
Menunggu Kabar Eropa, Obligasi Rupiah Melemah
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
09 April 2019 19:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pada perdagangan hari Selasa (8/4/2019) harus rela ditutup melemah.
Koreksi harga terjadi karena hari ini dilakukan lelang Surat Utang Negara (SUN) oleh pemerintah Indonesia. Kala lelang dilakukan, investor memang cenderung akan banyak melakukan aksi jual demi membuat harga lelang makin murah.
Terkait lelang hari ini, total penawaran yang masuk mencapai Rp 31,8 triliun, jauh di bawah rata-rata penawaran lelang SUN pada tahun 2018 yang mencapai Rp 41,6 triliun.
Sedangkan total nominal yang dimenangkan sebesar Rp 15,7 triliun, yang mana hanya sedikit di atas target indikatif yang sebesar Rp 15 triliun.
Tampaknya investor masih memasang mode wait and see di tengah ketidakpastian global yang cenderung tinggi.
Dari Benua Biru, Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) akan melangsungkan rapat bulanan untuk menentukan suku bunga acuan pada hari Selasa-Rabu (9-10/4/2019) waktu setempat. Usai rapat, Presiden ECB, Mario Draghi juga akan menyampaikan proyeksinya terhadap perekonomian Eropa ke depan.
Senada, Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed juga akan merilis notulensi (minutes of meeting/MoM) rapat edisi Maret pada hari Rabu (10/4/2019) waktu setempat. Meskipun suku bunga sudah ditetapkan, namun pelaku pasar masih menantikan tafsir dari notulensi tersebut.
Pelemahan harga terlihat dari peningkatan imbal hasil (yield) pada SUN acuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Empat seri SUN yang menjadi acuan adalah FR007 (tenor 5 tahun), FR0078 (tenor 10 tahun), FR0068 (tenor 15 tahun) dan FR0079 (tenor 20 tahun).
Kali ini seri yang mengalami pelemahan paling dalam adalah FR0079, dimana yield SUN tersebut naik hingga 5,1 basis poin (bps). Sedangkan untuk FR0077 dan FR0078 mengalami peningkatan yield masing-masing sebesar 3,5 dan 2,7 bps. Sebagai informasi 100 bps setara dengan 1%.
Perlu dicatat bahwa SUN adalah Surat Berharga Negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik. Dengan begitu pergerakan SUN acuan dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Selain itu, pergerakan yield saling bertolak belakang dengan pergerakan harga obligasi di pasar sekunder. Kala yield meningkat, maka sejatinya harga terkoreksi. Yield juga lebih umum digunakan sebagai acuan transaksi obligasi karena dapat mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Koreksi SBN hari ini membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) dengan tenor yang sama mencapai 513 bps. Semakin lebar dibanding posisi sehari sebelumnya yang sebesar 512 bps.
Di AS, yield US Treasury tenor 10 turun lagi ke posisi 2,519%, yang mana sama dengan posisi sehari sebelumnya. Padahal pada pagi hari tadi sempat naik ke posisi 2,52%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-5 tahun dan 2 tahun-5 tahun, yang memang lumrah terjadi sejak Agustus. Saat ini pelaku pasar ma sih lebih memperhatikan inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang lebih mencerminkan kondisi suram bayangan investor terhadap prediksi ekonomi Amerika Serikat.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang. Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Koreksi harga terjadi karena hari ini dilakukan lelang Surat Utang Negara (SUN) oleh pemerintah Indonesia. Kala lelang dilakukan, investor memang cenderung akan banyak melakukan aksi jual demi membuat harga lelang makin murah.
Terkait lelang hari ini, total penawaran yang masuk mencapai Rp 31,8 triliun, jauh di bawah rata-rata penawaran lelang SUN pada tahun 2018 yang mencapai Rp 41,6 triliun.
Tampaknya investor masih memasang mode wait and see di tengah ketidakpastian global yang cenderung tinggi.
Dari Benua Biru, Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) akan melangsungkan rapat bulanan untuk menentukan suku bunga acuan pada hari Selasa-Rabu (9-10/4/2019) waktu setempat. Usai rapat, Presiden ECB, Mario Draghi juga akan menyampaikan proyeksinya terhadap perekonomian Eropa ke depan.
Senada, Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed juga akan merilis notulensi (minutes of meeting/MoM) rapat edisi Maret pada hari Rabu (10/4/2019) waktu setempat. Meskipun suku bunga sudah ditetapkan, namun pelaku pasar masih menantikan tafsir dari notulensi tersebut.
Pelemahan harga terlihat dari peningkatan imbal hasil (yield) pada SUN acuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Empat seri SUN yang menjadi acuan adalah FR007 (tenor 5 tahun), FR0078 (tenor 10 tahun), FR0068 (tenor 15 tahun) dan FR0079 (tenor 20 tahun).
Yield Obligasi Negara Acuan 9 Apr'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 8 Apr'19 (%) | Yield 9 Apr'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 9 Apr'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7,124 | 7,159 | 3,50 | 7,1025 |
FR0078 | 10 tahun | 7,63 | 7,657 | 2,70 | 7,6511 |
FR0068 | 15 tahun | 8,05 | 8,068 | 1,80 | 8,0501 |
FR0079 | 20 tahun | 8,144 | 8,195 | 5,10 | 8,1879 |
Avg movement | 3,27 | ||||
Sumber: Refinitiv |
Kali ini seri yang mengalami pelemahan paling dalam adalah FR0079, dimana yield SUN tersebut naik hingga 5,1 basis poin (bps). Sedangkan untuk FR0077 dan FR0078 mengalami peningkatan yield masing-masing sebesar 3,5 dan 2,7 bps. Sebagai informasi 100 bps setara dengan 1%.
Perlu dicatat bahwa SUN adalah Surat Berharga Negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik. Dengan begitu pergerakan SUN acuan dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Selain itu, pergerakan yield saling bertolak belakang dengan pergerakan harga obligasi di pasar sekunder. Kala yield meningkat, maka sejatinya harga terkoreksi. Yield juga lebih umum digunakan sebagai acuan transaksi obligasi karena dapat mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Koreksi SBN hari ini membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) dengan tenor yang sama mencapai 513 bps. Semakin lebar dibanding posisi sehari sebelumnya yang sebesar 512 bps.
Di AS, yield US Treasury tenor 10 turun lagi ke posisi 2,519%, yang mana sama dengan posisi sehari sebelumnya. Padahal pada pagi hari tadi sempat naik ke posisi 2,52%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-5 tahun dan 2 tahun-5 tahun, yang memang lumrah terjadi sejak Agustus. Saat ini pelaku pasar ma sih lebih memperhatikan inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang lebih mencerminkan kondisi suram bayangan investor terhadap prediksi ekonomi Amerika Serikat.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang. Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 9 Apr 2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 8 Apr'19 (%) | Yield 9 Apr'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2,429 | 2,423 | 3 bulan-5 tahun | 9,9 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2,358 | 2,356 | 2 tahun-5 tahun | 3,2 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2,314 | 2,311 | 3 tahun-5 tahun | -1,3 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2,326 | 2,324 | 3 bulan-10 tahun | -9,6 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2,519 | 2,519 | 2 tahun-10 tahun | -16,3 |
Sumber: Refinitiv |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular