
Dari Rp 14.100/US$ Kini Nyaris Rp 14.300/US$, Rupiah Kenapa?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 May 2019 10:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah terus dipukul mundur oleh dolar AS pada perdagangan hari ini. Dibuka melemah 0,04% di pasar spot, depresiasi rupiah berangsur-angsur bertambah dalam. Pada pukul 10:33 WIB, pelemahan rupiah telah mencapai 0,21% ke level Rp 14.275/dolar AS. Rupiah kini berada di titik terlemahnya sejak 11 Maret silam.
Pelemahan rupiah tidak terjadi hari ini saja. Secara total dalam minggu ini, ada 4 hari perdagangan. Sekedar mengingatkan, perdagangan di hari Rabu (1/5/2019) diliburkan seiring dengan peringatan Hari Buruh.
Pada hari Senin (29/4/2019), rupiah melemah 0,11%, disusul pelemahan sebesar 0,35% sehari setelahnya (30/4/2019). Kemarin (2/5/2019), kinerja rupiah masih lebih baik yakni flat di level Rp 14.245/dolar AS. Pada hari ini, seperti sudah disebutkan di atas, rupiah kembali melemah.
Sebagai informasi, pada akhir perdagangan minggu lalu, rupiah bertengger di level Rp 14.180/dolar AS. Lantas, hanya dalam waktu sepekan, rupiah melemah dari kisaran Rp 14.100/dolar AS menjadi nyaris Rp 14.300/dolar AS.
Ada apa dengan rupiah?
Sejatinya, pelemahan di sepanjang pekan ini tak hanya dialami rupiah saja, namun juga mayoritas mata uang negara-negara Asia lainnya. Maklum saja, dolar AS memang sedang seksi. Kinclongnya data ekonomi yang dirilis di Negeri Paman Sam membuat dolar AS begitu berkilau di mata pelaku pasar.
Menjelang akhir pekan kemarin, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 diumumkan sebesar 3,2% (QoQ annualized), jauh di atas konsensus dan capaian kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.
Kuatnya angka pertumbuhan ekonomi AS kemudian mendorong The Federal Reserve selaku bank sentral AS untuk mengeluarkan pernyataan yang jauh dari nada dovish.
Pasca mengumumkan bahwa tingkat suku bunga acuan dipertahankan di level 2,25%-2,5%, pada hari Rabu waktu setempat, Gubernur The Fed Jerome Powell mengeluarkan pernyataan yang mengindikasikan bahwa suku bunga acuan akan terus dipertahankan hingga akhir tahun.
"Kami merasa stance kebijakan kami masih layak dipertahankan untuk saat ini. Kami tidak melihat ada tanda-tanda yang kuat untuk menuju ke arah sebaliknya. Saya melihat kita dalam jalur yang benar," tegas Powell dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters.
"Pasar tenaga kerja tetap kuat. Ekonomi juga tumbuh solid. Apa yang kami putuskan hari ini sebaiknya tidak dibaca sebagai sinyal perubahan kebijakan pada masa mendatang," tambah Powell.
Padahal sebelumnya, pelaku pasar berharap bahwa akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 2 Mei 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini tinggal tersisa 37%, dari yang sebelumnya 40,1% pada tanggal 1 Mei. Pada bulan lalu, probabilitasnya sempat mencapai 41%.
Di sisi lain, probabilitas tingkat suku bunga acuan ditahan di level 2,25%-2,5% berada di level 51,4%, melonjak dari posisi sehari sebelumnya yang hanya 38,6%.
Seiring dengan semakin memudarnya ekspektasi bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipangkas pada tahun ini, praktis dolar AS menjadi memiliki energi untuk menguat.
Apalagi, rilis data ekonomi AS yang terbaru kembali kinclong. Kemarin, pemesanan barang dari pabrikan di AS periode Maret 2019 diumumkan tumbuh hingga 1,9% secara bulanan, jauh di atas konsensus yang memperkirakan kenaikan sebesar 1% saja, seperti dilansir dari Forex Factory. Pada bulan Februari, pemesanan barang dari pabrikan di AS terkontraksi sebesar 0,3%.
Pelemahan rupiah tidak terjadi hari ini saja. Secara total dalam minggu ini, ada 4 hari perdagangan. Sekedar mengingatkan, perdagangan di hari Rabu (1/5/2019) diliburkan seiring dengan peringatan Hari Buruh.
Pada hari Senin (29/4/2019), rupiah melemah 0,11%, disusul pelemahan sebesar 0,35% sehari setelahnya (30/4/2019). Kemarin (2/5/2019), kinerja rupiah masih lebih baik yakni flat di level Rp 14.245/dolar AS. Pada hari ini, seperti sudah disebutkan di atas, rupiah kembali melemah.
Ada apa dengan rupiah?
Sejatinya, pelemahan di sepanjang pekan ini tak hanya dialami rupiah saja, namun juga mayoritas mata uang negara-negara Asia lainnya. Maklum saja, dolar AS memang sedang seksi. Kinclongnya data ekonomi yang dirilis di Negeri Paman Sam membuat dolar AS begitu berkilau di mata pelaku pasar.
Menjelang akhir pekan kemarin, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 diumumkan sebesar 3,2% (QoQ annualized), jauh di atas konsensus dan capaian kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.
Kuatnya angka pertumbuhan ekonomi AS kemudian mendorong The Federal Reserve selaku bank sentral AS untuk mengeluarkan pernyataan yang jauh dari nada dovish.
Pasca mengumumkan bahwa tingkat suku bunga acuan dipertahankan di level 2,25%-2,5%, pada hari Rabu waktu setempat, Gubernur The Fed Jerome Powell mengeluarkan pernyataan yang mengindikasikan bahwa suku bunga acuan akan terus dipertahankan hingga akhir tahun.
"Kami merasa stance kebijakan kami masih layak dipertahankan untuk saat ini. Kami tidak melihat ada tanda-tanda yang kuat untuk menuju ke arah sebaliknya. Saya melihat kita dalam jalur yang benar," tegas Powell dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters.
"Pasar tenaga kerja tetap kuat. Ekonomi juga tumbuh solid. Apa yang kami putuskan hari ini sebaiknya tidak dibaca sebagai sinyal perubahan kebijakan pada masa mendatang," tambah Powell.
Padahal sebelumnya, pelaku pasar berharap bahwa akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 2 Mei 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini tinggal tersisa 37%, dari yang sebelumnya 40,1% pada tanggal 1 Mei. Pada bulan lalu, probabilitasnya sempat mencapai 41%.
Di sisi lain, probabilitas tingkat suku bunga acuan ditahan di level 2,25%-2,5% berada di level 51,4%, melonjak dari posisi sehari sebelumnya yang hanya 38,6%.
Seiring dengan semakin memudarnya ekspektasi bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipangkas pada tahun ini, praktis dolar AS menjadi memiliki energi untuk menguat.
Apalagi, rilis data ekonomi AS yang terbaru kembali kinclong. Kemarin, pemesanan barang dari pabrikan di AS periode Maret 2019 diumumkan tumbuh hingga 1,9% secara bulanan, jauh di atas konsensus yang memperkirakan kenaikan sebesar 1% saja, seperti dilansir dari Forex Factory. Pada bulan Februari, pemesanan barang dari pabrikan di AS terkontraksi sebesar 0,3%.
Next Page
Data Ekonomi Super Penting
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular