Sah! 8 Hari Sudah Rupiah Tak Pernah Menguat

Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 May 2019 17:32
Sah! 8 Hari Sudah Rupiah Tak Pernah Menguat
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat 0,32% di pasar spot, apresiasi rupiah terpangkas habis pada akhir perdagangan. Pada saat penutupan perdagangan, rupiah ditransaksikan di level Rp 14.245/dolar AS atau sama dengan posisi penutupan hari Selasa (30/4/2019).

Lantas, 8 hari sudah rupiah tak pernah mencetak apresiasi. Kali terakhir rupiah menguat adalah sehari selepas gelaran pemilihan umum atau pada tanggal 18 April silam. Selepas itu, rupiah ditransaksikan melemah atau setidaknya flat seperti pada hari ini.

Pada hari ini, mata uang negara-negara Asia bergerak variatif melawan dolar AS. Ada yang menguat, namun ada juga yang melemah. Sentimen yang menyelimuti dolar AS memang ada yang positif dan negatif sehingga membuat arah dolar AS menjadi tak jelas.



Pada hari Rabu (1/5/2019) waktu setempat, The Federal Reserve selaku bank sentral AS mengumumkan bahwa tingkat suku bunga acuan dipertahankan di level 2,25%-2,5%, sesuai dengan ekspektasi. Dalam pertemuan kali ini, pelaku pasar juga berharap akan ada sinyal dari The Fed terkait dengan pemotongan tingkat suku bunga acuan pada tahun ini, seiring dengan lemahnya angka inflasi. Target inflasi The Fed adalah 2% sementara inflasi inti AS tercatat hanya 1,6% di kuartal pertama.

Namun, ekspektasi terkait pemotongan tingkat suku bunga acuan dimentahkan oleh Powell. Ia menjelaskan bahwa bank sentral masih memandang lemahnya inflasi merupakan hasil dari faktor-fakor yang bersifat sementara, seperti rendahnya harga pakaian dan tiket pesawat, dilansir dari CNBC International.

"Kami memperkirakan faktor-faktor yang sifatnya sementara sedang mengambil peran," kata Powell dalam konferensi pers setelah pengumuman suku bunga acuan, Rabu. Ia juga menambahkan bahwa inflasi akan kembali ke kisaran target The Fed dan akan tetap simetris dengan sasaran tersebut.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 2 Mei 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini tinggal tersisa 38,4%, dari yang sebelumnya 40,1% pada tanggal 1 Mei. Pada bulan lalu, probabilitasnya sempat mencapai 41%.

Di sisi lain, probabilitas tingkat suku bunga acuan ditahan di level 2,25%-2,5% berada di level 48,6%, melonjak dari posisi sehari sebelumnya yang hanya 38,6%.

Seiring dengan memudarnya ekspektasi bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipangkas pada tahun ini, praktis dolar AS menjadi memiliki energi untuk menguat.

Beruntung bagi rupiah, lantaran sudah tak pernah menguat selama 7 hari perdagangan terakhir, ruang bagi investor untuk melakukan aksi jual pada hari ini menjadi sangat terbatas, sehingga mata uang Garuda ditransaksikan flat hingga akhir perdagangan.
Di sisi lain, tekanan bagi dolar AS datang dari bangkitnya risk appetite investor, seiring dengan damai dagang AS-China yang kian dekat saja. Pada hari Rabu, beberapa orang sumber mengatakan kepada CNBC International bahwa kesepakatan dagang AS-China bisa diumumkan pada hari Jumat mendatang (3/5/2019).

Sebagai informasi, pada hari Selasa (30/4/2019) delegasi AS menggelar dialog dagang lanjutan dengan China di Beijing. Delegasi AS dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.

Menjelang dimulainya negosiasi, pernyataan defensif diungkapkan Mnuchin yang pada akhirnya membuat pelaku pasar ragu bahwa kesepakatan dagang bisa segera diteken.

Menurutnya, walaupun kedua negara sudah mendekati sebuah kesepakatan, kini negosiasi memasuki tahap di mana sebuah kesepakatan bisa diteken atau justru berakhir tanpa kesepakatan sama sekali.

“Kami berharap bahwa dalam 2 pertemuan di China dan (Washington) DC kami akan berada dalam suatu titik di mana kami dapat memberikan rekomendasi kepada presiden apakah kami dapat meneken kesepakatan atau tidak,” papar Mnuchin ketika diwawancarai oleh Fox Business, seperti dilansir dari South China Morning Post.

Politico menyebut bahwa kesepakatan dagang AS-China akan membuat AS mencabut bea masuk sebesar 10% yang dibebankan kepada US$ 200 miliar produk impor asal China. Sementara itu, bea masuk senilai 25% terhadap produk impor asal Negeri Panda senilai US$ 50 miliar akan tetap dipertahankan hingga selepas pemilihan presiden tahun 2020.

Perkembangan terbaru tersebut kembali meyakinkan investor bahwa 2 negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut bisa segera mengakhiri ribut-ribut di bidang perdagangan yang sudah berlangsung selama berbulan-bulan.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular