Sempat Terseok-Seok, IHSG Naik Tipis Penutupan Sesi I

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 April 2019 12:58
Sempat Terseok-Seok, IHSG Naik Tipis Penutupan Sesi I
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan pertama di pekan ini dengan pelemahan sebesar 0,2%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil membalikkan keadaan dan ditutup menguat tipis 0,05% per akhir sesi I ke level 6.404,1.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong kenaikan IHSG di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,62%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+1,08%), PT Smartfren Telecom Tbk/FREN (+2,6%), PT Waskita Karya Tbk/WSKT (+2,84%), dan PT Media Nusantara Citra Tbk/MNCN (+5,91%).

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Hang Seng naik 0,75%, indeks Straits Times naik 0,87%, dan indeks Kospi naik 1,15%.

Optimisme bahwa perekonomian AS tak akan mengalami hard landing membuat aksi beli dilakukan investor di bursa saham Benua Kuning.

Menjelang akhir pekan kemarin, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 diumumkan sebesar 3,2% (QoQ annualized), jauh di atas konsensus dan capaian kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.

Rilis data tersebut melengkapi rangkaian rilis data ekonomi AS sebelumnya yang juga oke. Pemesanan barang-barang tahan lama (durable goods) diumumkan naik 2,7% MoM pada bulan Maret, menandai kenaikan tertinggi sejak Agustus 2018 dan jauh mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,7% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kemudian, pemesanan barang-barang tahan lama inti (mengeluarkan komponen transportasi) naik 0,4% secara bulanan, juga di atas konsensus yang sebesar 0,2%, dilansir dari Forex Factory.

Lebih lanjut, penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 diumumkan naik sebesar 1,6% secara bulanan, menandai kenaikan tertinggi sejak September 2017 dan jauh membaik dibandingkan capaian bulan Februari yakni kontraksi sebesar 0,2%. Capaian pada bulan Maret juga berhasil mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,9% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Sebagai informasi, belum lama ini International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS untuk tahun 2019 menjadi 2,3%, dari yang sebelumnya 2,5% pada proyeksi yang dibuat bulan Januari. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%.

Ketika perekonomian AS berada dalam kondisi yang kuat, tentu negara-negara lain akan ikut merasakan dampak positifnya, mengingat posisi AS sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia.
Sejatinya, penguatan IHSG bisa lebih tinggi jika investor asing tak melakukan aksi jual. Per akhir sesi 1, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 227 miliar di pasar reguler.

Saham-saham yang banyak dilepas investor asing di antaranya: PT Astra International Tbk/ASII (Rp 67,8 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 35,5 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 33,6 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 28,8 miliar), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 27,9 miliar).

Pelemahan rupiah menjadi momok bagi investor asing. Pada pembukaan perdagangan di pasar spot, mata uang Garuda melemah 0,04% ke level Rp 14.185/dolar AS. Hingga siang hari, pelemahannya menjadi bertambah dalam yakni sebesar 0,07% ke level Rp 14.190/dolar AS.

Jika bertahan hingga akhir perdagangan, maka rupiah resmi tak pernah mencetak apresiasi dalam 6 hari perdagangan terakhir. Kali terakhir rupiah menguat adalah sehari selepas gelaran pemilihan umum atau pada tanggal 18 April silam. Selepas itu, rupiah ditransaksikan melemah atau setidaknya flat.

Kala rupiah melemah, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian dari selisih kurs, sehingga wajar jika aksi jual di pasar saham Indonesia dilakukan.

Walaupun direspons positif di bursa saham, kinclongnya data ekonomi AS menjadi petaka bagi rupiah. Pasalnya, deretan data ekonomi yang kinclong tersebut membuat keyakinan bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas suku bunga acuan pada tahun ini menjadi memudar. Praktis, dolar AS menjadi memiliki daya tarik yang besar.

Dari dalam negeri, tak ada suntikan energi bagi rupiah dari Bank Indonesia (BI). Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang hasilnya diumumkan pada hari Kamis lalu (25/4/2019) memutuskan bahwa 7 Day Reverse Repo Rate ditahan di level 6%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular