Ada Dua Risiko Besar Negara Berkembang Termasuk Indonesia

Iswari Anggit Pramesti, CNBC Indonesia
22 April 2019 19:31
Ada dua risiko yang perlu dicermati negara emerging market, termasuk Indonesia.
Foto: Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Kebijakan FiskalĀ Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan poin-poin yang menjadi catatan penting dalam Spring Meetings, World Bank - International Monetary Fund (IMF) 2019, terkait perkembangan perekonomian global yang perlu menjadi perhatian.

Dari beberapa poin tersebut, Suahasil menyoroti dua risiko yang menurutnya perlu dicermati negara emerging market, termasuk Indonesia. Kedua risiko tersebut ialah; peningkatan risiko utang dan sudden capital outflow (arus modal keluar).

"Pertama, terjadi kenaikan risiko utang, baik pada utang korporasi maupun utang sektor publik, namun tidak untuk Indonesia. Kedua, perlu diwaspadai shock di pasar keuangan global memiliki dampak interkoneksi yang kuat terhadap negara-negara emerging," ujarnya dalam Konferensi Pers APBN Kinerja dan Fakta Maret 2019, Senin (22/4/2019).

Lebih jauh lagi ia menjelaskan detail dari masing-masing risiko tersebut.



Terkait risiko utang yang tidak berlaku bagi Indonesia, menurutnya hal ini terjadi karena pemerintah berhasil menjaga utang tetap aman pada level 30,1% terhadap PDB atau Produk Domestik Bruto. Posisi utang tersebut memang jauh lebih rendah dari batas maksimum yang sebesar 60%, dalam Undang-undang Keuangan Negara nomor 17 tahun 2003.

Bahkan, pemerintah mampu menggunakan utang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, pemerintah telah mengelola utang secara prudent.

"Oleh karena itu, kondisi ekonomi Indonesia di mana gap to GDP ratio 30%, patut diapresiasi, karena kita mampu menahan, dan ketika kita punya utang, kita bisa konversikan utang tersebut kepada pertumbuhan ekonomi."

"Pertumbuhan ekonomi kita yang sekitar 5,2% itu tetap dianggap sebagai pertumbuhan yang sangat kondusif di antara G20, kita tiga tertinggi."



Kedua, terkait sudden capital outflow. Risiko yang kedua ini memang cenderung membawa sentimen positif bagi negara emerging market, termasuk Indonesia.

Pasalnya, penurunan suku bunga di negara maju seperti Amerika Serikat, mendorong modal bergerak ke negara emerging market, yang suku bunganya cenderung lebih tinggi. Di samping itu, banyak negara emerging market juga sedang mengupayakan pembangunan, sehingga membutuhkan modal cukup banyak.

Dengan dua risiko ini, Suahasil mengatakan, pemerintah akan terus waspada dan memperkuat komunikasi terkait kebijakan yang diperlukan. Dengan demikian pembangunan bisa berlanjut.

"Kita terus awasi, komunikasi kebijakan akan kita terus jaga, dan apalagi di dalam periode kita adalah tahun politik dengan aman, pemilu kemarin, dan ini saatnya kita melanjutkan pembangunan kita," pungkasnya.





(dru) Next Article Prediksi Pemerintah: Dolar AS 2022 Sentuh Rp 13.900-14.800

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular