
Pekan Lalu Menguat, Hari Ini Harga SUN Mulai Turun
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
08 April 2019 13:14

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah berbalik terkoreksi setelah menguat hampir sepanjang pekan lalu. Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 1,6 basis poin (bps) menjadi 7,57%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: Refinitiv
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 509 bps, melebar dari posisi kemarin 502 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 2,48% dari posisi akhir pekan lalu 2,53%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-5 tahund an 2 tahun-5 tahun, yang masih relatif normal dibanding posisi Agustus 2018.
Saat ini, yang menjadi perhatian pasar adalah jika inversi terjadi pada seri 3 bulan-10 tahun, yang lebih menjelaskan ketakutan dan kekhawatiran pelaku pasar terhadap prospek ekonomi Amerika Serikat (AS).
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 967,67 triliun SBN, atau 38,12% dari total beredar Rp 2.527 triliun berdasarkan data per 1 April.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 70,43 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya terjadi di Rusia dan Afsel sedangkan negara lain masih terkoreksi.
Di negara maju, penguatan hanya dialami pasar JGB Jepang dan US Treasury AS.
Hal tersebut mencerminkan investor global masih memburu instrumen yang dianggap lebih aman seperti obligasi negara maju dibanding negara berkembang.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
Saksikan video SUN sebagai Alat Investasi
[Gambas:Video CNBC]
(irv) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 1,6 basis poin (bps) menjadi 7,57%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 8 Apr'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 5 Apr'19 (%) | Yield 8 Apr'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 5 Apr'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.086 | 7.09 | 0.40 | 7.038 |
FR0078 | 10 tahun | 7.563 | 7.579 | 1.60 | 7.5289 |
FR0068 | 15 tahun | 7.994 | 8.003 | 0.90 | 7.9708 |
FR0079 | 20 tahun | 8.13 | 8.127 | -0.30 | 8.1077 |
Avg movement | 0.65 |
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 509 bps, melebar dari posisi kemarin 502 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 2,48% dari posisi akhir pekan lalu 2,53%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-5 tahund an 2 tahun-5 tahun, yang masih relatif normal dibanding posisi Agustus 2018.
Saat ini, yang menjadi perhatian pasar adalah jika inversi terjadi pada seri 3 bulan-10 tahun, yang lebih menjelaskan ketakutan dan kekhawatiran pelaku pasar terhadap prospek ekonomi Amerika Serikat (AS).
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 8 Apr 2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 5 Apr'19 (%) | Yield 8 Apr'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.434 | 2.43 | 3 bulan-5 tahun | 13.3 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.343 | 2.329 | 2 tahun-5 tahun | 3.2 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.297 | 2.281 | 3 tahun-5 tahun | -1.6 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.312 | 2.297 | 3 bulan-10 tahun | -5.8 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.499 | 2.488 | 2 tahun-10 tahun | -15.9 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 967,67 triliun SBN, atau 38,12% dari total beredar Rp 2.527 triliun berdasarkan data per 1 April.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 70,43 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya terjadi di Rusia dan Afsel sedangkan negara lain masih terkoreksi.
Di negara maju, penguatan hanya dialami pasar JGB Jepang dan US Treasury AS.
Hal tersebut mencerminkan investor global masih memburu instrumen yang dianggap lebih aman seperti obligasi negara maju dibanding negara berkembang.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 4 Apr'19 (%) | Yield 5 Apr'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.93 | 8.94 | 1.00 |
China | 3.268 | 3.307 | 3.90 |
Jerman | 0.004 | 0.004 | 0.00 |
Perancis | 0.361 | 0.366 | 0.50 |
Inggris | 1.117 | 1.119 | 0.20 |
India | 7.354 | 7.377 | 2.30 |
Jepang | -0.032 | -0.047 | -1.50 |
Malaysia | 3.756 | 3.757 | 0.10 |
Filipina | 5.855 | 5.855 | 0.00 |
Rusia | 8.39 | 8.35 | -4.00 |
Singapura | 2.093 | 2.087 | -0.60 |
Thailand | 2.47 | 2.49 | 2.00 |
Amerika Serikat | 2.499 | 2.486 | -1.30 |
Afrika Selatan | 8.535 | 8.51 | -2.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
Saksikan video SUN sebagai Alat Investasi
[Gambas:Video CNBC]
(irv) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Most Popular