Tahun Pilpres, Emiten Infrastruktur Mana yang Melempem di Q1?

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
02 May 2019 15:22
Kinerja keuangan mayoritas emiten BUMN konstruksi pada awal tahun ini atau kuartal I-2019 tidak menggembirakan.
Foto: Progres konstruksi Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) makin dikebut dengan telah selesainya proses perakitan mesin Tunnel Boring Machine (TBM) yaitu alat bor raksasa yang didatangkan khusus dari Zhanghuabang Wharf, Shanghai Tiongkok. Sejak pertama kali dirakit pada pertengahan Februari 2019, alat bor raksasa ini kini segera dioperasikan menembus lapisan tanah di bawah tol Cikampek mulai KM 3+300, dari arah Jakarta. (Dok. KCIC)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja keuangan mayoritas emiten BUMN konstruksi pada awal tahun ini atau kuartal I-2019 tidak menggembirakan, berbalik dari periode kuartal I-2018 yang positif meskipun di tengah banjirnya proyek infrastruktur dan tahun Pilpres 2019.  

Dari sembilan perusahaan (empat BUMN induk dan lima anak perusahaan) yang sudah merilis kinerja 3 bulan pertama tahun ini, kenaikan pendapatan hanya dibukukan PT PP Tbk (PTPP), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT PP Presisi Tbk (PPRE), dan PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON). 

Peningkatan masing-masing pendapatan emiten tersebut dibukukan sebesar 34,92%, 3,95%, 39,17%, dan 8,47%.

Di sisi lain, lima perusahaan (BUMN karya dan anak usaha) yang pendapatannya turun pada periode tersebut adalah PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT PP Properti Tbk (PPRO), PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), dan PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE). 



BUMN-BUMN tersebut sudah masuk dalam Holding BUMN Infrastruktur dan Holding BUMN Perumahan. WIKA dan PTPP bergabung sebagai anggota Holding BUMN Perumahan di bawah kendali Perum Perumnas (Persero) sebagai induk usaha.

BUMN lain lain yaki 
PT Virama Karya, PT Amarta Karya, PT Indah Karya, dan PT Bina Karya.


Adapun BUMN Infrastruktur diisi oleh WSKT, ADHI, PT Jasa Marga Tbk (JSMR), dan PT Yodya Karya di dalamnya dengan holding yakni PT Hutama Karya.

Lebih lanjut, pendapatan dari sembilan perusahaan itu tidak serupa dengan kinerja periode yang sama tahun lalu. Pada periode yang sama 2018, tujuh dari jumlah itu mencatat kenaikan. Sementara dua emiten sahamnya baru tercatat di papan bursa pada 2017 yakni WEGE dan PPRE. 

Dari lima emiten yang mencetak penurunan pendapatan kuartal I-2019, ternyata dua emiten masih mampu membalikkan arah di sisi laba bersih yang masih berhasil tumbuh, meskipun dalam jumlah kecil.



Keduanya adalah ADHI dan WEGE. Adhi Karya mampu meningkatkan pendapatan dari laba ventura bersama atau proyek kerja sama-patungan (joint venture) menjadi Rp 80,47 miliar dari sebelumnya hanya Rp 2,1 miliar. 

Selain peningkatan laba ventura bersama tersebut, perseroan mampu meningkatkan pendapatan lain menjadi Rp 20,41 miliar terutama dari pendapatan keuangan, dan mengalami penurunan pajak penghasilan final. 

Faktor-faktor tersebut mampu mendukung laba sebelum pajak perseroan pada kuartal I-2019 sudah naik dari kinerja 2018.

Untuk WEGE, pembalik kinerja laba perseroan utamanya akibat meningkatnya pendapatan lain menjadi Rp 26,2 miliar dari Rp 15,09 miliar terutama yang berasal dari bunga deposito dan giro.
 

Bagian laba ventura bersama WEGE juga naik menjadi Rp 13,81 miliar dari sebelumnya Rp 4,03 miliar. 

Kinerja awal tahun yang kurang menggembirakan tersebut seakan menjadi lampu kuning bagi kinerja emiten BUMN karya ke depannya. 

Meskipun demikian, saat ini pemerintahan petahana di bawah Joko Widodo (Jokowi) tampaknya akan terpilih kembali di tampuk kekuasaan tertinggi untuk 5 tahun ke depan, sehingga ini akan menjadi katalis positif bagi infrastruktur dan pada akhirnya menguntungkan bagi emiten yang terkait dengan sektor ini. 

Namun, jangan lupa bahwa lembaga pemeringkat global Fitch Ratings pernah mengingatkan bahwa hasil Pilpres 2019 tidak akan berdampak banyak pada proyek pelaksanaan infrastruktur dan kinerja laba emiten yang terkait. Hal ini karena capaian kontrak oleh perusahaan BUMN yang cukup tinggi, khususnya WIKA dan WSKT. 

Fitch juga menambahkan bahwa kunci dari kinerja perusahaan-perusahaan infrastruktur ke depan adalah pelunasan proyek turnkey dan proyek lain yang sesuai jadwal dan tidak tertunda. 


Proyek turnkey yang dimaksud adalah proyek yang pembayaran dilakukan saat pekerjaan telah selesai seluruhnya atau saat proyek serah terima dari pelaksana ke pemilik.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Simak ulasan kelanjutan Holding BUMN setelah Pilpres 2019.
[Gambas:Video CNBC]

(irv/tas) Next Article Belanja BUMN Karya Turun di 2019

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular