Dibuka Hijau, Mampukah IHSG Bertahan Hingga Penutupan?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 April 2019 09:42
Dibuka Hijau, Mampukah IHSG Bertahan Hingga Penutupan?
Foto: Oppo Stock In Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali hari dengan penguatan sebesar 0,19% ke level 6.437,98. Pada pukul 09:30 WIB, penguatan IHSG sudah bertambah lebar menjadi 0,34% ke level 6.447,67.

IHSG melaju dengan nyaman di zona hijau kala seluruh bursa saham utama kawasan Asia kompak ditransaksikan melemah: indeks Shanghai turun 0,04%, indeks Hang Seng turun 0,83%, indeks Straits Times turun 0,38%, dan indeks Kospi turun 1,34%.

Pelaku pasar nampak grogi dalam menantikan perkembangan negosiasi dagang AS-China. Pada hari ini, delegasi AS dijadwalkan menggelar dialog dagang lanjutan dengan China di Beijing.

Delegasi AS akan dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China akan dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.

Melansir pemberitaan New York Times yang dikutip dari CNBC International, negosiasi dagang antara AS dan China disebut Mnuchin sudah memasuki tahap akhir.

"Saya rasa kedua belah pihak memiliki keinginan untuk mencapai sebuah kesepakatan," papar Mnuhcin. "Kami telah mencapi banyak kemajuan."

Namun, pernyataan defensif juga diungkapkan Mnuchin. Menurutnya, walaupun kedua negara sudah mendekati sebuah kesepakatan, kini negosiasi memasuki tahap di mana sebuah kesepakatan bisa diteken atau justru berakhir tanpa kesepakatan sama sekali.

Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

Jika AS dan China justru gagal mencapai kesepakatan dagang, balas membalas bea masuk bisa semakin tereskalasi dan semakin menekan laju perekonomian kedua negara, yang pada akhirnya akan berdampak negatif kepada perekonomian dunia.
Pukulan lain bagi bursa saham Benua Kuning datang dari rilis data ekonomi China yang mengecewakan. Pada hari ini, Manufacturing PMI versi resmi pemerintah China periode April 2019 diumumkan di level 50,1, turun dari capaian periode Maret yang sebesar 50,5. Capaian pada bulan April juga berada di bawah konsensus yang sebesar 50,5, seperti dilansir dari Trading Economics.

Sejatinya, angka di atas 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur di China masih mencatatkan ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Namun, ekspansinya tak sekencang ekspansi pada bulan Maret.

Rilis data tersebut lantas melengkapi rentetan rilis data ekonomi yang mengecewakan di kawasan regional. Belum lama ini, produksi industri Jepang periode Maret 2019 (pembacaan awal) diumumkan jatuh 4,6% secara tahunan, jauh lebih dalam ketimbang konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 0,6% saja, seperti dilansir dari Trading Economics.

Tingkat pengangguran Jepang periode Maret 2019 diumumkan di level 2,5%, di atas konsensus yang sebesar 2,4%, seperti dilansir dari Trading Economics. Capaian tersebut juga melonjak dari posisi Februari yang sebesar 2,3%.

Beralih ke Korea Selatan, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 diumumkan di level 1,8% YoY, jauh lebih rendah ketimbang konsensus yang sebesar 2,5% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics.

Seiring dengan mengecewakannya data ekonomi yang dirilis di kawasan Asia, dolar AS kembali menjadi incaran investor karena rilis data ekonomi AS yang kuat. Rupiah berserta mata uang negara-negara Asia lainnya terdepresiasi melawan dolar AS pada pagi hari ini.

Untuk rupiah, hingga berita ini diturunkan, pelemahannya adalah sebesar 0,18% di pasar spot ke level Rp 14.220/dolar AS.

Menariknya, terlepas dari pelemahan rupiah, investor asing justru membukukan beli bersih senilai Rp 48,2 miliar di pasar saham tanah air. Nampaknya, investor asing melihat ruang untuk melakukan akumulasi pasca kemarin sudah membukukan jual bersih senilai Rp 336,7 miliar di pasar reguler. Namun jika pelemahan rupiah terus bertahan atau bahkan bertambah dalam, sangat dimungkinkan investor asing akan keluar dari pasar saham Indonesia.

Dengan mencermati perkembangan yang ada di mana bursa saham utama kawasan Asia kompak ditransaksikan melemah dan rupiah terdepresiasi cukup dalam, patut dicurigai bahwa penguatan IHSG hanya sementara. Investor sudah selayaknya berhati-hati lantaran sewaktu-waktu IHSG bisa berbalik arah ke zona merah.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular