Jokowi Vs Prabowo, Mana yang Baik untuk Pasar Saham?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 April 2019 15:48
Jokowi Vs Prabowo, Mana yang Baik untuk Pasar Saham?
Foto: Calon Presiden 01 Joko Widodo dan Calon Presiden 02 Prabowo Subianto saat mengikuti Debat Capres ke-empat dengan tema ideologi, pemerintahan, pertahanan dan keamanan, serta hubungan internasional di Hotel Shangri-La, Sabtu (30/3/2019). (REUTERS / Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pesta politik terbesar di tanah air akan segera digelar. Pada tanggal 17 April mendatang, untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemilihan presiden dan para anggota legislatif akan dilakukan serentak.

Pada pemilu 2019, akan dipilih sepasang presiden dan wakil presiden, 575 anggota DPR RI, 136 anggota DPD, 2.207 anggota DPR Provinsi, dan 17.610 anggota DPRD Kota/Kabupaten.

Pasar saham tentu menjadi salah satu hal yang terpengaruh oleh gelaran pesta politik.

Lantas, bagaimana kinerja pasar saham tanah air di tahun pemilu?

Ternyata, pasar saham dan tahun pemilu merupakan 2 sejoli yang begitu mesra ketika disandingkan bersama. Dalam 3 tahun pemilu terakhir (2004, 2009, dan 2014), IHSG membukukan imbal hasil yang sangat-sangat impresif.

Pada tahun 2004, IHSG melejit hingga 44,6%. Kala itu, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Muhammad Jusuf Kalla memenangkan pertarungan melawan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi.

Pada tahun 2009, IHSG meroket hingga 87%. Pada pertarungan tahun 2009, SBY berhasil mempertahankan posisi RI-1, namun dengan wakil yang berbeda. Ia didampingi oleh Boediono yang sebelumnya menjabat Gubernur Bank Indonesia (BI). SBY-Boediono berhasil mengalahkan 2 pasangan calon yakni Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla-Wiranto.

Beralih ke tahun 2014, mantan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berhasil menempati tahta kepemimpinan tertinggi di Indonesia dengan menggandeng Jusuf Kalla sebagai wakilnya. Pada saat itu, IHSG melejit 22,3%. Di pasar saham, kenaikan harga atau indeks saham baru dapat dikatakan oke jika diikuti dengan volume yang besar. Pasalnya, jika volume rendah, ada kemungkinan yang tinggi bahwa kenaikan harga atau indeks saham hanya sementara, atau bahkan yang terjadi ke depan adalah koreksi.

Pada tahun 2004, berdasarkan data yang kami himpun dari Refinitiv, rata-rata volume transaksi harian di pasar saham adalah sejumlah 1,38 miliar unit atau meroket hingga 83,9% dibandingkan rata-rata volume transaksi harian tahun 2003. Pada tahun 2009, rata-rata volume transaksi harian melejit hingga 131,8%.

Barulah pada tahun 2014, rata-rata volume transaksi harian jatuh, walaupun tak besar yakni 11,3% saja.

Sepanjang 2019, tren kenaikan rata-rata volume transaksi harian yang biasanya terjadi di tahun pemilu ternyata kembali terulang. Sepanjang tahun ini (hingga perdagangan tanggal 5 April), rata-rata volume transaksi harian adalah sejumlah 9,82 miliar unit atau meningkat 38,5% dibandingkan tahun 2018. Sementara itu, IHSG menguat sebesar 4,51% sepanjang tahun ini.

Jadi, anggapan bahwa tahun pemilu membuat pelaku pasar saham bermain aman adalah suatu pemahaman yang salah. Selain imbal hasil yang terbilang sangat oke di tahun pemilu, kenaikan IHSG juga didukung oleh kenaikan rata-rata volume transaksi harian yang signifikan. Namun, kinclongnya performa IHSG dalam 3 tahun pemilu terakhir (2004, 2009, dan 2014) didukung oleh sebuah kesamaan: hasil pemilihan presiden sesuai dengan proyeksi dari mayoritas lembaga survei.

Melansir pemberitaan Detik News tertanggal 11 Mei 2004, Lembaga Survei Indonesia (LSI) memproyeksikan SBY-Kalla memenangkan pertarungan.

Untuk pemilihan presiden tahun 2009, survei dari Strategic Indonesia menunjukkan bahwa elektabilitas SBY-Boediono adalah sebesar 46,86%, lebih tinggi ketimbang elektabilitas Jusuf Kalla-Wiranto dan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto yang masing-masing sebesar 32,46% dan 20,34%, seperti dilansir dari pemberitaan Detik News tertanggal 6 Juli 2009.

Beralih ke pilpes 2014, hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting menunjukkan bahwa 47,6% responden mendukung duet Joko Widodo-Jusuf Kalla, sementara 44,9% menjagokan duet Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, seperti dilansir dari pemberitaan Detik News tertanggal 8 Juli 2014.

Untuk pilpres kali ini, Lembaga Indikator Politik Indonesia belum lama ini merilis survei terbaru soal tingkat elektabilitas antara calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Hasilnya, Joko Widodo-Ma'ruf Amin masih unggul dengan persentase pemilih 55,4%, sementara Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebesar 37,4%.

"Responden yang menjawab tidak tahu atau belum menentukan pilihan (undecided) sebanyak 7,2 persen," tulis hasil survei Indikator Politik Indonesia, dikutip CNBC Indonesia, Rabu (3/4/2019).

Jika pasangan nomor urut 01 yakni Joko Widodo-Ma'ruf Amin berhasil memenangkan pilpres nantinya, pelaku pasar saham bisa bersuka cita. Pasalnya, kemungkinan besar IHSG akan melesat seperti yang sudah dibuktikan oleh sejarah.

Untuk pasangan nomor urut 02 yakni Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, kemenangan mereka sebenarnya tak dapat dikatakan akan menjadi petaka bagi pasar saham tanah air. Namun memang, arah pergerakan IHSG akan sulit ditebak jika pasangan ini yang menang. Pasalnya, semenjak posisi presiden dan wakil presiden diserahkan untuk dipilih oleh rakyat, pemenangnya selalu yang dijagokan oleh mayoritas lembaga survei.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/dru) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular