Pemilu 2019

Jokowi Effect Pudar, IHSG Ambruk 1,38%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 April 2019 12:36
Jokowi Effect Pudar, IHSG Ambruk 1,38%
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham tanah air babak belur pada perdagangan awal pekan. Dibuka naik tipis 0,06%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemudian diterpa tekanan jual dengan intensitas yang besar. Per akhir sesi 1, IHSG ambruk sebesar 1,38% ke level 6.417,4.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi kejatuhan IHSG di antaranya: PT Astra International Tbk/ASII (-3,82%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-2,28%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,55%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-3,45%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-2,03%).

Nasib IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan melemah: indeks Nikkei turun 0,03%, indeks Shanghai turun 1,39%, dan indeks Kospi turun 0,34%.

Aksi ambil untung melanda bursa saham regional. Maklum, bursa saham regional sudah membukukan penguatan sepanjang pekan lalu. Indeks Shanghai misalnya, melesat nyaris 2% dalam sepekan.

Kinclongnya data ekonomi China menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham regional pada pekan lalu. Untuk periode kuartal-I 2019, pertumbuhan ekonomi diumumkan di level 6,4% YoY, mengalahkan konsensus yang sebesar 6,3% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics.

Lantas, kekhawatiran bahwa perekonomian China akan mengalami hard landing pada tahun ini menjadi mereda. Sebagai informasi, belum lama ini pemerintah China resmi memangkas target pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 menjadi 6%-6,5%. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dipatok di kisaran 6,5%. Pada tahun 2018, perekonomian China tumbuh hingga 6,6%.

Sejaitnya, perkembangan terkait negosiasi dagang AS-China mendukung bagi investor untuk melakukan aksi beli di bursa saham regional pada hari ini. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Gao Feng mengungkapkan bahwa ada kemajuan baru dalam perundingan Washington-Beijing, walaupun dirinya tak mengelaborasi lebih jauh.

Namun, dorongan untuk melakukan ambil untung lebih dominan dalam mendikte perdagangan di bursa saham Benua Kuning.
Dari dalam negeri, Jokowi effect yang mendorong IHSG melesat hingga 1,58% pada pekan lalu terlihat sudah pudar pada hari ini.

Sejauh ini, hasil hitung cepat dari berbagai lembaga kompak memenangkan pasangan calon nomor urut 01 yakni Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Hasil hitung cepat dari Litbang Kompas misalnya, sudah menerima sebanyak 99,95% suara masuk dengan 54,4% suara jatuh ke pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Lantas, bisa dibilang Jokowi menang besar pada tahun ini. Pada pilpres 2014, Jokowi ‘hanya’ mengalahkan Prabowo dengan marjin 53,15% berbanding 46,85%.

Bagi pasar saham, kemenangan Joko Widodo- Ma’ruf Amin memang sebelumnya kami prediksi akan menjadi berkah. Pasalnya jika berkaca kepada sejarah, IHSG selalu memberikan imbal hasil yang menggiurkan di tahun pemilu, dengan catatan bahwa hasil pemilihan presiden sesuai dengan proyeksi dari mayoritas lembaga survei. Pada pemilihan presiden edisi 2019, mayoritas lembaga survei memang sebelumnya menjagokan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai pemenang.

Pada tahun 2004, IHSG melejit hingga 44,6%. Pada tahun 2009, IHSG meroket hingga 87%. Sementara pada tahun 2014 kala Jokowi terpilih untuk periode pertamanya sebagai presiden, IHSG melejit 22,3%.

Namun, sama seperti yang dialami oleh bursa saham regional, dorongan untuk melakukan ambil untung lebih dominan dalam mendikte perdagangan di bursa saham Indonesia. Selain aksi ambil untung, ada faktor lain yang memantik aksi jual atas saham-saham di tanah air, yakni kekhawatiran bahwa The Federal Reserve/The Fed selaku bank sentral AS akan mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini. Padahal sebelumnya, pelaku pasar sudah pede bahwa tak akan ada kenaikan suku bunga acuan pada tahun 2019.

Kekhawatiran ini dilandasi oleh kinclongnya data-data ekonomi yang dirilis di AS pada hari Kamis (18/4/2019). Penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 diumumkan naik sebesar 1,6% secara bulanan, menandai kenaikan tertinggi sejak September 2017 dan jauh membaik dibandingkan capaian bulan Februari yakni kontraksi sebesar 0,2%. Capaian pada bulan Maret juga berhasil mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,9% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kemudian, penjualan barang-barang ritel inti (mengeluarkan komponen mobil) periode Maret 2019 tumbuh sebesar 1,2% secara bulanan, membaik ketimbang bulan Februari yang minus 0,2%. Capaian tersebut juga juga berhasil mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,7% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Tak sampai disitu, klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 13 April tercatat turun 5.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 192.000, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 207.000, dilansir dari Forex Factory.

Kuatnya data tenaga kerja tersebut bahkan ikut dibanggakan oleh sang presiden, Donald Trump.

“Klaim tunjangan pengangguran di AS telah mencapai level terendah (terbaik) dalam lebih dari 50 tahun!” cuit Trump.

Dengan deretan data ekonomi yang kinclong tersebut, ada kemungkinan bahwa The Fed akan mengerek naik suku bunga acuan pada tahun ini. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 21 April 2019, terdapat peluang sebesar 0,3% bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini, naik dari posisi tanggal 18 April yang sebesar 0%. Posisi pada bulan lalu (21 Maret) adalah juga 0%.

Memang probabilitasnya masih kecil, masih 0,3%. Namun, jika dikombinasikan dengan kinerja rupiah yang kinclong pada pekan lalu, probabilitas yang masih kecil tersebut telah cukup untuk membuat mata uang Garuda menderita tekanan jual. Sepanjang pekan lalu, rupiah menguat sebesar 0,35%, menjadikannya mata uang dengan kinerja terbaik di kawasan Asia.

Hingga siang hari, rupiah melemah 0,32% di pasar spot ke level Rp 14.085/dolar AS.

Pelemahan rupiah pada akhirnya semakin mendorong investor untuk melakukan aksi jual di pasar saham tanah air.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular