
Rupiah Terbaik Kedua Asia, Investor Makin Percaya
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 April 2019 16:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini ditutup menguat di perdagangan pasar spot. Rupiah berhasil memanfaatkan sentimen eksternal dan domestik yang kondusif.
Pada Kamis (11/4/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.130 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,11% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Mengawali perdagangan hari ini, rupiah berada di posisi yang identik dengan saat penutupan pasar yaitu menguat 0,11%. Namun itu tidak bertahan lama, dalam hitungan menit rupiah langsung tergelincir ke area depresiasi meski pelemahannya tipis-tipis saja.
Rupiah nyaris seharian terjebak di zona merah. Namun jelang penutupan pasar rupiah berhasil bangkit dan menyeberang ke zona hijau. Penguatan itu berhasil dipertahankan sampai lapak digulung.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini:
Di level Asia, rupiah berhasil menjadi salah satu mata uang terbaik. Apresiasi 0,11% membawa rupiah menempati posisi runner-up di klasemen mata uang utama Benua Kuning. Rupiah hanya kalah dari rupee India.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:08 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Banjir sentimen positif dari eksternal berhasil mengangkat rupiah dari zona merah. Pertama, dolar AS sendiri memang sebenarnya tertekan. Pada pukul 16:11 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,01%.
Mata uang Negeri Paman Sam berada dalam posisi bertahan setelah rilis notulensi rapat The Federal Reserve/The Fed edisi Maret. Dalam rapat tersebut, terlihat bahwa Jerome 'Jay' Powell dan kolega semakin kalem (dovish).
"Mayoritas peserta rapat memperkirakan proyeksi ekonomi dan risiko ke depan kemungkinan menyebabkan suku bunga acuan tidak berubah sampai akhir tahun. Para peserta rapat juga menyadari berbagai ketidakpastian, termasuk yang menyangkut ekonomi dan pasar keuangan global," sebut risalah itu.
Pintu kenaikan suku bunga acuan yang semakin tertutup membuat dolar AS terpojok. Sebab tanpa dukungan kenaikan suku bunga, berinvestasi di mata uang ini menjadi kurang seksi.
Kedua, masih dari AS, ada perkembangan baru seputar prospek damai dagang AS-China. Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, mengaku telah berbicara dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He melalui sambungan telepon.
Dia menggambarkan pembicaraan tersebut berlangsung sangat produktif. Menurut Mnuchin, Washington-Beijing sepakat untuk membentuk semacam kantor bersama untuk mengawasi pelaksanaan butir-butir kesepakatan damai dagang.
"Kami menyepakati semacam mekanisme implementasi. Disepakati bahwa kedua pihak akan membentuk kantor yang mengawasi pelaksanaan kesepakatan dagang," ungkap Mnuchin dalam wawancara bersama CNBC International.
Ketiga, di China juga ada rilis data positif. Inflasi di tingkat produsen (PPI) China pada Maret tercatat 0,4% year-on-year (YoY), kenaikan pertama dalam 9 bulan terakhir. Ini menandakan dunia usaha China mulai pulih, ditopang oleh stimulus fiskal dan moneter yang digelontorkan pemerintah dan Bank Sentral China (PBoC).
Sementara inflasi di tingkat konsumen (CPI) pada Maret adalah 2,3% YoY, laju tercepat sejak Oktober 2018. Tidak hanya dunia usaha, konsumen pun terlihat lebih bergairah.
Keempat, pelaku pasar lega karena pertemuan Uni Eropa-Inggris untuk membahas Brexit membuahkan hasil yang memuaskan. Uni Eropa akhirnya setuju untuk memberikan tambahan waktu bagi Inggris untuk mempersiapkan perpisahan sampai 31 Oktober. Sedianya Brexit akan terjadi pada 12 April.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Sementara dari dalam negeri, angka Prompt Manufacturing Index (PMI) keluaran Bank Indonesia (BI) pada kuartal I-2019 berada di 52,65. Membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 5,192 dan kuartal I-2018 yang sebesar 50,14. Angka kuartal I-2019 menjadi yang tertinggi sejak kuartal IV-2013.
Data ini menunjukkan dunia usaha, utamanya yang bergerak di sektor manufaktur, masih ekspansif. Artinya pertumbuhan ekonomi domestik masih akan terjaga.
PMI melengkapi rangkaian rilis data domestik yang positif akhir-akhir ini. Misalnya cadangan devisa yang pada Maret tercatat US$ 124,5 miliar, naik dibandingkan Februari yaitu US$ 123,3 miliar.
Kemudian data penjualan ritel juga memuaskan. Pada Februari, penjualan ritel domestik tumbuh 9,1% YoY. Lebih baik ketimbang Januari yang membukukan pertumbuhan 7,2% YoY.
Akibatnya kepercayaan diri investor untuk memegang rupiah semakin tinggi. Reuters melakukan survei dua mingguan terhadap pada analis dan fund managers untuk melihat kepercayaan investor terhadap sejumlah mata uang utama Asia. Skor yang digunakan adalah rentang -3 sampai 3, semakin tinggi maka investor semakin lebih percaya kepada dolar AS sehingga melepas mata uang Asia.
Pada survei 11 April, skor buat rupiah adalah -0,07. Jauh membaik dibandingkan posisi akhir Maret yaitu 0,21.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Kamis (11/4/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.130 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,11% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Mengawali perdagangan hari ini, rupiah berada di posisi yang identik dengan saat penutupan pasar yaitu menguat 0,11%. Namun itu tidak bertahan lama, dalam hitungan menit rupiah langsung tergelincir ke area depresiasi meski pelemahannya tipis-tipis saja.
Rupiah nyaris seharian terjebak di zona merah. Namun jelang penutupan pasar rupiah berhasil bangkit dan menyeberang ke zona hijau. Penguatan itu berhasil dipertahankan sampai lapak digulung.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini:
Di level Asia, rupiah berhasil menjadi salah satu mata uang terbaik. Apresiasi 0,11% membawa rupiah menempati posisi runner-up di klasemen mata uang utama Benua Kuning. Rupiah hanya kalah dari rupee India.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:08 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Banjir sentimen positif dari eksternal berhasil mengangkat rupiah dari zona merah. Pertama, dolar AS sendiri memang sebenarnya tertekan. Pada pukul 16:11 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,01%.
Mata uang Negeri Paman Sam berada dalam posisi bertahan setelah rilis notulensi rapat The Federal Reserve/The Fed edisi Maret. Dalam rapat tersebut, terlihat bahwa Jerome 'Jay' Powell dan kolega semakin kalem (dovish).
"Mayoritas peserta rapat memperkirakan proyeksi ekonomi dan risiko ke depan kemungkinan menyebabkan suku bunga acuan tidak berubah sampai akhir tahun. Para peserta rapat juga menyadari berbagai ketidakpastian, termasuk yang menyangkut ekonomi dan pasar keuangan global," sebut risalah itu.
Pintu kenaikan suku bunga acuan yang semakin tertutup membuat dolar AS terpojok. Sebab tanpa dukungan kenaikan suku bunga, berinvestasi di mata uang ini menjadi kurang seksi.
Kedua, masih dari AS, ada perkembangan baru seputar prospek damai dagang AS-China. Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, mengaku telah berbicara dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He melalui sambungan telepon.
Dia menggambarkan pembicaraan tersebut berlangsung sangat produktif. Menurut Mnuchin, Washington-Beijing sepakat untuk membentuk semacam kantor bersama untuk mengawasi pelaksanaan butir-butir kesepakatan damai dagang.
"Kami menyepakati semacam mekanisme implementasi. Disepakati bahwa kedua pihak akan membentuk kantor yang mengawasi pelaksanaan kesepakatan dagang," ungkap Mnuchin dalam wawancara bersama CNBC International.
Ketiga, di China juga ada rilis data positif. Inflasi di tingkat produsen (PPI) China pada Maret tercatat 0,4% year-on-year (YoY), kenaikan pertama dalam 9 bulan terakhir. Ini menandakan dunia usaha China mulai pulih, ditopang oleh stimulus fiskal dan moneter yang digelontorkan pemerintah dan Bank Sentral China (PBoC).
Sementara inflasi di tingkat konsumen (CPI) pada Maret adalah 2,3% YoY, laju tercepat sejak Oktober 2018. Tidak hanya dunia usaha, konsumen pun terlihat lebih bergairah.
Keempat, pelaku pasar lega karena pertemuan Uni Eropa-Inggris untuk membahas Brexit membuahkan hasil yang memuaskan. Uni Eropa akhirnya setuju untuk memberikan tambahan waktu bagi Inggris untuk mempersiapkan perpisahan sampai 31 Oktober. Sedianya Brexit akan terjadi pada 12 April.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Sementara dari dalam negeri, angka Prompt Manufacturing Index (PMI) keluaran Bank Indonesia (BI) pada kuartal I-2019 berada di 52,65. Membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 5,192 dan kuartal I-2018 yang sebesar 50,14. Angka kuartal I-2019 menjadi yang tertinggi sejak kuartal IV-2013.
Data ini menunjukkan dunia usaha, utamanya yang bergerak di sektor manufaktur, masih ekspansif. Artinya pertumbuhan ekonomi domestik masih akan terjaga.
PMI melengkapi rangkaian rilis data domestik yang positif akhir-akhir ini. Misalnya cadangan devisa yang pada Maret tercatat US$ 124,5 miliar, naik dibandingkan Februari yaitu US$ 123,3 miliar.
Kemudian data penjualan ritel juga memuaskan. Pada Februari, penjualan ritel domestik tumbuh 9,1% YoY. Lebih baik ketimbang Januari yang membukukan pertumbuhan 7,2% YoY.
Akibatnya kepercayaan diri investor untuk memegang rupiah semakin tinggi. Reuters melakukan survei dua mingguan terhadap pada analis dan fund managers untuk melihat kepercayaan investor terhadap sejumlah mata uang utama Asia. Skor yang digunakan adalah rentang -3 sampai 3, semakin tinggi maka investor semakin lebih percaya kepada dolar AS sehingga melepas mata uang Asia.
Pada survei 11 April, skor buat rupiah adalah -0,07. Jauh membaik dibandingkan posisi akhir Maret yaitu 0,21.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular