adalah indeks sektor jasa keuangan dan sektor manufaktur.
Pasalnya, koreksi pada kedua sektor tersebut menyebabkan penurunan kapitalisasi pasar IHSG hingga Rp 65,17 triliun atau setara 70,12% dari total kapitalisasi pasar yang hilang karena penurunan IHSG dalam sepekan.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>> Pada perdagangan awal pekan, IHSG membukukan reli 3 hari berturut-turut sampai sebelum libur Hari Buruh Internasional pada Rabu 1 Mei lalu.
Penguatan tersebut disokong dari optimisme bahwa perekonomian Amerika Serikat (AS) tak akan hard landing dan mendorong aksi beli yang dilakukan investor di bursa saham Asia.
Menjelang akhir pekan kemarin, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi AS kuartal I-2019 diumumkan sebesar 3,2% (QoQ annualized). Perolehan ini jauh di atas konsensus dan capaian kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.
Ketika perekonomian AS berada dalam kondisi yang kuat, tentu negara-negara lain akan ikut merasakan dampak positifnya, mengingat posisi AS sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia.
Akan tetapi, ekonomi AS yang cemerlang di tengah rendahnya inflasi yang dialami negara itu bak pisau bermata dua.
Pasalnya, perekonomian Negeri Paman Sam yang terus menguat menjadi faktor pendorong utama bagi The Federal Reserves/The Fed mempertimbangkan menaikkan suku bunga acuan.
Padahal sebelumnya pelaku pasar berekspektasi bahwa ada peluang The Fed untuk memangkas suku bunganya tahun akhir tahun ini.
"Kami merasa stance [posisi] kebijakan kami masih layak dipertahankan untuk saat ini. Kami tidak melihat ada tanda-tanda yang kuat untuk menuju ke arah sebaliknya. Saya melihat kita dalam jalur yang benar," tegas Powell dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters.
Hasil pertemuan The Fed sukses memantik aksi jual di bursa saham tanah air.
"Pasar telah mem-price in pemotongan suku bunga ini. Mereka ingin adanya penurunan suku bunga dan pernyataan ini berarti Powell mengatakan 'maaf, tapi kami tidak akan memangkasnya'," kata Peter Boockvar, Chief Investment Officer di Bleakly Advisory Group, dilansir CNBC International.
Jika pada akhir tahun ini peluang pemangkasan suku bunga acuan hilang, bahkan ada kemungkinan berbalik arah, tentu investasi pada instrumen berbasis dolar lebih menarik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Tren Hijau IHSG Tiap Desember
Pada penutupan perdagangan Jumat kemarin (3/5/2019), IHSG terkoreksi hingga 0,86%. Alhasil, sepanjang pekan ini IHSG menjadi pecundang di kawasan Benua Asia dengan mencatatkan koreksi paling dalam sebesar 1,28% di level 6.319,46. Ini merupakan perolehan terendah sejak 9 Januari 2019.
Jawara pekan ini dipimpin oleh indeks Hang Seng di bursa Hong Kong yang melesat 1,61%, disusul oleh PSEi di Bursa Efek Filipina yang menguat 1,27%. Indeks Straits Times di Singapura juga naik 1,05%, Kospi Korea tumbuh 0,78%, dan SET Thailand naik 0,71%.
Adapun, bursa saham acuan di Malaysia, China, dan India bernasib sama dengan IHSG. Khusus bursa Jepang, sempat diliburkan selama 10 hari hingga 6 Mei mendatang untuk memperingati hari penobatan kaisar.
Lebih lanjut, dalam sepekan indeks sektoral yang membukukan koreksi paling besar adalah industri dasar yang turun 3,19% menjadi 783 poin, disusul oleh sektor pertambangan (turun 2,82%), dan sektor konstruksi (turun 2,23%).
Akan tetapi meski industri dasar terkoreksi paling besar, sektor yang berkontribusi paling besar terhadap pelemahan IHSG pekan ini ini adalah indeks sektor jasa keuangan dan sektor manufaktur.
Pasalnya, koreksi pada kedua sektor tersebut menyebabkan penurunan kapitalisasi pasar IHSG hingga Rp 65,17 triliun atau setara 70,12% dari total kapitalisasi pasar yang hilang karena penurunan IHSG dalam sepekan.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>> Pada perdagangan awal pekan, IHSG membukukan reli 3 hari berturut-turut sampai sebelum libur Hari Buruh Internasional pada Rabu 1 Mei lalu.
Penguatan tersebut disokong dari optimisme bahwa perekonomian Amerika Serikat (AS) tak akan hard landing dan mendorong aksi beli yang dilakukan investor di bursa saham Asia.
Menjelang akhir pekan kemarin, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi AS kuartal I-2019 diumumkan sebesar 3,2% (QoQ annualized). Perolehan ini jauh di atas konsensus dan capaian kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.
Ketika perekonomian AS berada dalam kondisi yang kuat, tentu negara-negara lain akan ikut merasakan dampak positifnya, mengingat posisi AS sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia.
Akan tetapi, ekonomi AS yang cemerlang di tengah rendahnya inflasi yang dialami negara itu bak pisau bermata dua.
![]() |
Pasalnya, perekonomian Negeri Paman Sam yang terus menguat menjadi faktor pendorong utama bagi The Federal Reserves/The Fed mempertimbangkan menaikkan suku bunga acuan.
Padahal sebelumnya pelaku pasar berekspektasi bahwa ada peluang The Fed untuk memangkas suku bunganya tahun akhir tahun ini.
"Kami merasa stance [posisi] kebijakan kami masih layak dipertahankan untuk saat ini. Kami tidak melihat ada tanda-tanda yang kuat untuk menuju ke arah sebaliknya. Saya melihat kita dalam jalur yang benar," tegas Powell dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters.
Hasil pertemuan The Fed sukses memantik aksi jual di bursa saham tanah air.
"Pasar telah mem-price in pemotongan suku bunga ini. Mereka ingin adanya penurunan suku bunga dan pernyataan ini berarti Powell mengatakan 'maaf, tapi kami tidak akan memangkasnya'," kata Peter Boockvar, Chief Investment Officer di Bleakly Advisory Group, dilansir CNBC International.
Jika pada akhir tahun ini peluang pemangkasan suku bunga acuan hilang, bahkan ada kemungkinan berbalik arah, tentu investasi pada instrumen berbasis dolar lebih menarik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Tren Hijau IHSG Tiap Desember
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular