Seberapa Sakti Teori "Sell in May and Go Away"?

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
01 May 2019 10:47
Ada juga pertanyaan lain yang lebih awam, yaitu apa sebenarnya definisi frase tersebut.
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Apakah saham anda harus dijual karena ada kata-kata sakti "Sell in May and Go Away"? Pertanyaan yang sering terlontar dari teman-teman yang sedang berdiskusi terkait portofolio saham dan reksa dana saham yang dimilikinya menjelang Mei seperti sekarang ini. 

Ada juga pertanyaan lain yang lebih awam, yaitu apa sebenarnya definisi frase tersebut. 

Sebenarnya kalimnat lengkap dari frase tersebut adalah "Sell in May and go away; Don't come back until St. Leger's Day."

Awal muasal frase tempat tersebut terucap adalah di London, Inggris Raya, di mana bangsawan, pedagang, dan bankir akan berlibur keluar kota menuju pedesaan di saat musim panas.

St. Leger's Day sendiri mengacu pada balapan kuda ketiga di The English Triple Crown Winners, yang melombakan kuda berdarah murni dan terjadi pada September.

Meskipun sudah umum diadopsi di pasar keuangan Inggris, kata-kata tersebut baru relevan di dunia investasi Amerika Serikat setelah Perang Dunia II.

Kata-kata mutiara tersebut akhirnya berarti 6 bulan yaitu antara Mei-Oktober akan menjadi periode negatif pergerakan pasar saham, yang sering dikatakan sudah didasari catatan historis dibanding 6 bulan sebelumnya yaitu November-April.
 

Pada periode tersebut, teori yang juga biasa disebut "Halloween Indicator" atau "Halloween Effect" tersebut menyatakan bahwa investor akan melepas portofolionya di pasar saham.  

Artikel di Wikipedia menunjukkan sebuah analisis berkesimpulan bahwa dari teori tersebut tepat dan sudah terjadi di pasar saham 36 negara dari total 37 negara yang dicermati, dan sudah terjadi sejak abad ke-17 tepatnya (1694) di Inggris Raya, dan efeknya lebih kuat terjadi di pasar keuangan Eropa. 

Di sebuah tulisan situs Investopedia menunjukkan pada rentang 1950 ke sekitar 2013, indeks acuan utama di Amerika Serikat yaitu Dow Jones Industrial Average (DJIA) memang memiliki rerata return yang rendah, yaitu hanya 0,3% sepanjang Mei-Oktober. 

Kinerja DJIA itu lebih rendah dibanding rerata keuntungan 7,5% pada periode November-April, berdasarkan sebuah kolom di Forbes pada 2017.  

Meskipun alasan pastinya pola tersebut tidak diketahui, turunnya volume perdagangan di bulan-bulan liburan musim panas dan naiknya arus dana investasi pada musim dingin disebut-sebut menjadi alasan tambahan dari perbedaan kinerja pasar saham untuk periode antara Mei-Oktober dan November-April.  

Kontra "Sell in May"

Namun, Investopedia mencatat berdasarkan sebuah riset oleh analis Bank of America Merrill Lynch di Amerika Serikat, ditunjukkan bahwa secara historis sejak 1928 periode Juni-Agustus adalah masa-masa terbaik kedua di pasar saham setiap tahunnya.  

Tulisan yang sama mengatakan bahwa statistik yang lebih kekinian telah menunjukkan pola musiman ini tidak tepat lagi sekarang ini.  

Berdasarkan artikel di situs Investor's Business Daily pada periode Mei 2018 menunjukkan investor Wallstreet yang memiliki portofolio saham menjual kepemilikannya itu pada Mei 2016, maka dia akan melewatkan beberapa kesempatan emas.  

Hal tersebut disebabkan indeks NASDAQ pada akhir April 2016 berada pada 4.775, lebih tinggi daripada Mei dan melambung pada akhir Juni.

Kemudian, NASDAQ naik 55% dari akhir Juni tahun yang sama hingga akhir Januari 2018.
 

Bahkan, Investor's Business Daily juga menulis bahwa teori berdasarkan 'tanggalan' yang dianggap lebih mujarab daripada "Sell in May" adalah "Always Remember to Sell in September". 

"Always Remember to Sell in September" dianggap bertuah juga karena ketika memasuki bulan Oktober disebutkan bahwa pasar saham melemah dan membentuk tren turun (bearish), serta membuat kinerja pergerakan saham-saham besar turun juga.  

Lantas Bagaimana "Sell in May" di Indonesia?
Rudiyanto, Direktur PT Panin Asset Management, dalam presentasinya kepada nasabah juga mengatakan tingkat keakurasian teori "Sell in May and Go Away" hanya 38% di pasar saham Indonesia. 

"Hanya benar 8 dari 21 tahun pengamatan," tulis Panin Asset Management dalam materi presentasinya kepada nasabah pekan ini (30/4/19). 

Dia mengatakan angka 38% itu berasal dari rekam jejak kinerja IHSG ketika Mei-Oktober, yang artinya pasar saham benar adanya negatif hanya pada 8 tahun di rentang bulan tersebut. 

Untuk periode Mei-Oktober pada 13 tahun lainnya, IHSG masih positif sehingga teori tersebut kurang tepat. 

"Tulisan itu adalah uji akurasinya," ujarnya.  

PeriodeTahunReturn (%)Pembuktian
Mei - Oktober1998-34.63Benar
Mei - Oktober199919.92Salah
Mei - Oktober2000-23.05Benar
Mei - Oktober20017.12Salah
Mei - Oktober2002-30.9Benar
Mei - Oktober200338.74Salah
Mei - Oktober20049.84Salah
Mei - Oktober20053.56Salah
Mei - Oktober20068.07Salah
Mei - Oktober200732.23Salah
Mei - Oktober2008-45.47Benar
Mei - Oktober200937.44Salah
Mei - Oktober201022.35Salah
Mei - Oktober2011-0.75Benar
Mei - Oktober20124.06Salah
Mei - Oktober2013-10.4Benar
Mei - Oktober20145.15Salah
Mei - Oktober2015-12.41Benar
Mei - Oktober201612.07Salah
Mei - Oktober20175.64Salah
Mei - Oktober2018-2.72Benar
Sumber: Rudiyanto.blog  

Malahan, teori sampingan yang timbul dari "Sell in May" yaitu "Buy in November" malah lebih tepat lagi ketika diuji keakuratannya oleh Rudiyanto. 

Untuk periode November-April yang dalam definisi teori "Sell in May" sebagai periode berinvestasi saham yang akan lebih baik daripada Mei-Oktober, teori tersebut menunjukkan kinerja positif memang jauh lebih banyak pada 1997-2018.  

Dari rentang tahun yang sama, Rudiyanto menunjukkan bahwa jumlah tahun yang benar bahwa November-April positif ada sebanyak 15 kali, sedangkan yang menunjukkan November-April negatif hanya 6, sehingga menghasilkan tingkat akurasi 71%. 

 
Periode AwalPeriode AkhirReturn (%)Pembuktian
Nov-97Apr-98-8.05Salah
Nov-98Apr-9964.64Benar
Nov-99Apr-00-11.3Salah
Nov-00Apr-01-11.62Salah
Nov-01Apr-0239.17Benar
Nov-02Apr-0322.17Benar
Nov-03Apr-0425.24Benar
Nov-04Apr-0519.65Benar
Nov-05Apr-0637.35Benar
Nov-06Apr-0726.32Benar
Nov-07Apr-08-12.82Salah
Nov-08Apr-0937.09Benar
Nov-09Apr-1025.49Benar
Nov-10Apr-115.07Benar
Nov-11Apr-1210.28Benar
Nov-12Apr-1315.72Benar
Nov-13Apr-147.31Benar
Nov-14Apr-15-0.06Salah
Nov-15Apr-168.61Benar
Nov-16Apr-174.85Benar
Nov-17Apr-18-0.19Salah
Sumber: Rudiyanto.blog  

Dalam tulisannya Rudiyanto juga memprediksi bahwa periode probabilitas pasar akan koreksi pada Mei-Oktober tahun ini adalah 38%, kecil, karena tahun ini adalah tahun pilpres yang secara tren akan menguat. 

Kesimpulannya, akan lebih baik kalau Anda mengikuti teori berdasarkan 'tanggalan' tersebut pada November-April karena tingkat probabilitasnya lebih tinggi secara historis dibanding koreksi pada Mei-Oktober. 

Namun, haruslah tetap dipahami bahwa keputusan investasi harus disesuaikan dengan pribadi dan profil investasi serta profil risiko masing-masing individu, di mana investasi jangka panjang haruslah tetap dilakukan setiap waktu secara berkala. 

Dan tentunya, bagi yang belum sama sekali berinvestasi, bersegeralah, karena berinvestasi hari ini tidak pernah terlambat.

Berinvestasi besoklah yang terlambat.
  

TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article IHSG Langsung Ngegas Usai Libur Tahun Baru Imlek

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular