
Perlambatan Ekonomi Global Kian Terasa, IHSG Jatuh 0,39%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 April 2019 12:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah 0,12%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memperlebar kekalahannya menjadi 0,39% per akhir sesi 1 ke level 6.459,32.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi pelemahan IHSG di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,26%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,45%), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (-4,08%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,51%), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-1,07%).
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,68%, indeks Shanghai turun 0,39%, dan indeks Hang Seng turun 0,42%.
Perlambatan ekonomi dunia yang kian terasa membuat instrumen berisiko seperti saham dilego investor. Selepas serangkaian data ekonomi yang mengecewakan dari negara-negara maju, International Monetary Fund (IMF) akhirnya memangkas proyeksi mereka atas pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi 3,3%, dari yang sebelumnya 3,5% pada proyeksi yang dibuat bulan Januari.
Memang, target pertumbuhan ekonomi Indonesia di saat yang bersamaan justru dinaikkan. Kini, Christine Lagarde dan kolega mematok perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,2% pada tahun ini, naik dari proyeksi bulan Oktober lalu yang sebesar 5,1%.
Namun, revisi ke bawah atas target pertumbuhan ekonomi dari beberapa negara mitra dagang utama Indonesia jelas membawa risiko bagi perekonomian tanah air. Jepang misalnya, di mana pertumbuhan ekonomi 2019 diperkirakan 1%, melambat dibandingkan proyeksi yang dibuat pada Januari lalu yaitu 1,1%.
Kemudian, pertumbuhan ekonomi India tahun ini diramal 7,3%, juga melambat dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu 7,5%.
Lebih lanjut, perekonomian AS diproyeksikan hanya akan tumbuh sebesar 2,3% pada tahun ini, turun dari proyeksi yang dibuat pada bulan Januari sebesar 2,5%. Sebagai informasi, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9% pada tahun 2018. Jika proyeksi dari IMF menjadi kenyataan, bisa dikatakan bahwa perekonomian AS mengalami hard landing pada tahun ini. Belum juga sengkarut perang dagang AS-China usai, kini pelaku pasar dihadapkan pada risiko perang dagang AS-Uni Eropa. Presiden AS Donald Trump mengancam bakal mengenakan bea masuk kepada importasi produk-produk Benua Biru senilai US$ 11 miliar. Trump murka karena Uni Eropa dituding memberikan subsidi yang besar kepada Airbus, yang dinilainya sebagai praktik persaingan tidak sehat.
"Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menemukan bahwa Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus yang kemudian mempengaruhi AS. Kami akan menerapkan bea masuk kepada (impor) produk Uni Eropa senilai US$ 11 miliar. Uni Eropa sudah mengambil keuntungan dari perdagangan dengan AS selama bertahun-tahun. Ini akan segera berakhir!" tegas Trump melalui cuitan di Twitter.
Sebelumnya, Kantor Perwakilan Dagang AS telah mengajukan daftar produk-produk asal Uni Eropa yang bisa dikenakan bea masuk sebagai pembalasan atas subsidi kepada Airbus. Daftar tersebut antara lain berisi pesawat penumpang dan suku cadangnya, produk turunan susu, sampai anggur (wine).
Di sisi lain, Uni Eropa tidak tinggal diam. Juru Bicara Komisi Uni Eropa Maragaritis Schinas menegaskan bahwa Brussel akan menyiapkan langkah pembalasan jika AS jadi menerapkan bea masuk.
"Komisi akan memulai persiapan sehingga Uni Eropa bisa mengambil langkah balasan. Uni Eropa tetap terbuka untuk berdiskusi dengan AS, tanpa syarat dan bertujuan untuk mencapai keadilan," kata Schinas, dikutip dari Reuters.
IMF sendiri sudah memperingatkan bawah friksi dagang (di antara siapa pun) bisa semakin memperlambat laju perekonomian dunia. Selepas menguat 0,67% dan menjadi salah satu sektor utama yang memotori penguatan IHSG kemarin, pada hari ini saham-saham konsumer diterpa profit-taking. Per akhir sesi 1, indeks sektor barang konsumsi melemah sebesar 0,58%.
Saham-saham konsumer kemarin menjadi buruan investor seiring dengan penjualan barang-barang ritel yang membukukan kenaikan signifikan.
Berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dirilis Bank Indonesia (BI) kemarin, penjualan barang-barang ritel diketahui melesat hingga 9,1% secara tahunan pada Februari 2019, mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yakni pertumbuhan sebesar 1,5%.
Lebih lanjut, angka sementara untuk pertumbuhan penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 adalah sebesar 8%, juga jauh mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,5%.
Situasi tak kondusif yang menyelimuti pasar saham dijadikan alasan oleh investor untuk melakukan profit-taking atas saham-saham konsumer pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi pelemahan IHSG di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,26%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,45%), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (-4,08%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,51%), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-1,07%).
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,68%, indeks Shanghai turun 0,39%, dan indeks Hang Seng turun 0,42%.
Memang, target pertumbuhan ekonomi Indonesia di saat yang bersamaan justru dinaikkan. Kini, Christine Lagarde dan kolega mematok perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,2% pada tahun ini, naik dari proyeksi bulan Oktober lalu yang sebesar 5,1%.
Namun, revisi ke bawah atas target pertumbuhan ekonomi dari beberapa negara mitra dagang utama Indonesia jelas membawa risiko bagi perekonomian tanah air. Jepang misalnya, di mana pertumbuhan ekonomi 2019 diperkirakan 1%, melambat dibandingkan proyeksi yang dibuat pada Januari lalu yaitu 1,1%.
Kemudian, pertumbuhan ekonomi India tahun ini diramal 7,3%, juga melambat dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu 7,5%.
Lebih lanjut, perekonomian AS diproyeksikan hanya akan tumbuh sebesar 2,3% pada tahun ini, turun dari proyeksi yang dibuat pada bulan Januari sebesar 2,5%. Sebagai informasi, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9% pada tahun 2018. Jika proyeksi dari IMF menjadi kenyataan, bisa dikatakan bahwa perekonomian AS mengalami hard landing pada tahun ini. Belum juga sengkarut perang dagang AS-China usai, kini pelaku pasar dihadapkan pada risiko perang dagang AS-Uni Eropa. Presiden AS Donald Trump mengancam bakal mengenakan bea masuk kepada importasi produk-produk Benua Biru senilai US$ 11 miliar. Trump murka karena Uni Eropa dituding memberikan subsidi yang besar kepada Airbus, yang dinilainya sebagai praktik persaingan tidak sehat.
"Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menemukan bahwa Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus yang kemudian mempengaruhi AS. Kami akan menerapkan bea masuk kepada (impor) produk Uni Eropa senilai US$ 11 miliar. Uni Eropa sudah mengambil keuntungan dari perdagangan dengan AS selama bertahun-tahun. Ini akan segera berakhir!" tegas Trump melalui cuitan di Twitter.
Sebelumnya, Kantor Perwakilan Dagang AS telah mengajukan daftar produk-produk asal Uni Eropa yang bisa dikenakan bea masuk sebagai pembalasan atas subsidi kepada Airbus. Daftar tersebut antara lain berisi pesawat penumpang dan suku cadangnya, produk turunan susu, sampai anggur (wine).
Di sisi lain, Uni Eropa tidak tinggal diam. Juru Bicara Komisi Uni Eropa Maragaritis Schinas menegaskan bahwa Brussel akan menyiapkan langkah pembalasan jika AS jadi menerapkan bea masuk.
"Komisi akan memulai persiapan sehingga Uni Eropa bisa mengambil langkah balasan. Uni Eropa tetap terbuka untuk berdiskusi dengan AS, tanpa syarat dan bertujuan untuk mencapai keadilan," kata Schinas, dikutip dari Reuters.
IMF sendiri sudah memperingatkan bawah friksi dagang (di antara siapa pun) bisa semakin memperlambat laju perekonomian dunia. Selepas menguat 0,67% dan menjadi salah satu sektor utama yang memotori penguatan IHSG kemarin, pada hari ini saham-saham konsumer diterpa profit-taking. Per akhir sesi 1, indeks sektor barang konsumsi melemah sebesar 0,58%.
Saham-saham konsumer kemarin menjadi buruan investor seiring dengan penjualan barang-barang ritel yang membukukan kenaikan signifikan.
Berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dirilis Bank Indonesia (BI) kemarin, penjualan barang-barang ritel diketahui melesat hingga 9,1% secara tahunan pada Februari 2019, mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yakni pertumbuhan sebesar 1,5%.
Lebih lanjut, angka sementara untuk pertumbuhan penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 adalah sebesar 8%, juga jauh mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,5%.
Situasi tak kondusif yang menyelimuti pasar saham dijadikan alasan oleh investor untuk melakukan profit-taking atas saham-saham konsumer pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular