
Sah! Tujuh Hari Beruntun Rupiah Tak Pernah Menguat
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
30 April 2019 17:33

Dalam kesempatan ini, investor akan cenderung mengoleksi safe haven. Dalam hal ini adalah greenback.
Bukan tanpa alasan. Sederet rilis data ekonomi yang ciamik mendukung pelaku pasar untuk melarikan asetnya pada dolar AS, ketimbang instrumen safe haven lain.
Pada hari Senin (29/4/2019) waktu setempat, pemerintah AS mengumumkan data pengeluaran pribadi (personal spending) periode Maret 2019 yang tumbuh sebesar 0,9% dibanding bulan sebelumnya (month on month/MoM).
Pertumbuhan tersebut mengalahkan prediksi konsensus yang sebesar 0,7% MoM dan juga lebih baik dibanding Februari yang tumbuh 0,1%.
Data tersebut menggambarkan tingkat kesejahteraan di AS yang baik, karena konsumen masih dapat meningkatkan pengeluarannya. Perlu diingat bahwa data personal spending AS sudah disesuaikan dengan tingkat inflasi.
Dengan data ekonomi yang kinclong, maka kemungkinan Bank Sentral AS, The Fed untuk menurunkan suku bunga semakin tipis.
Mengutip CME, probabilitas The Fed untuk menurunkan suku bunga sebanyak 25 basis poin di tahun ini hanya tinggal 40,9%. Turun dari posisi kemarin (29/4/2019) yang masih sebesar 41,1%.
Bila suku bunga tetap ditahan, maka keperkasaan dolar dapat dipertahankan. Membuat risiko depresiasi nilainya menjadi semakin tipis. Daya tarik dolar sebagai safe haven pun membuncah. Membuat investor makin gemar memburu aset-aset berbasis dolar.
Pada saat yang hampir bersamaan, rilis data ekonomi kawasan Benua Kuning malah agak mengecewakan.
Hari ini pemerintah China mengumumkan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur periode April yang sebesar 50,1 atau lebih rendah dibanding prediksi konesus yang sebesar 50,5.
Meskipun nilai di atas 50 berarti masih terjadi ekspansi, tapi capaian tersebut turun dibanding periode Maret yang sebesar 50,5.
Itu berarti ada sinyal perlambatan ekonomi yang ditangkap oleh pelaku pasar. China yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia sudah tentu akan mempengaruhi negara-negara Asia lain, termasuk Indonesia.
Seperti janjian, Jepang sebagai negara ekonomi terbesar ke-3 di dunia sebelumnya sudah mengumumkan output industrial bulan Maret yang terkontraksi hingga 4,6% YoY. Tentu saja pasar agak kecewa, karena sempat memprediksi penurunan output industrial hanya sebesar 0,6%, mengutip Trading Economics.
Kala dua kekuatan terbesar di Asia memperlihatkan sinyal-sinyal perlambatan ekonomi, minat investor untuk masuk ke pasar keuangan Benua Kuning pun surut. Alhasil rupiah tak melemah sendirian. Semoga saja tak bertahan lama
TIM RISET CNBC INDONESIA
Seperti janjian, Jepang sebagai negara ekonomi terbesar ke-3 di dunia sebelumnya sudah mengumumkan output industrial bulan Maret yang terkontraksi hingga 4,6% YoY. Tentu saja pasar agak kecewa, karena sempat memprediksi penurunan output industrial hanya sebesar 0,6%, mengutip Trading Economics.
Kala dua kekuatan terbesar di Asia memperlihatkan sinyal-sinyal perlambatan ekonomi, minat investor untuk masuk ke pasar keuangan Benua Kuning pun surut. Alhasil rupiah tak melemah sendirian. Semoga saja tak bertahan lama
TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular