Begini Kinerja Komoditas Sepekan, Harga CPO Paling Sedih

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
30 April 2019 18:48
Begini Kinerja Komoditas Sepekan, Harga CPO Paling Sedih
Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan lalu merupakan masa yang bahagia untuk sebagian besar komoditas. Pasalnya harga sejumlah komoditas berhasil membukukan penguatan sepanjang periode 22-26 April 2019. Namun tidak semua, karena masih ada komoditas yang harus melemah pada periode tersebut.



Batu Bara
Baru bara Newcastle tercatat sebagai komoditas yang menguat paling tinggi pada pekan lalu yaitu sebesar 0,89% secara point-to-point. Namun dalam jangka panjang masih perlu diwaspadai.

Pasalnya hingga saat ini, pemerintah China masih memberlakukan pembatasan kuota impor batu bara untuk melindungi industri batu bara domestik, mengutip Reuters, Jumat (26/4/2019).

Apalagi pelaku industri batu bara lokal China sudah memasang target peningkatan produksi hingga 100 juta ton di tahun 2019. Seakan mengonfirmasi, biro statistik nasional China mengatakan bahwa tahun ini kapasitas produksi batu bara meningkat 194 juta ton.

Alhasil permintaan batu bara dari pasar global (impor/seaborne) menjadi terancam.

Emas
Harga emas di pasar spot pun juga berhasil menguat hingga 0,85% secara point-to-point. Sejumlah kekhawatiran akan risiko investasi terbukti berhasil mebuat investor cenderung meminati emas.

Risiko pecahnya perang dagang Trans-Atlantik semakin saat Uni Eropa merilis daftar produk AS senilai US$ 20 miliar yang rencananya akan dikenakan bea impor pada hari Kamis (18/4/2019).

Aksi tersebut merupakan respon atas tindakan serupa yang dilakukan oleh Negeri Paman Sam. Sebelumnya AS telah berencana memberlakukan bea impor pada produk Uni Eropa senilai US$ 11 miliar.

Seminggu berselang, pada 25 April Trump dengan jelas menyatakan keresahannya kepada Uni Eropa karena keuntungan pabrikan motor Harley Davidson yang anjlok hampir 27% di kuartal I-2019. Trump menuding bahwa kesulitan yang dialami Harley Davidson akibat bea impor sebesar 31% yang diterapkan oleh Uni Eropa.

"Sangat tidak adil bagi AS. Kami akan membalas!" tegas Trump melalui akun Twitter pribadinya.

Bila benar sampai AS-Uni Eropa saling lempar tarif seperti yang terjadi dengan AS-China tahun lalu, maka perlambatan ekonomi global akan sulit dihentikan.

Kala risiko perekonomian meningkat, maka investasi pada instrumen berisiko akan kekurangan daya tarik. Emas yang biasa dijadikan pelindung nilai (hedging) pun gencar diburu pelaku pasar.

Karet
Komoditas karet alam pun masih mampu membukukan penguatan mingguan sebesar 0,42%.

Salah satu sentimen yang masih kuat memberi dorongan pada harga karet adalah kesepakatan anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC) untuk mengurangi ekspor karet sebesar 240.000 ton selama 4 bulan mulai April.

Dengan adanya kebijakan tersebut, pasokan karet global dapat berkurang secara signifikan. Terlebih ITRC merupakan produsen karet terbesar di dunia, yang menyumbang 66% terhadap total produksi karet global.

Akan tetapi, pada tanggal 22 Maret 2019, Thailand mengatakan akan menunda pemangkasan ekspor karet hingga 12 Mei mendatang.

Tanpa Thailand mengurangi ekspor saja harga karet masih mampu menguat, meski perlahan-lahan. Artinya karet masih punya senjata untuk makin menguat ke depannya.

Selain itu harga karet juga mendapat sokongan dari harga minyak yang terus menjulang tinggi. Hal ini bisa terjadi karena minyak bumi merupakan bahan baku produksi karet sintetis yang bersaing dengan karet alam di berbagai industri.

BERLANJUT KE HALAMAN 2
Minyak
Harga minyak masih terus didorong oleh kesepakatan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya untuk memangkas produksi hingga 1,2 juta barel/hari.
Terlebih pada awal pekan lalu (22/4/2019), AS dengan tegas mencabut keringanan sanksi Iran dengan  melarang seluruh negara mitranya untuk membeli minyak asal Negeri Persia. Akibatnya, pasokan minyak global berpotensi jadi semakin ketat lagi.
Pasalnya Iran merupakan negara produsen minyak terbesar keempat di antara anggota OPEC lainnya, dengan volume ekspor mencapai 2,5 juta barel/hari (sebelum adanya sanksi).
Namun penguatan harga minyak terhambat akibat Presiden AS yang mengatakan telah mendesak OPEC untuk meningkatkan produksi.
"Saya sudah berbicara dengan OPEC. Saya katakan, Anda harus turunkan. Anda harus turunkan [harga minyak] !" ujar Trump, mengutip Reuters, Jumat (26/4/2019).

Alhasil pelaku pasar semakin yakin keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) di pasar global tidak akan berkurang terlalu jauh.Akan tetapi, harga minyak masih punya energi untuk terus menguat karena baru-baru ini Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih mengatakan bahwa kebijakan OPEC untuk tetap mengurangi produksi minyak bisa diperpanjang hingga akhir 2019.

Minyak Sawit Mentah (crude palm oil/CPO)
Namun nasib baik tak menghampiri CPO pekan lalu. Dalam sepekan, harga CPO amblas hingga 2,98% secara point-to-point.Inventori minyak sawit Malaysia yang masih tinggi membuat keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) masih gemuk dan membebani harga. Pada akhir tahun 2018, bahkan menyentuh 3,21 juta ton atau tertinggi sejak 18 tahun silam.

Pada kuartal I-2019 pun pengurangan stok tidak signifikan akibat permintaan yang masih lemah. Per akhir Maret 2019, stok minyak sawit masih sebesar 2,97 juta ton, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang hanya 2,3 juta ton. Pelaku pasar juga memprediksi pada bulan April stok masih akan meningkat.

Ancaman penurunan pemintaan dari Uni Eropa juga memberi tekanan pada harga CPO dalam jangka panjang. Pada bulan Maret, Uni Eropa mengumumkan rancangan udang-undang baru yang secara bertahap melarang penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku campuran biosolar. Meskipun baru akan dilarang penuh pada 2030, tapi importir akan cenderung konservatif dengan mencari produk substitusi jauh hari sebelumnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(taa/taa) Next Article Hilirisasi Ala Perusahaan Batu Bara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular