Terus Merosot, Rupiah Kini Terlemah Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 April 2019 12:34
Terus Merosot, Rupiah Kini Terlemah Kedua di Asia
Ilustrasi Demonstrasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini masih saja melemah di perdagangan pasar spot. Bahkan rupiah jadi salah satu mata uang terlemah di Asia. 

Pada Rabu (10/4/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.157. Rupiah melemah 0,19% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah malah semakin dalam. Pada pukul 12:12 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.160 di mana rupiah melemah 0,21%. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah tetapi tipis saja di 0,07%. Selepas itu, rupiah seperti anak kecil yang bermain perosotan. Meluncur ke bawah dengan cepat. 


Namun rupiah tidak sendiri karena mayoritas mata uang utama Asia juga melemah di hadapan dolar AS. Hanya dolar Hong Kong, rupee India, dan won Korea Selatan yang mampu bertengger di zona hijau. 

Depresiasi 0,21% membuat rupiah menjadi mata uang terlemah kedua di Asia. Rupiah hanya lebih beruntung ketimbang baht Thailand. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 12:22 WIB: 

 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Tidak cuma di pasar valas, bursa saham Asia pun kompak bergerak ke selatan alias melemah. Pada pukul 12:23 WIB, indeks Nikkei 225 turun 0,61%, Hang Seng melemah 0,35%, Shanghai Composite minus 0,36%, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berkurang 0,39%. 

Bukan apa-apa, pelaku pasar memang sedang memilih bermain aman dan memilih mengoleksi dolar AS. Sikap pelaku pasar yang seperti ini tidak lepas dari proyeksi terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF). Christine Lagarde dan sejawat merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk 2019 dari 3,5% menjadi 3,3%. 


Selain itu, investor juga harap-harap cemas menantikan pertemuan Uni Eropa hari ini waktu Brussel. Pertemuan tersebut akan membahas nasib Brexit. Sedianya Brexit akan terjadi pada 12 April, tetapi Perdana Menteri Inggris meminta penundaan sampai 30 Juni.

Sepertinya Uni Eropa mengabulkan, bahkan beberapa sumber menyebutkan Inggris bisa mendapat kelonggaran sampai akhir Maret 2020. Namun ini baru kabar angin, belum ada kepastian.

Bahkan Prancis menolak jika Inggris diberi waktu sampai hampir setahun untuk mempersiapkan perpisahan dengan Uni Eropa. "Dalam hal perpanjangan waktu, setahun rasanya terlalu lama buat kami," ujar seorang diplomat Prancis, mengutip Reuters. 

Oleh karena itu, pelaku pasar masih memantau segala perkembangan dari Brussel. Sembari menunggu, lebih baik bermain aman dulu... 

Kemudian, investor juga sekarang mulai khawatir dengan risiko perang dagang AS-Eropa. Friksi ini dimulai dengan temuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) bahwa AS dan Uni Eropa sama-sama memberikan subsidi yang tidak semestinya kepada perusahaan pembuat pesawat terbang. AS memberi subsidi kepada Boeing, dan Uni Eropa menyuapi Airbus. 

Namun Presiden AS Donald Trump membawa masalah ini ke tahap selanjutnya. Dengan keyakinan bahwa WTO menemukan pemberian subsidi kepada Airbus, eks taipan properti ini mengancam bakal menerapkan bea masuk bagi importasi produk-produk buatan Benua Biru senilai US$ 11 miliar. 


Setelah AS-China hampir mencapai damai dagang, kini pelaku pasar dibuat cemas akan potensi friksi selanjutnya. Ditambah dengan ancaman perlambatan ekonomi global, Brexit yang masih ruwet, perang dagang tentu menjadi sebuah ancaman yang menakutkan sehingga investor memilih mundur.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular