Saat Asing Banyak Keluar, IHSG Finish di Zona Hijau

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 April 2019 16:43
Aksi Jual Investor Asing Batasi Penguatan IHSG
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Sejatinya, penguatan IHSG bisa lebih tinggi jika investor asing tak melakukan aksi jual. Per akhir sesi 2, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 336,7 miliar di pasar reguler.

Saham-saham yang banyak dilepas investor asing di antaranya: PT Astra International Tbk/ASII (Rp 87,1 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 67,3 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 61,6 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 53,9 miliar), dan PT JAPFA Tbk/JPFA (Rp 50,6 miliar).

Pelemahan rupiah menjadi momok bagi investor asing. Pada pembukaan perdagangan di pasar spot, mata uang Garuda melemah 0,04% ke level Rp 14.185/dolar AS. Hingga sore hari, pelemahannya menjadi bertambah dalam yakni sebesar 0,21% ke level Rp 14.210/dolar AS.

Lantas, sudah dalam 6 hari perdagangan terakhir rupiah tak pernah mencetak apresiasi. Terakhir kali rupiah menguat adalah sehari selepas gelaran pemilihan umum atau pada tanggal 18 April silam. Selepas itu, rupiah ditransaksikan melemah atau setidaknya flat.

Kala rupiah melemah, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian dari selisih kurs, sehingga wajar jika aksi jual di pasar saham Indonesia dilakukan.

Walaupun direspons positif di bursa saham, kinclongnya data ekonomi AS menjadi petaka bagi rupiah. Pasalnya, deretan data ekonomi yang kinclong tersebut membuat keyakinan bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas suku bunga acuan pada tahun ini menjadi memudar. Praktis, dolar AS menjadi memiliki daya tarik yang besar.

Dari dalam negeri, tak ada suntikan energi bagi rupiah dari Bank Indonesia (BI). Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang hasilnya diumumkan pada hari Kamis lalu (25/4/2019) memutuskan bahwa 7 Day Reverse Repo Rate ditahan di level 6%.

Lebih lanjut, harga minyak mentah dunia yang belum suportif ikut menjadi faktor yang membuat rupiah dilego pelaku pasar. Walaupun terkoreksi pada hari ini, harga minyak mentah dunia masih berada di level yang relatif tinggi.

Hingga sore hari, harga minyak WTI kontrak pengiriman bulan Juni melemah 0,73% ke level US$ 62,84/barel, sementara brent kontrak pengiriman bulan Juni turun 0,93% ke level US$ 71,48/barel.

Kala harga minyak berada dalam level yang tinggi, ada kemungkinan bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan melebar, mengingat status Indonesia sebagai net importir minyak mentah.

Sebagai informasi, sepanjang kuartal-IV 2018, CAD Indonesia tercatat senilai US$ 9,1 miliar atau 3,57% dari PDB, naik dari capaian kuartal-III 2018 yang sebesar 3,37% dari PDB. CAD pada kuartal-IV 2018 merupakan yang terparah sejak kuartal-II 2014.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan memang merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular