Top! IHSG Jadi Terbaik, Saat Mayoritas Bursa Asia Menguat

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 April 2019 12:48
Top! IHSG Jadi Terbaik, Saat Mayoritas Bursa Asia Menguat
Foto: Oppo Stock In Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Selepas anjlok hingga 1,42% pada perdagangan kemarin (22/4/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil balas dendam pada hari ini dnegan menjadi indeks saham dengan kinerja terbaik di kawasan Asia.

Per akhir sesi 1, IHSG membukukan penguatan sebesar 0,69% ke level 6.458,86.

Sejatinya, indeks saham kawasan Asia lainnya juga ditransaksikan menguat seperti IHSG. Namun, penguatan IHSG merupakan yang paling tinggi. Sedari awal perdagangan pun, IHSG sudah menjadi indeks saham dengan kinerja terbaik di kawasan Asia.



Optimisme bahwa perekonomian dunia tidak akan mengalami hard landing pada tahun ini membuat saham-saham di Benua Kuning diburu investor. Belum lama ini, International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksinya atas pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun 2019 menjadi 3,3%, dari yang sebelumnya 3,5% pada proyeksi yang dibuat bulan Januari. Sebagai informasi, perekonomian dunia tumbuh hingga 3,6% pada tahun 2018.

Data ekonomi yang dirilis belakangan ini di negara-negara dengan nilai perekonomian raksasa seperti China dan AS menunjukkan bahwa laju perekonomian dunia masih oke, sehingga hard landing akan bisa dihindari.

Pada pekan lalu, pertumbuhan ekonomi China periode kuartal-I 2019 diumumkan di level 6,4% YoY, mengalahkan konsensus yang sebesar 6,3% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics.

Kemudian, produksi industri periode Maret 2019 diumumkan tumbuh 8,5% secara tahunan, di atas konsensus yang sebesar 5,9%, seperti dilansir dari Trading Economics. Terakhir, penjualan barang-barang ritel untuk bulan yang sama melesat hingga 8,7% secara tahunan, juga di atas konsensus yang sebesar 8,4%, dilansir dari Trading Economics.

Beralih ke AS, penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 diumumkan naik sebesar 1,6% secara bulanan, menandai kenaikan tertinggi sejak September 2017 dan jauh membaik dibandingkan capaian bulan Februari yakni kontraksi sebesar 0,2%. Capaian pada bulan Maret juga berhasil mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,9% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kemudian, penjualan barang-barang ritel inti (mengeluarkan komponen mobil) periode Maret 2019 tumbuh sebesar 1,2% secara bulanan, membaik ketimbang bulan Februari yang minus 0,2%. Capaian tersebut juga juga berhasil mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,7% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Tak sampai disitu, klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 13 April tercatat turun 5.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 192.000, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 207.000, dilansir dari Forex Factory.
Jelinya investor dalam memanfaatkan peluang yang ada membuat IHSG mampu mengokohkan diri sebagai indeks saham dengan kinerja terbaik di kawasan Asia.

Jika berkaca kepada sejarah, IHSG selalu memberikan imbal hasil yang menggiurkan di tahun pemilu, dengan catatan bahwa hasil pilpres sesuai dengan proyeksi dari mayoritas lembaga survei.

Pada tahun 2004, IHSG melejit hingga 44,6%. Kala itu, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Muhammad Jusuf Kalla memenangkan pertarungan melawan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi (putaran 2).

Pada tahun 2009, IHSG meroket hingga 87%. Pada pertarungan tahun 2009, SBY berhasil mempertahankan posisi RI-1, namun dengan wakil yang berbeda. Ia didampingi oleh Boediono yang sebelumnya menjabat Gubernur Bank Indonesia (BI). SBY-Boediono berhasil mengalahkan 2 pasangan calon yakni Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla-Wiranto.

Beralih ke tahun 2014, mantan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berhasil menempati tahta kepemimpinan tertinggi di Indonesia dengan menggandeng Jusuf Kalla sebagai wakilnya. Pada saat itu, IHSG melejit 22,3%.

Untuk pilpres edisi 2019, mayoritas lembaga survei memang menjagokan pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, yang kini unggul di quick count yang diadakan sejumlah lembaga.

Hasil hitung cepat dari Litbang Kompas misalnya, sudah menerima sebanyak 99,95% suara masuk dengan 54,4% suara jatuh ke pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Namun ternyata, dalam 2 hari perdagangan pertama selepas pilpres tahun ini (18 & 22 April), IHSG justru anjlok hingga 1,03%. Padahal dalam 2 hari perdagangan pertama selepas pilpres tahun 2014, IHSG membukukan penguatan sebesar 0,16%.

Dalam perdagangan pertama setelah pilpres, sejatinya IHSG membukukan penguatan sebesar 0,4%. Namun, pada perdagangan kemarin IHSG anjlok hingga 1,42%, membuat imbal hasil dalam 2 hari perdagangan pertama selepas pilpres menjadi negatif.

Lantas, kinerja IHSG yang underperform tersebut dimanfaatkan investor untuk melakukan akumulasi. Apalagi, sepanjang tahun ini (hingga penutupan perdagangan kemarin) IHSG baru membukukan penguatan sebesar 3,56%, menyisakan upside yang besar jika berkaca kepada tahun-tahun pemilu sebelumnya. Sayang, pelemahan rupiah membatasi kinerja IHSG. Hingga siang hari, rupiah melemah 0,07% di pasar spot ke level Rp 14.080/dolar AS. Jika bertahan hingga akhir perdagangan, maka rupiah akan membukukan pelemahan selama 2 hari beruntun.

Pelemahan rupiah membuat investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 112,5 miliar di pasar reguler. Kala rupiah melemah, investor asing berpotensi menderita kerugian kurs sehingga aksi jual di pasar saham pun mereka lakukan.

Memudarnya ekspektasi bahwa The Federal Reserve/The Fed selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini menjadi bensin yang membuat dolar AS mampu menaklukkan rupiah.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 23 April 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini adalah sebesar 36,9%, turun dari posisi sehari sebelumnya yang sebesar 38,1%. Jika dibandingkan dengan posisi bulan lalu yang sebesar 38,8%, maka penurunannya lebih besar lagi.

Sementara itu, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps turun menjadi 10,1% dari posisi sehari sebelumnya yang sebesar 10,8%. Sebulan yang lalu, probabilitasnya berada di angka 13,1%.

Kinclongnya data-data ekonomi yang dirilis di AS memberikan persepsi bagi investor bahwa belum ada urgensi bagi The Fed untuk memangkas tingkat suku bunga acuan. Praktis, dolar AS mendapatkan suntikan energi melawan rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular